...وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ ... قال الله : إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيما ... مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ ...

Minggu, 13 Juni 2010

Hari-Hari Yang Harus Dihindari Untuk Menikah


Hari-Hari Yang Harus Dihindari Untuk Menikah

Ibnu Yamun mengisyaratkan hal-hal yang harus dihindari ketika memasuki pernikahan dalam nazhamnya yang berbahar rajaz:
"Tinggalkan hari Rabu dan jangan digunakan,
jika hari Rabu itu jatuh pada akhir bulan.
Demikian pula tanggal tiga, lima, dan tiga belas,
dua lima, dua satu, dua empat, serta enam belas."
Disini penazham menjelaskan, bahwa untuk memasuki pernikahan hendaknya menhindari delapan hari tertentu, yaitu: hari Rabu terakhir dari setiap bulan, karena ada hadits, bahwa "Hari Rabu diakhir bulan selamanya adalah hari naas (apes)."

Imam Suyuthi menjelaskan didalam kitab Jami'ush Shagir, bahwa hari-hari yang dimaksud adalah tanggal 3, 5, 13, 16, 21, 24 dan 25 dalam setiap bulan. Hendaknya seseorang menjauhi kedelapan hari tersebut dalam melakukan hal-hal yang penting sepeti nikah, bepergian, menggali sumur, menanam tanaman keras, dan lain-lain. Sebagai mana diriwayatkan dari Ali bin Abi Thalib karramallahu wajhah, yang di nazhamkan oleh Al-Hafizh Ibnu Hajar dalam bentuk bahar thawil sebagai berikut:
"Jauhilah tujuh hari dengan sempurna.
Jangan memulai sesuatu dan jangan pergi.
Jangan membeli pakaian baru atau perhiasan.
Jangan menikahkan anak putri dan jangan menanam pohon.
Jangan menggali sumur atau membeli rumah.
Jangan bersahabat dengan raja dan hati-hatilah.
Tanggal tiga, lima, kemudian tiga belas.
Tanggal-tanggal berikutnya yaitu tanggal enam belas.
Pada tanggal dua puluh satu, takutlah akan kejelekannya,
begitu pula tanggal dua puluh empat, dan dua puluh lima.
Setiap hari Rabu akhir bulan dan seluruh hari yang aku larang itu merupakan hari naas selamanya.
Aku meriwayatkan semua keterangan ini dari samudera ilmu,
yakni Ali bin 'Ammil Musthafa, pemimpin umat."

Termasuk hari yang juga sebaiknya dihindari adalah hari Sabtu. Telah ditanyakan kepada Nabi Saw. tentang hari tersebut, beliau menjawab: "Hari Sabtu adalah hari tipu daya dan tipu muslihat, karena pada hari Sabtu itulah orang Quraisy berkumpul di balai pertemuan (Darun Nadwah) guna mencari cara yang baik untuk membunuh Nabi Saw." Begitu pula hari Selasa. Telah ditanyakan kepada Nabi Saw., dan beliau menjawab: "Hari Selasa adalah hari berdarah, karena pada hari itu Sayidah Hawa mengeluarkan darah haid, hari terbunuhnya Ibnu Adam oleh saudaranya, Jirjis, Zakaria dam Yahya as., juru sihir raja Fir'aun, Asiah binti Mazahim (istri Firaun), serta disembelihnya sapi bani Israil."
Karena alasan-alasan tersebut Nabi Saw. dengan tegas mencegah melakukan cantuk pada hari Sabtu. Nabi Saw. bersabda:
"Pada hari Sabtu terdapat saat yang tidak dialirkan darah. Dan pada hari Sabtu neraka Jahanam diciptakan, Allah memberikan kuasa pada malaikat Maut untuk mencabut nyawa anak cucu Adam, Nabi Ayub menerima cobaan dari Allah Swt., serta Nabi Musa dan Nabi Harun as. wafat."

