tag:blogger.com,1999:blog-77775422201744904652024-02-20T06:14:02.597-08:00Cah Penisihandisini kita akan belajar mendalami agama islam secara sungguh bersama para alim ulama yang terdahulu atau yang sdang berjalan. dan tabarukan pada salafus sholih di nusantara ercinta ini.
dan juga latihan ngeblog untuk meramaikan syiar islam di dunia mayaibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comBlogger90125tag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-6192862795378367342011-08-11T18:39:00.001-07:002011-08-11T19:09:51.409-07:00Sambutan Untuk Si Mungil<div style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIpAjCuK3PGtDXTXnnGu7oK9lkDSt0-PX5cAkhX7kTZTV5cxAwFShHUP7I4qn3qATyWOwKzEP6CmNqKw8XbHJl3e0pDW9M1Tx0SAMqQ9TyHinzadbjJ4pB4GcnbfKUTlOwqCbtPycd56k/s1600/images+%25281%2529.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 259px; height: 194px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiIpAjCuK3PGtDXTXnnGu7oK9lkDSt0-PX5cAkhX7kTZTV5cxAwFShHUP7I4qn3qATyWOwKzEP6CmNqKw8XbHJl3e0pDW9M1Tx0SAMqQ9TyHinzadbjJ4pB4GcnbfKUTlOwqCbtPycd56k/s400/images+%25281%2529.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5639778574724736402" /></a></div><div style="text-align: center;"><span class="Apple-style-span"><i>(ilustrasi menyambut kelahiran)</i></span></div>
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Sebetulnya artikel ini di kutip dari Majalah Islam Al Kisah pada Rubrik Fiqhun Nisa’ yang di asuh Ustadz Segaf bin Hasan Baharun, M.H.I Pengasuh Pondok Puteri Pesantren Darul Lughah wad Da’wah, Bangil Jawa Timur.
<br />
<br /><div>Ketika itu ada yang menanyakan masalah sebagai berikut :<span class="fullpost">
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Assalamu ‘alaikum wr.wb.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Ustadz, saya seorang ibu rumah tangga, berumur 35 tahun, dengan satu anak, dan sekarang telah mengandung anak kedua. Kini usia kehamilan saya sudah Sembilan bulan dan diperkirakan akhir bulan ini saya melahirkan. Yang saya tanyakan perkara apa saja yang disunahkan kita lakukan pada seorang bayi? Demikian, semoga Ustadz selalu dirahmati Alloh SWT.
<br />
<br /> </span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Wasalammu ‘alaikum wr.wb
<br />
<br /> </span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Dewi
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span> Majalengka
<br />
<br /> </span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Wa ‘alaikumussalam wr.wb.
<br />
<br /> </span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Kehadiran seorang bayi di tengah-tengah keluarga kita merupakan suatu karunia yang besar dari Alloh, sehingga wajib bagi kedua orangtuanya memeliharanya, baik zhahir maupun bathin.
<br />
<br /> </span></div><div><span class="fullpost">Untuk mencapai hal tersebut, agama telah menganjurkan sejumlah perkara agar si mungi terjaga dari setan, juga demi terjaganya kesehatannya. Adapun perkara-perkara tersebut adalah sebagai berikut:
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><b>1. Merasa bahagia Dengan kelahirannya, baik dia anak laki maupun perempuan.</b>
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost">Seorang anak adalah karunia Alloh SWT, bahkan termasuk kenikmatan terbesar yang Alloh berikan kepada hambanya.oleh karena itu sudah sepatutnya kita merasa bahagia dan bersyukur dengan kelahiran anak tersebut.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Adapun anak yang dilahirkan itu, lelaki atau perempuan, sama saja di sisi Alloh SWT. Pilihannya adalah yang terbaik, karena kita tidak tahu mana yang terbaik di antara keduanya. Dalam kenyataannya, ada orang tua, misalnya, sampai tidak mengharapkan anak laki-laki karena akan durhaka ( seperti legenda malin kundang Red.).sebaliknya betapa banyak orang tua ber syukur, misalnya karena anak perempuannya membawa banyak kebaikkan. Bahkan diriwayatkan oleh para mufassirin, dalam tafsir ayat yang menceritakan anak yang di bunuh Khidhir AS, setelah itu ia berkata, “ Alloh akan menggantikan anak yang kubunuh dengan anak yang baik” ternyata anak anak yang dilahirkan kemudian adalah seorang anak perempuan yang di kemudian hari melahirkan 70 nabi dari keturunannya.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost">Sebagian orang merasa tidak senang dengan kelahiran anak perempuan dan itu merupakan adat jahiliyah, Sebagaimana firman Alloh SWT :
<br />
<br /><div style="text-align: right;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwYelDU921mx2hKt8PAHkyoZzhyphenhyphen1ccjo01v1u9rfMqkBK39W-F556NpOPQnROk08Ef9WPk4F0h5JFYsa_EHPSgJ79JV5ojTAG7IR_LARFTc9BYYwpizI2Clnn_4s1ls2WVGqs2ctLE84o/s1600/New+Picture.png" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhwYelDU921mx2hKt8PAHkyoZzhyphenhyphen1ccjo01v1u9rfMqkBK39W-F556NpOPQnROk08Ef9WPk4F0h5JFYsa_EHPSgJ79JV5ojTAG7IR_LARFTc9BYYwpizI2Clnn_4s1ls2WVGqs2ctLE84o/s400/New+Picture.png" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5639779889125491554" style="cursor: pointer; width: 400px; height: 41px; " /></a></div>
<br /></span><span class="fullpost"><i>wa-idzaa busysyira ahaduhum biluntsaa zhalla wajhuhu muswaddan wahuwa kazhiim (58)
