Posisi Ketika Bersenggama
Syekh penazham Menuturkan dalam nazhamnya:
"Setiap keadaan, selain keadaan yang telah disebutkan,
diperbolehkan dalam bersenggama dengan istri, maka coba lakukan.
Tetapi yang telah kusebutkan, wahai kawan, lebih utama.
Pendapat lain mengatakan, bahkan dari arah belakang istri pun diperbolehkan.
Yakni pada suatu tempat dimana istri berlutut diatas tikar, jangan kamu tinggal cara tersebut."
Yang dimaksud Syekh penazham, bahwa senggama dapat dilakukan pada setiap keadaan dan dengan cara yang mungkin dapat dilakukan, selain cara yang diungkapkan oleh Syekh penazham berikut ini:
"Jauhilah bersenggama sambil berdiri."
Hal itu berdasarkan firman Allah Swt.:
"Maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu bagaimana saja kamu kehendaki." (Qs. Al-Baqarah: 223)
Shahabat Ali karamallahu wajhah berkata: "Wanita laksana kendaraan bagi pria (suami), maka dia boleh mengendarainya kapan saja dibutuhkan."
Akan tetapi, cara yang disunahkan adalah cara-cara yang telah diterangkan. Syekh penazham juga menazhamkan:
"Kemudian suami naik keatas tubuh istri secara perlahan-lahan." dan ada juga cara lain, sebagaimana dikatakan, "pendapat lain mengatakan, bahwa dari arah belakang juga diperbolehkan."
Rasulullah Saw. bersabda:
"Tidak apa-apa melakukan senggama dari arah belakang istri, apabila senggama itu tertuju hanya pada satu lubang."
Adapun yang dimaksud satu lubang adalah vagina (farji).
Selanjutnya Syekh penazham menerangkan posisi bersenggama yang sebaiknya dihindari, yang diungkapkan dalam bait-bait berikut"
"Jauhilah bersenggama dengan cara berdiri,
cara duduk, ambillah keterangan saya yang berurutan ini.
Kemudian dengan posisi miring, jauhilah,
karena bisa menyebabkan pantat sakit. Ambillah kenyataan ini.
Cara istri diatas anda, jauhilah, wahai kawan,
karena bisa menyebabkan sakit pada saluran kencing, dan dengarkanlah."
Syekh penazham menjelaskan tentang cara-cara bersenggama yang sebaiknya dijauhi, antara lain:
1. Bersenggama dengan cara berdiri. Sebab, cara ini akan menyebabkan lemahnya ginjal, sakit perut, dan sakit pada mafasil(persendian).
2. Bersenggama dengan cara duduk. Sebab cara ini akan menyebabkan sakit pada ginjal, sakit perut, dan sakit pada urat-urat. Juga dapat mengakibatkan luka yang bernanah.
3. Bersenggama dengan posisi miring. Cara ini dapat menyebabkan sakit pada pantat.
4. Bersenggama dengan cara istri memegang peranan dalam mengendalikan persenggamaan, sementara suami hanya mengikuti (pasif). Yakni istri berada diatas suami. Sebab cara ini dapat mengakibatkan sakit pada saluran kencing suami.
Syekh Zaruq berkata: "bersenggama dengan posisi nomor tiga diatas dapat menyebabkan sakit pada lambung. Yakni salah satu lambung suami akan lemah, sakit atau kesulitan mengeluarkan sperma."
Penyusun kitab Syarah Al-Waghlisiyyah berkata, "Jangan bersenggama dengan cara berlutut, sebab, dengan cara ini pihak istri akan merasa kesulitan. Jangan bersenggama dengan posisi miring, sebab cara ini akan menyebabkan sakit pada lambung. Juga jangan bersenggama dengan cara istri berada diatas suami dan memegang peranan. Sebab cara ini akan dapat menyebabkan sakit pada saluran kencing. Sebaiknya senggama dilakukan dengan cara istri berbaring terlentang sambil mengangkat kedua kakinya, karena cara ini yang paling baik."
Selanjutnya Syekh penazham menerangkan:
"Bersenggama melalui lubang dubur itu terlarang,
sungguh terlaknat pelakunya, sebagaimana keterangan yang akan datang."
Rasulullah Saw. bersabda:
"Menyenggamai wanita dari lubang duburnya adalah haram."
Rasulullah Saw. Juga bersabda:
"Terlaknat, barang siapa yang menyenggamai wanita dari lubang duburnya, maka dia benar-benar kafir atas apa yang diturunkan kepada Muhammad Saw."