Adapun tentang hari Rabu, pernah ditanyakan kepada Nabi Saw. dan beliau menjawab: "Hari Rabu adalah hari naas, dimana pada hari itu Fir'aun ditenggelamkan bersama para pengikutnya serta kaum Tsamud dan kaum Nabi Shaleh as. dihancurkan."
Demikian pula hari Rabu terakhir pada setiap bulan, karena hari itu adalah hari yang paling jelek. Ditambahkan, bahwa pada hari itu tidak ada pengambilan dan tidak ada pemberian. Menurut keterangan yang ada didalam kitab Ina' pada hari itu tidak boleh memotong kuku, karena hal itu dapat mengakibatkan penyakit belang. Memang ada sebagian ulama yang meragukan keterangan tersebut, namun ternyata mereka terserang penyakit itu.
Didalam kitab An-Nashihah ada keterangan untuk tidak melakukan sesuatu seperti, memotong rambut, memotong kuku, cantuk, bepergian, dan sebagainya, pada hari-hari terlarang guna menghindari bahaya yang akan menimpa orang yang melakukan hal itu pada hari-hari tersebut.
Akan tetapi, Imam Ibnu Yunus mengatakan berdasarkan keterangan dari Imam Malik: "Tidak ada halangan melakukan pijat dengan menggunakan minyak dan melakukan cantuk pada hari Sabtu. Begitu pula bepergian dan melakukan akad nikah, karena semua hari itu milik Allah Swt. Saya tidak melihat bahwa dilarangnya bahwa melakukan aktifitas pada hari-hari tertentu sebagai persoalan yang besar."
Bahkan secara tidak langsung beliau mengingkari adanya hadist yang menerangkan hal itu. Ketika ditanya tentang tidak bolehnya melakukan beberapa pekerjan seperti cukur, memotong kuku dan mencuci pakaian pada hari Sabtu dan Rabu, Ibnu Yunus menjawa: "Kamu jangan memusuhi hari-hari itu, sebab hari-hari itu akan memusuhi kamu." Artinya, jangan meyakini bahwa hari-hari itu mempunyai pengaruh yang akan membahayakan diri. Kalaupun benar-benar terjadi, hal itu tidak lain karena akibat pekerjaan yang dilakukan pada hari-hari tertentu tersebut kebetulan sesuai dengan kehendak Allah Swt.

Syekh Khalil didalam litbanya jami' dengan nada keras memperingatkan: "Jangan tinggalkan sebagian hari-hari tertentu untuk melakukukan suatu amalan, karena semua hari adalah milik Allah Swt., tidak memberi bahaya dan tidak memberi manfaat."
Imam Nawawi berkata: "Kesimpulannya, menjauhi hari Rabu karena keyakinan akan kejelekan yang merupakan kepercayaan ahli perbintangan hukumnya benar-benar garam. Sebab semua hari adalah milik Allah Swt., tidak ada hari yang berbahaya dan tidak ada hari yang bermanfaat kerena keadaan hari-hari itu sendiri. Menjauhi hari-hari yang lain juga tidak berbahaya dan tidak ada yang perlu ditakuti."
Dalam arti, bahwa melakukan seperti keterangan diatas (menghindari hari-hari tertentu) hanya didasarkan pada hadits dhaif. Sebagaimana dikemukakan oleh penyusun kitab An-Nashihah menyebutkan, bahwa sebagian ulama melakukan cantuk pada hari Rabu (dalam tulisan lain pada hari sabtu). Mereka tidak mengindahkan sabda Nabi Saw. yang artinya:
"Barang siapa melakukan cantuk pada hari Rabu (sebagian pada hari sabtu), lalu dia terjangkiti penyakit belang, maka jangan menyesal, kecuali menyesali dirinya sendiri."
Mereka menganggap hadits tersebut tidak shahih. Selang beberapa hari kemudian mereka terjangkiti penyakit belang. Kemudian sebagian dari mereka mimpi bertemu Nabi Saw., dalam mimpi itu ia berkata kepada Nabi Saw., namun beliau balik bertanya: "Apakah belum ada hadits yang datang kepadamu?." Dia menjawab:"Ada tapi hadits itu tidak shahih." Maka Rasulullah Saw. bertanya: "Apakah belum cukup bagimu?" Diapun berkata kepada Rasulullah Saw. "Ya Rasulallah, sekarang aku bertaubat kepada Allah Swt." Kemudian Nabi Saw. mendoakannya. Ketika dia bangun dari tidurnya, maka apa yang dia derita benar-benar telah hilang.

Pengarang Syarah Ar-Risalah menambahkan sebagai berikut: "Sebaiknya hadits dhaif seperti itu diamalkan, tanpa memandang shahih atau tidaknya, kecuali dalam masalah-masalah hukum yang setaraf."
Benar, hadits dhaif itu sebaiknya diamalkan. Akan tetapi apabila dalam keadaan darurat, maka jangan sampai amal itu berhenti pada hari-hari tersebut.[]

Qurratul Uyun,
Syarah Nazham Ibnu Yamun

Karya: Muhammad At-Tihami Ibnul Madani Kanun

Alih Bahasa: Ama Al-Khalili & Anang Zamroni

Sumber :. http://dinul-islam.org/



ShoutMix chat widget
 

Modifikasi Blog Oleh Cah Penisihan