<br /></i><div style="text-align: right;">
<br /></div><div style="text-align: right;">
<br /></div></span></div><div></div><div></div><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIt8MSGrvpV-i2lt0vhiy7fvf-rPsHk-I9mo2qY__S2H04XWh2dr8iGBvB7gMelCAHb6C7BORXnzT2Q5XEHqwwWvZkNf0JGFGhKr-tVsIE7S4k-nGN5zDPmwBpyll9qq-lpHFuH1Dkqlo/s1600/New+Picture+%25281%2529.png" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhIt8MSGrvpV-i2lt0vhiy7fvf-rPsHk-I9mo2qY__S2H04XWh2dr8iGBvB7gMelCAHb6C7BORXnzT2Q5XEHqwwWvZkNf0JGFGhKr-tVsIE7S4k-nGN5zDPmwBpyll9qq-lpHFuH1Dkqlo/s400/New+Picture+%25281%2529.png" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5639780122978793682" style="cursor: pointer; width: 400px; height: 71px; " /></a></span></div><div><span class="fullpost">
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><i>yatawaaraa mina lqawmi min suu-i maa busysyira bihi ayumsikuhu 'alaa huunin am yadussuhu fii tturaabi laa saa-a maa yahkumuun(59)
<br /></i>
<br /><i>“ Dan apabila seseorang dari mereka diberi kabar dengan (kelahiran) anak perempuan, hitamlah (merah padamlah) mukanya, dan dia sangat marah. Ia menyembunyikan dirinya dari orang banyak, disebabkan buruknya berita yang disampaikan kepadanya. Apakah dia akan memeliharanya dengan menanggung kehinaan ataukah akan menguburkannya ke dalam tanah (hidup-hidup)? Ketahuilah, alangkah buruknya apa yang mereka tetapkan itu”.(QS. An-Nahl(16):58-59).</i>
<br />
<br /><b>2. Mengucapkan selamat atas kelahiran anak (Tahni’ah )</b>
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Memberikan ucapan selamat merupakan suatu hal yang menyenangkan hati orang lain, karena agama mensunahkan untuk mengucapkan selamat kepada orangtua anak yang baru dilahirkan, Sebagaimana Alloh memberi ucapan selamat kepada Nabi Zakariya As dan Nabi Ibrahim AS, “ Hai Zakariya AS, sesungguhnya kami member kabar gembira kepadamu akan (beroleh) anak yang namanya Yahya, yang sebelumnya kami belum menciptakan yang serupa dengan dia.”
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Sedangkan sebaik-baiknya ucapan selamat kepada orang tua yang bahagia atas kelahiran anaknya adalah yang diriwayatkan Imam Hasan Al-Basri:
<br /><span class="Apple-style-span" >
<br /></span></span></div><div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" >بُورِكَ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ ، وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ رُشدَهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ</span></div><span class="fullpost">
<br /> </span></div><div><span class="fullpost"><i>Semoga Alloh memberkatimu pada anak tersebut, semoga enggkau mensyukuri Dzat yang memberikan anak tersebut, dan semoga Alloh membesarkan anak tersebut dengan kebaikan dan menjadikannya berbakti kepadamu.</i>
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><b>3. Mengumandangkan Adzan dan Iqomah</b>
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Di antara hal yang disunahkan adalah mengumandangkan adzan di telinga kanan dan iqomah di telinga kirinya, sebagaimana yang di lakukan Rosululloh SAW kepada Al-Hasan dan Al-Husain Radiyallohu ‘Anhuma.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><b>4. Melakukan Tahnik dengan kurma atau yang lainnya
<br /></b>
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Diantara yang disunahkan untuk dilakukan kepada bayi yang baru dilahirkan adalah tahnik dengan meminta kepada orang alimatau orang sholih untuk mengunyah sampai halus buah kurma atau yang lainnya kemulut si bayi, demi mengharapkan berkahnya orang alimatau orang sholih tersebut, sebagaimana dilakukan Rasululloh SAW kepada sahabat Abdullah bin Zubair RA.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><b>5. Melaksanakan Aqiqah</b>
<br />
<br /></span></div><div><div style="text-align: left;"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Aqiqah adalah menyembelih kambing,yaitu dua ekor kambing jika bayinya laki-laki dan seekor kambing jika bayinya perempuannya, sebagai tanda syukur kita kepada Alloh atas kelahiran anak tersebut dan juga berdasarkan Hadist Nabi SAW:</div><span class="fullpost" ><div style="text-align: right; ">
<br /></div></span></div><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" >عن سليمان بن عامر الضبي رضي الله عنه قال : سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول : مع الغلام عقيقة، فأهرقوا عنه دما وأمطوا </span></div><div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" >عنه الأذى (رواه البخاري</span></div><span class="fullpost"><div style="text-align: right;"><i>
<br /></i></div></span></div><div><span class="fullpost"><i>Dari sulaiman bin Amir Adh-Dhabbi RA, ia berkata, “ Aku mendengar Rasululloh SAW bersabda, ‘Bersama kelahiran seorang anak adalah aqiqah, maka tumpahkannlah untuknya darah dan bersihkan kotorannya.’” (HR Al-Bukhari)</i>
<br />
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Dan lebihbaik dilakukan aqiqah setelah tujuh hari dari kelahirannya atau 21 hari atau 40 hari, dan jika belum sempat kapan saja walaupun anak itu sudah besar atau sudah meninggal.