Sabda Rasulullah Saw.:
"Ada tujuh orang yang Allah Swt. tidak akan memberi rahmat kepada mereka kelak pada hari kiamat, dan Allah tidak akan membersihkan mereka, serta firman-Nya kepada mereka: 'Masuklah kamu semu ke neraka, bersama mereka yang memasukinya.' Tujuh orang itu ialah: 1) Laki-laki dan perempuan yang bersenggama dengan sejenisnya, 2) Orang-orang yang menikah dengan tangannya (mempermainkan zakarnya dengan tangannya sendiri, hingga dia dapat mengeluarkan mani), 3) Orang yang menyenggamai binatang, 4) Orang yang bersenggama dengan wanita melalui lubang dubur, 5) Orang yang memadu wanita dengan anaknya, 6) Orang yang berzina dengan istri tetangganya, 7) Orang yang menyakiti hati tetangganya."
Syekh Ibnu Al-Hajji telah mengumpulkan sejumlah hadist tentang ketujuh orang tersebut didalam kitab Madkhal, maka lihatlah tidak ada orang yang memperselisihkan kebenaran hadist tersebut, sebagaimana diingatkan oleh Syekh penazham berikut ini:
"Setiap orang yang memperbolehkan bersenggama melalui dubur,
tidak bisa diterima oleh orang yang berakal sehat dan jujur."
Pengarang kitab An-Nashihah berpendapat, bahwa dubur istri sama dengan dubur orang lain dalam hal keharamannya. Hanya saja bersenggama melalui dubur ini tidak mewajibkan adanya hukuman had, karena kesamarannya (kemiripannya) dengan vagina (lubang farji).
Orang yang membolehkan bersenggama melalui dubur ini menisbatkan pendapatnya kepada Imam Malik. Tetapi kemudian Imam Malik sendiri cuci tangan dengan nisbat itu, dan beliau membaca firman AllahSwt. yang artinya:
"Istri-istrimu adalah (seperti) tanah tempat kamu bercocok tanam, maka datangilah tanah tempat bercocok tanammu itu sebagaimana saja kamu kehendaki."
Imam Malik juga berkata: "Tidak ada orang yang menanam, kecuali pada tempatnya. Hanya saja masalah dubur ini memang besar perkaranya, karena bersenggama melalui dubur itu menentang hikmah dan melawan sifat ketuhanan, dengan menjadikan tempat untuk keluar sebagai tempat masuk. Kemudian, didalam bersenggama melalui dubur ini terdapat bahaya, baik dari segi kesehatan maupun kebiasaan.
Dikisahkan dari Syekh Abdurrahim bin Qasim, bahwa ada seorang polisi kota Madinah datang menghadap Imam Malik dan bertanya tentang laki-laki yang dilaporkan kepadanya, bahwa dia telah bersenggama dengan istrinya melalui lubang dubur. Maka Imam Malik berkata: "Saya berpendapat, bahwa sebaiknya orang itu dipukul hingga merasa sakit. Apabila ia mengulangi perbuatannya itu, maka pisahkanlah keduanya."
Adapun bersenang-senang dengan bagian luar dubur diperbolehkan. Akan tetapi, hal itu sebaiknya dihindari karena khawatir hal itu akan membangkitkan nafsu sang istri untuk minta disetubuhi duburnya. Diperbolehkan bersenang-senang dengan bagian luar dubur tersebut sama dengan diperbolehkannya bersenang-senang dengan kedua paha istri atau semisalnya, ketika istri sedang haid atau nifas.
Syekh penazham mengingatkan sebagai berikut:
"Bersenang-senang dengan paha diperbolehkan, wahai kawan,
atau semisalnya, hati-hati agar kamu terjaga dari kejelekan."
Kemudian yang dibahas Syekh penazham tentang diperbolehkannya bersenang-senang dengan paha (diluar vagina) ini adalah pendapat Imam Ashbagh, dan pendapat ini berbeda dengan pendapat yang masyhur, sebagaimana yang dijelaskan pengarang kitab Mukhtashar. Haid menjadi penghalang sahnya shalat dan puasa, serta haramnya bersenggama pada vagina atau bersenang-senang dengan bagian tubuh yang ada dibalik kain (misalnya dengan cara menjepit zakar dengan kedua paha istri, yang antara paha dan zakar itu tidak ada penghalang) karena dikhawatirkan akan diteruskan dengan menyetubuhinya. Dengan demikian, yang dimaksudkan dalam larangan tersebut adalah semata-mata untuk menutup perantara.
Qurratul Uyun,
Syarah Nazham Ibnu Yamun
Karya: Muhammad At-Tihami Ibnul Madani Kanun
Alih Bahasa: Ama Al-Khalili & Anang Zamroni
Sumber :. http://dinul-islam.org/