<br />
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Dan bagi yang tidak mampu menyembelih kambing, tidak mengapa ikut pendapat Ibnu Abbas RA yakni : Dalam aqiqah yang penting menumpahkan darah walaupun seekor angsa atau ayam, dan tidak mengapa aqiqah itu dilakukan bersamaan qurban (menembelih kambing dengan niat qurban sekaligus aqiqah)
<br />
<br /><b>6. Memilih nama yang baik bagi bayi</b>
<br />
<br />Sunah ketika bayi tersebut lahir agar kita segera kita member nama, dengan nama-nama yang baik dan islami, sebagaimana Rasullulloh SAW bersabda:
<br /><span class="Apple-style-span" >
<br /></span><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" >إنكم ستدعون يوم القيامة بأسمائكم وأسماء آبائكمفحسنوا أسمائكم (رواه أبو داود</span></div>
<br />
<br /><i>Kamu Sekalian Nanti di hari Kiamat akan dipanggil dengan nama kalian dan nama ayah kalian maka baguskanlah nama-nama kalian (HR Abu Dawaud)</i>
<br />
<br /><b>7. Mengkhitan anak
<br /></b>
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Menyunat anak baik laki-laki maupun perempuan, hukumnya wajib, dalam madzhab Imam Syafi’i dengan dalil hadis nabi SAW :
<br /><span class="Apple-style-span" >
<br /></span></span></div><div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" >إذا التقى الحتنان فقد وجب الغسل (رواه الترمذى</span></div><span class="fullpost">
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Imam Syafi’i mengatakan, istinbath (memetik hokum) dari kata-kata rosululloh SAW “ du hal yang di khitan” berarti perempuanpun wajib dikhitan. Adapun yang wajib di khitan bagi laki-laki kulit yang menutupi penis (kepala zakar) sedang bagi perempuan memotong sedikit dari ujung klitorisnya.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><b>8. Membaca surah Al-Ikhlas dan Al-Qodar</b>
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost">Di riwayatkan oleh para ulama jika dibacakan surat Al-Ikhlas di telinga kanan dan Al-Qodar di telinga kiri sang bayi, si anak dengan izin Alloh, tidak pernah melakukan zina sepanjang hidupnya.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><b>9. Menggundul kepalanya</b>
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Diantara hal yang disunahkan terhadap bayi yang baru lahir adalah mencukur bayi sampai botak atau mencukur sebagian kemudian bersedekah senilai emas seberat rambut yang dipotong. Jadi jika berat rambutnya satu gram, sedekah yang dikeluarkan sharga emas satu gram begitu seterusnya. Sebagaimana diriwayatkan dalam hadis:<span class="Apple-style-span" style="font-family: 'Traditional Arabic'; line-height: 48px; background-color: rgb(255, 255, 255); "><i><span style="line-height: 150%; font-family: Verdana, sans-serif; background-image: initial; background-attachment: initial; background-origin: initial; background-clip: initial; background-color: white; background-position: initial initial; background-repeat: initial initial; "><o:p> </o:p></span></i></span><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" style="line-height: 48px; background-color: rgb(255, 255, 255); "><span class="Apple-style-span" >أنه صلى الله عليه وسلم أمر فاطمة رضي الله عنها فقال : زني شعر الحسين وتصدقي بزنته دهبا واعطي القابلة رجل العقيقة (رواه الحاكم</span></span></div></span></div><div><span class="fullpost"><div style="text-align: right;">
<br /></div></span></div><div><span class="fullpost"><i>Rosululloh SAW memerintahkan Fathimah RA, seraya berkata, Timbangkanlah rambut Al-Husain, dan bersedekahlah emas seberat rambut itu dan berikanlah kaki kambing aqiqah kepada orang yang membantu melahirkan,” (HR Al-Hakim).
<br />
<br /></i></span></div><div><div style="text-align: center;">Demikian kesunahan-kesunahan untuk menyambut kelahiran si-Mungil.</div><span class="fullpost"><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span">
<br /></span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" >
<br /></span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" >بَارَكَ اللهُ لَكَ فِي الْمَوْهُوْبِ لَكَ، وَشَكَرْتَ الْوَاهِبَ، وَبَلَغَ أَشُدَّهُ، وَرُزِقْتَ بِرَّهُ. وَيَرُدُّ عَلَيْهِ الْمُهَنَّأُ فَيَقُوْلُ: بَارَكَ اللهُ لَكَ وَبَارَكَ عَلَيْكَ، وَجَزَاكَ اللهُ خَيْرًا، وَرَزَقَكَ اللهُ مِثْلَهُ، وَأَجْزَلَ ثَوَابَكَ.</span></div><div style="text-align: right;">
<br /></div><div style="text-align: left;"><i>“Semoga Allah memberkahimu dalam anak yang diberikan kepadamu. Kamu pun bersyukur kepada Sang Pemberi, dan dia dapat mencapai dewasa, serta kamu dikaruniai kebaikannya.” Sedang orang yang diberi ucapan selamat membalas dengan mengucapkan: “Semoga Allah juga memberkahmu dan melimpahkan kebahagiaan untukmu. Semoga Allah membalasmu dengan sebaik-baik balasan, mengaruniakan kepadamu sepertinya dan melipatgandakan pahalamu.” [Lihat Al-Adzkar karya al-Imam An-Nawawi hal. 349 dan Shahih Al-Adzkar lin Nawawi]</i></div><div style="text-align: left;">
<br /></div><div style="text-align: center;">Alloh 'Alamu bishawab</div></span></div><div></div><div></div><div></div><div></div>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-42442780517269058062011-08-11T18:06:00.000-07:002011-08-11T18:16:12.440-07:00INILAH CARA, RAHASIA MEDIS DAN MANFAAT “TAHNIK BAYI” ( Mengunyahkan lumatan kurma ke langit-langit mulut bayi yang baru lahir )<div style="text-align: center;"><a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivemEQt-UwBnRp_wC9B9ratcHbYDM0PHslLD_9gyxwQ_bz6AOqoR7c6__MtXXU2UDKlNEjDTL92vLmLGuW0gU78KHaziss03hjqvPb_YHe3oyzO8HSxTPtj2v20sLH0KOZYZUx_HiKNW0/s1600/images.jpg" onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}"><img style="cursor:pointer; cursor:hand;width: 240px; height: 180px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEivemEQt-UwBnRp_wC9B9ratcHbYDM0PHslLD_9gyxwQ_bz6AOqoR7c6__MtXXU2UDKlNEjDTL92vLmLGuW0gU78KHaziss03hjqvPb_YHe3oyzO8HSxTPtj2v20sLH0KOZYZUx_HiKNW0/s400/images.jpg" border="0" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5639770282970143330" /></a></div><div style="text-align: center;"><i><span class="Apple-style-span" >(ilustrasi tahnik)</span></i></div>
<br /><div style="text-align: center;">Dr.Abu Hana | أبو هـنـاء ألفردان | pada Pengobatan Nabawi (أ لطب النبوي).</div>
<br /><b>TAHNIK BAYI DAN KANDUNGAN MUKJIZAT NABI </b>
<br />
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Tahnik artinya mengunyahkan kurma ke mulut bayi yang baru lahir dengan cara mengerakkannya ke kanan dan ke kiri secara lembut. Ini merupakan sunnah sebagaimana tersebut dalam beberapa hadits. Dianjurkan agar yang melakukan tahnik adalah orang yang memiliki keutamaan, dikenal sebagai orang yang baik dan berilmu. Dan hendaklah ia mendo’akan kebaikan (barakah) bagi bayi tersebut.<span class="fullpost">
<br />
<br /></span><div><span class="fullpost">Dalam Islam, anak tidak hanya dipelihara sejak setelah lahir semata, bahkan bahkan sejak seseorang berfikir akan menikah!!! Nabi Shalallaahu ‘alaihi wasallam telah bersabda agar kita memilih pasangan atau isteri yang shalihah (baik).
<br />
<br /><b>Sejumlah hadits tentang tahnik</b>
<br />
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Iman Bukhari dalam Shahih-nya men-takhrij hadits dari Asma’ binti Abi Bakr
<br />Dari Asma binti Abi Bakar Ash-Shiddiq ketika ia sedang mengandung Abdullah bin Az-Zubair di Makkah, ia berkata, “Aku keluar dalam keadaan hamil menuju kota Madinah. Dalam perjalanan aku singggah di Quba dan di sana aku melahirkan. Kemudian aku mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dan meletakkan anakku di pangkuan beliau. Beliau meminta kurma lalu mengunyahnya dan meludahkannya ke mulut bayi itu, maka yang pertama kali masuk ke kerongkongannya adalah ludah Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Setelah itu beliau mentahniknya dengan kurma dan mendo’akan barakah baginya. Lalu Allah memberikan barakah kepadanya (bayi tersebut).” [Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5469 Fathul Bari), Muslim (2146, 2148 Nawawi), Ahmad (6247) dan At-Tirmidzi (3826)]
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Dalam shahihain -Shahih Bukhari dan Muslim- dari Abu Musa Al-Asy’ariy, “Anakku lahir, lalu aku membawa dan mendatangi Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam, lalu beliau Shalallaahu alaihi wasalam memberinya nama Ibrahim dan kemudian men-tahnik-nya dengan kurma.” dalam riwayat Imam Bukhari ada tambahan: “maka beliau Shalallaahu ‘alaihi wasallam mendoakan kebaikan dan memdoakan keberkahan baginya, lalu menyerahkan kembali kepadaku.”
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost">Diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dari hadits Abu Burdah dari Abu Musa, dia berkata,
<br /><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" >
<br /></span></div><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" >وُلِدَ لِى غُلاَمٌ فَأَتَيْتُ بِهِ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- فَسَمَّاهُ إِبْرَاهِيمَ وَحَنَّكَهُ بِتَمْرَةٍ</span></div>
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>“Pernah dikaruniakan kepadaku seorang anak laki-laki, lalu aku membawanya ke hadapan Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka beliau memberinya nama Ibrahim dan mentahniknya dengan sebuah kurma.”[Dikeluarkan oleh Al-Bukhari (5467 Fathul Bari) Muslim (2145 Nawawi), Ahmad (4/399), Al-Baihaqi dalam Al-Kubra (9/305) dan Asy-Syu’ab karya beliau (8621, 8622)]
<br />Al-Bukhari menambahkan, “Dan beliau mendo’akan keberkahan baginya seraya menyerahkannya kembali kepadaku.” Dan dia adalah anak tertua Abu Musa Radhiyallahu ‘anhu.
<br />Dari Anas Radhiyallahu ‘anhu, dia berkata:
<br /><span class="Apple-style-span" >
<br /></span><div style="text-align: right;"><span class="Apple-style-span" >كَانَ ابْنٌ ِلأَبِي طَلْحَةَ يَشْتَكِي، فَخَرَجَ أَبُو طَلْحَةَ فَقُبِضَ الصَّبِيُّ فَلَمَّا رَجَعَ أَبُو طَلْحَةَ قَالَ: مَا فَعَلَ الصَّبِيُّ؟ قَالَتْ أُمُّ سُلَيْمٍ: هُوَ أَسْكَنُ مِمَّا كَانَ. فَقَرَّبَتْ إِلَيْهِ الْعَشَاءَ، فَتَعَشَّى ثُمَّ أَصَابَ مِنْهَا، فَلَمَّا فَرَغَ قَالَتْ: وَارِ الصَّبِيَّ. فَلَمَّا أَصْبَحَ أَبُو طَلْحَةَ أَتَى رَسُولَ اللهِ فَأَخْبَرَهُ فَقَالَ: أَعْرَسْتُمُ اللَّيْلَةَ؟ قَالَ: نَعَمْ، قَالَ: اَللّهُمَّ بَارِكْ لَهُمَا. فَوَلَدَتْ غُلاَمًا قَالَ لِي أَبُو طَلْحَةَ: اِحْمَلْهُ حَتَّى تَأْتِيَ بِهِ النَّبِيَّ فَقَالَ: أَمَعَهُ شَيْءٌ؟ قَالُوا: نَعَمْ تَمَرَاتٌ. فَأَخَذَهَا النَّبِيُّ فَمَضَغَهَا ثُمَّ أَخَذَ مِنْ فِيهِ فَجَعَلَهَا فِي الصَّبِيِّ وَحَنَّكَهُ بِهِ وَسَمَّاهُ عَبْدَ اللهِ</span></div>
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>“Seorang anak Abu Thalhah merasa sakit. Lalu Abu Thalhah keluar rumah sehingga anaknya itu pun meninggal dunia. Setelah pulang, Abu Thalhah berkata, ‘Apa yang dilakukan oleh anak itu?’ Ummu Sulaim menjawab, ‘Dia lebih tenang dari sebelumnya.’ Kemudian Ummu Sulaim menghidangkan makan malam kepadanya. Selanjutnya Abu Thalhah mencampurinya. Setelah selesai, Ummu Sulaim berkata, ‘Tutupilah anak ini.’ Dan pada pagi harinya, Abu Thalhah mendatangi Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam seraya memberitahu beliau, maka beliau bertanya, “Apakah kalian bercampur tadi malam?’ ‘
<br />Ya,’ jawabnya. Beliau pun bersabda, ‘Ya Allah, berikanlah keberkahan kepada keduanya.’
<br />Maka Ummu Sulaim pun melahirkan seorang anak laki-laki. Lalu Abu Thalhah berkata kepadaku (Anas bin Malik), ‘Bawalah anak ini sehingga engkau mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam.’
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost">Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam bertanya, ‘Apakah bersamanya ada sesuatu (ketika di bawa kesini?’ Mereka menjawab, ‘Ya. Terdapat beberapa buah kurma.’
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengambil buah kurma itu lantas mengunyahnya, lalu mengambilnya kembali dari mulut beliau dan meletakkannya di mulut anak tersebut kemudian mentahniknya dan memberinya nama ‘Abdullah.” [HR. Muttafaq ‘alaih]
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Dari Anas bin Malik Radhiyallahu ‘anhu ia berkata: “Aku pergi membawa Abdullah bin Abi Thalhah kepada Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam ketika ia baru dilahirkan. Aku mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang ketika itu sedang mencat seekor untanya dengan ter. Beliau bersabda kepadaku “Adakah kurma bersamamu?”. Aku jawab, “Ya (ada)”. Beliau lalu mengambil bebeberapa kurma dan memasukkannya ke dalam mulut beliau, lalu mengunyahnya sampai lumat. Kemudian beliau mentahniknya, maka bayi itu membuka mulutnya. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam kemudian memasukkan kurma yang masih tersisa di mulut beliau ke mulut bayi tersebut, maka mulailah bayi itu menggerak-gerakan ujung lidahnya (merasakan kurma tersebut). Melihat hal itu Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Kesukaan orang Anshar adalah kurma”. Lalu beliau menamakannya Abdullah.” [Dikeluarkan oleh Al-bukhari (5470 Fathul Bari), Muslim (2144 Nawawi), Abu Daud (4951), Ahmad (3/105-106) dan lafadh ini menurut riwayat Ahmad dan diriwayatkan juga oleh Al-baihaqi dalam Asy-Syu’ab (8631)]
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Hadits-hadits di atas kiranya cukup untuk menerangkan sunnahnya tahnik ini dan kiranya cukup untuk menghasung kita bersegera melaksanakannya.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Berkata Imam Nawawi dalam Syarhu Muslim (14/372): “Dalam hadits-hadits ini ada faidah, di antaranya: Dianjurkan mentahnik anak yang baru lahir, dan ini merupakan sunnah dengan ijma’. Hendaknya yang mentahnik adalah orang yang shalih dari kalangan laki-laki atau wanita. Tahnik dilakukan dengan kurma dan ini mustahab, namun andai ada yang mentahnik dengan selain kurma maka telah terjadi perbuatan tahnik, akan tetapi tahnik dengan kurma lebih utama. Faidah lain diantaranya menyerahkan pemberian nama untuk anak kepada orang yang shalih, maka ia memilihkan untuk si anak nama yang ia senangi.” [Dinukil dengan sedikit perubahan]
<br />Akan tetapi tidak ada diriwayatkan dari sunnah kecuali tahnik denan kurma sebagaimana telah lewat penyebutannya tentang tahnik Ibrahim bin Abi Musa, Abdullah bin Az-Zubair dan Abdullah bin Abu Thalhah, maka tidak pantas mengambil yang lain.
<br />
<br /><b>Penjelasan Ilmiah </b>
<br />
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Ulama telah berbicara tantang hikmah yang terkandung dalam tahnik dan ada beberapa pendapat yang mereka sebutkan dan mereka berselisih (berbeda pendapat tentang hikmahnya). Namun tidak ada satu pun dari mereka yang memiliki sandaran dalil syar’i.
<br />Berkata Imam Al-Aini dalam Umdatul Qari: “Bila engkau bertanya apa hikmah tahnik? Aku jawab: Berkata sebagian mereka: Tahnik dilakukan sebagai latihan makan bagi bayi hingga ia kuat. Sungguh aneh ucapan ini dan betapa lemahnya … dimana letaknya waktu makan bagi bayi dibanding waktu tahnik yang dilakukan ketika anak baru dilahirkan, sedangkan secara umum anak baru dapat makan-makanan setelah berusia kurang lebih dua tahun.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Sebenarnya hikmah tahnik adalah untuk pengharapan kebaikan bagi si anak dengan keimanan, karena kurma adalah buah dari pohon yang disamakan oleh Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam dengan seorang mukmin dan juga karena manisnya. Lebih-lebih bila yang mentahnik itu seorang yang memiliki keutamaan, ulama dan orang shalih, karena ia memasukkan air ludahnya ke dalam kerongkongan bayi. Tidaklah engkau lihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam tatkala mentahnik Abdullah bin Az-Zubair, dengan barakah air ludah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam Abdullah telah menghimpun keutamaan dan kesempurnaan yang tidak dapat digambarkan. Dia seorang pembaca Al-Qur’an, orang yang menjaga kemuliaan diri dalam Islam dan terdepan dalam kebaikan. [Umdatul Qari bi Syarhi Shahih Al-Bukhari (21/84) oleh Al-Aini]
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Kami katakan: Ini adalah ludahnya Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam adapun selain beliau maka tidak boleh bertabarruk dengan air ludahnya.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Ilmu kedokteran telah menetapkan faedah yang besar dari tahnik ini, yaitu memindahkan sebagian mikroba dalam usus untuk membantu pencernaan makanan. Namun sama saja, apakah yang disebutkan oleh ilmu kedokteran ini benar atau tidak benar, yang jelas tahnik adalah sunnah mustahab yang pasti dari Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam, inilah pegangan kita bukan yang lainnya dan tidak ada nash yang menerangkan hikmahnya. Maka Allah lah yang lebih tahu hikmahnya.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Sesungguhnya kandungan zat gula “glukosa” dalam darah bayi yang baru lahir adalah sangat kecil, dan jika bayi yang lahir beratnya lebih kecil maka semakin kecil pula kandungan zat gula dalam darahnya.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Oleh karena itu, bayi prematur (lahir sebelum dewasa), beratnya kurang dari 2,5 kg, maka kandungan zat gulanya sangat kecil sekali, dimana pada sebagian kasus malah kurang dari 20 mg/100ml darah. Adapun anak yang lahir dengan berat badan di atas 2,5 kg maka kadar gula dalam darahnya biasanya di atas 30 mg/100 ml.
<br />Kadar semacam ini berarti (20 atau 30 mg/100 ml darah) merupakan keadaan bahaya dalam ukuran kadar gula dalam darah. Hal ini bisa menyebabkan terjadinya berbagai penyakit:
<br />Bayi menolak untuk menyusui;
<br />Otot-otot melemas;
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost">Berhenti secara terus-menerus aktivitas pernafasan dan kulit bayi menjadi kebiruan;
<br />Kontraksi atau kejang-kejang;
<br />Dan terkadang bisa juga menyebabkan sejumlah penyakit yang berbahaya dan lama, seperti:
<br />Insomnia;
<br />Lemah otak;
<br />Gangguan syaraf;
<br />Gangguan pendengaran, penglihatan, atau keduanya;
<br />Kejang-kejang secara berkepanjangan dan kronis.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Apabila hal-hal di atas tidak segera ditanggulangi atau diobati maka bisa menyebabkan kematian. Padahal obat untuk itu adalah sangat mudah, yaitu memberikan zat gula yang berbentuk glukosa melalui infus, baik lewat mulut, maupun pembuluh darah.
<br />
<br /><b>Pembahasan
<br /></b>
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Sesungguhnya perbuatan Rasulullah Shalallaahu alaihi wasalam men-tahnik bayi-bayi yang baru lahir dengan kurma setelah dilumatkan dan kemudian memasukkannya ke mulut bayi, kemudian men-tahnik-nya (mengolehkan lumatan kurma di langit-langit mulut) adalah memiliki hikmah yang agung. Sebab, kurma memiliki kandungan gula “glukosa” dalam jumlah yang banyak, khususnya setelah dilumatkan dimulut sehingga bercampur dengan air liur, diman air liur mengandung sejumlah enzim khusus yangbisa mengubah glukosa menjadi gula asal. Air liur juga bisa melumatkan zat-zat gula. Sehingga bayi yang baru lahir bias mencerna kurma lembut itu dengan baik.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Dan karena mayoritas atau bahkan semua bayi membutuhkan zat gula dalam bentuk “glukosa” seketika setelah lahir, maka memberikan kurma yang sudah dilumat bias menjauhkan sang bayi -dengan izin Allah Subhannahu wa Ta’ala – dari kekurangan kadar gula yang berlipat-lipat.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Sesungguhnya disunnahkannya tahnik kepada bayi adalah obat sekaligus tindakan preventif yang memiliki fungsi penting yang sangat, dan ini adalah mukjizat kenabian Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam secara medis dimana sejarah kemanusiaan tidak pernah mengetahui hal itu sebelumnya, bahkan kini manusia tahu bahayanya kekurangan kadar glukosa dalam darah bayi.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Dan sesungguhnya bayi yang baru lahir, apalagi jika lahir premature, tanpa diragukan lagi sangat membutuhkan solusi cepat, yaitu memberikan zat gula. Dan rumah sakit-rumah sakit pun kini memberikan kepada bayi dan anak-anak glukosa agar dihisap oleh sang bayi atau anak kecil langsung setelah lahir, kemudian baru setelah itu, mulailah sang ibu menyusuinya.
<br />Sesungguhnya hadits-hadits Nabi Shalallaahu alaihi wasalam yang mulia yang berkenaan dengan tahnik menjadi pintu pembuka cakrawala pengetahuan dunia dalam hal menjaga dan merawat anak atau bayi, khususnya bayi lahir premature.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Prematur adalah diantara penyakit yang sangat berbahaya, karena sang bayi memiliki kandungan kadar gula glukosa yang sangat kecil dalam darahnya. Jika diberikan kepadanya zat gula yang siap diserap olehnya, maka itu adalah solusi yang terbaik dan selamat dalam keadaan darurat semacam ini. Tahnik kurma juga sekaligus menjadi mukjizat kenabian Muhammad Shalallaahu alaihi wasalam secara medis, padahal hal itu tidak pernah diketahui sebelumnya, baik pada zaman beliau hidup ataupun pada zaman-zaman sekarang, kecuali setelah dilakukannya sejumlah penelitian pada abad 20-an ini.
<br />
<br /><b>Pelajaran Penting Tentang Tahnik</b>
<br />
<br /><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Pertama: Para ulama sepakat tentang disunnahkannya (dianjurkannya) mentahnik bayi yang baru lahir dengan kurma. Jadi tahnik dilakukan di hari pertama.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Kedua: Jika tidak mendapati kurma untuk mentahnik, maka bisa digantikan dengan yang lainnya yang manis-manis.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Ketiga: Cara mentahnik adalah orang yang mentahnik mengunyah kurma hingga agak cair dan mudah ditelan, lalu ia membuka mulut si bayi, lalu ia menggosokkan kunyahan kurma tadi di langit-langit mulutnya sehingga si bayi akan mencernanya ke dalam kerongkongannya.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Keempat: Hendaknya yang melakukan tahnik adalah orang sholih sehingga bisa diminta do’a keberkahannya, terserah yang mentahnik tersebut laki-laki atau perempuan. Jika orang sholih tersebut tidak hadir, maka hendaklah bayi tersebut yang didatangkan ke orang sholih tersebut.
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Mengenai yang mentahnik boleh seorang wanita sebagaimana dijelaskan oleh Ibnul Qayyim bahwa Imam Ahmad bin Hambal ketika lahir salah satu bayinya, beliau menyuruh seorang wanita untuk mentahnik bayinya tersebut
<br />
<br /></span></div><div><span class="fullpost"><span class="Apple-tab-span" style="white-space:pre"> </span>Ada ulama yang memberi penjelasan urutan makanan yang dijadikan bahan untuk mentahnik: tamr (kurma kering); kalau tidak ada, barulah rothb (kurma basah); kalau tidak ada, barulah makanan manis yaitu yang jadi pilihan adalah madu; dan setelah itu adalah makanan yang tidak disentuh api.
<br />
<br /><i>Sumber:</i>
<br />
<br /><i>Makalah Dr. Muhammad ‘Ali Al-Bari, dalam Majalah Al-I’jaaz Al-Ilmiy No. 04Kitab Ahkamul Maulud Fi Sunnatil Muthahharah edisi Indonesia Hukum Khusus Seputar Anak Dalam Sunnah Yang Suci, Penulis Salim bin Ali bin Rasyid Asy-Syubli Abu Zur’ah dan Muhammad bin Khalifah bin Muhammad Ar-Rabah, Penerjemah Ummu Ishaq Zulfa bint Husain, Penerbit Pustaka Al-Haura.Beberapa sumber lainnya.</i>
<br />
<br /><i>di kutip dari http://kaahil.wordpress.com</i>
<br />
<br /></span></div>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-39823906050545862102011-03-16T01:06:00.000-07:002011-03-16T01:11:33.145-07:00Hukum Memegang Tongkat bagi Khotib<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLZoXZyCsYwRrPO9BiMfXmQ1Q9Z7WanbAbbiSDLAJ3L_oHiyentNK43eDbG91ReddE2WIfrMBe-Np3ifDbJ-4NgMMlb3xWlqna8WgdCd6b4oR79I3cM2P-_VoIzwrTjGdrx-yV7auSggI/s1600/images.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 205px; height: 153px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgLZoXZyCsYwRrPO9BiMfXmQ1Q9Z7WanbAbbiSDLAJ3L_oHiyentNK43eDbG91ReddE2WIfrMBe-Np3ifDbJ-4NgMMlb3xWlqna8WgdCd6b4oR79I3cM2P-_VoIzwrTjGdrx-yV7auSggI/s320/images.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5584587162266518818" border="0" /></a><span style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;">ilustrasi khutbah jum'at</span></span><br /></div><br />Jumhur (mayoritas) ulama fiqh mengatakan bahwa sunnah hukumnya bagi khatib memegang tongkat dengan tangan kirinya pada saat membaca khutbah. Dijelaskan oleh Imam Syafi'i di dalam kitab al-Umm:<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">قَالَ الشَّافِعِيُّ رَحِمَهُ اللهُ تَعَالَى) بَلَغَنَا أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ اِعْتَمَدَ عَلَى عَصَى. وَقَدْ قِيْلَ خَطَبَ مُعْتَمِدًا عَلَى عُنْزَةٍ وَعَلَى قَوْسٍ وَكُلُّ ذَالِكَ اِعْتِمَادًا. أَخْبَرَنَا الرَّبِيْعُ قَالَ أَخْبَرَنَا الشَّافِعِيُّ قَالَ أَخْبَرَناَ إِبْرَاهِيْمُ عَنْ لَيْثٍ عَنْ عَطَاءٍ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا خَطَبَ يَعْتَمِدُ عَلَى عُنْزَتِهِ اِعْتِمَادًا</span><br /></div><br /><span class="fullpost"><br />Imam Syafi'i RA berkata: Telah sampai kepada kami (berita) bahwa ketika Rasulullah saw berkhuthbah, beliau berpegang pada tongkat. Ada yang mengatakan, beliau berkhutbah dengan memegang tongkat pendek dan anak panah. Semua benda-benda itu dijadikan tempat bertumpu (pegangan). Ar-Rabi' mengabarkan dari Imam Syafi'i dari Ibrahim, dari Laits dari 'Atha', bahwa Rasulullah SAW jika berkhutbah memegang tongkat pendeknya untuk dijadikan pegangan". (al-Umm, juz I, hal 272)<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">عَنْ شُعَيْبِ بْنِ زُرَيْقٍ الطَائِفِيِّ قَالَ شَهِدْناَ فِيْهَا الجُمْعَةَ مَعَ رَسُوْلِ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَامَ مُتَوَكِّئًا عَلَى عَصَا أَوْقَوْسٍ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Dari Syu'aib bin Zuraidj at-Tha'ifi ia berkata ''Kami menghadiri shalat jum'at pada suatu tempat bersama Rasulullah SAW. Maka Beliau berdiri berpegangan pada sebuah tongkat atau busur". (Sunan Abi Dawud hal. 824).<br /><br />As Shan’ani mengomentari hadits terserbut bahwa hadits itu menjelaskan tentang “sunnahnya khatib memegang pedang atau semacamnya pada waktu menyampaikan khutbahnya”. (Subululus Salam, juz II, hal 59)<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">فَإِذَا فَرَغَ المُؤَذِّنُ قَامَ مُقْبِلاً عَلَى النَّاسِ بِوَجْهِهِ لاَ يَلْتَفِتُ يَمِيْنًا وَلاَشِمَالاً وَيُشْغِلُ يَدَيْهِ بِقَائِمِ السَّيْفِ أَوْ العُنْزَةِ وَالمِنْبَرِ كَيْ لاَ يَعْبَثَ بِهِمَا أَوْ يَضَعَ إِحْدَاهُمَا عَلَى الآخَرِ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Apabila muadzin telah selesai (adzan), maka khatib berdiri menghadap jama' ah dengan wajahnya. Tidak boleh menoleh ke kanan dan ke kiri. Dan kedua tangannya memegang pedang yang ditegakkan atau tongkat pendek serta (tangan yang satunya memegang) mimbar. Supaya dia tidak mempermainkan kedua tangannya. (Kalau tidak begitu) atau dia menyatukan tangan yang satu dengan yang lain". (Ihya' 'Ulum al-Din, juz I, hal 180)<br /><br />Hikmah dianjurkannya memegang tongkat adalah untuk mengikat hati (agar lebih konsentrasi) dan agar tidak mempermainkan tangannya. Demikian dalam kitab Subulus Salam, juz II, hal 59).<br />Jadi, seorang khatib disunnahkan memegang tongkat saat berkhutbah. Tujuannya, selain mengikuti jejak Rasulullah SAW juga agar khatib lebih konsentrasi (khusyu’) dalam membaca khuthbah. Wallahua’lam bishshawab. (Ngabdurrahman al-Jawi)<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-36312820787736607022011-03-16T00:48:00.000-07:002011-03-16T01:03:41.396-07:00Bau Kemenyan Disukai Nabi<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyJ4l_sgeLWy_B3vFVwC6uI9nPHHTCdsvpNH3ekGMSVITOwNAVpo5uyvtbwJD8QLhKlRXnxZAm24SUnbQJ_628DMPHxnsrRyqNj77YwqlWt0Y58PpM-B4TzAcmsca1Jd1BSoIngzDgCgM/s1600/images.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 176px; height: 128px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEjyJ4l_sgeLWy_B3vFVwC6uI9nPHHTCdsvpNH3ekGMSVITOwNAVpo5uyvtbwJD8QLhKlRXnxZAm24SUnbQJ_628DMPHxnsrRyqNj77YwqlWt0Y58PpM-B4TzAcmsca1Jd1BSoIngzDgCgM/s320/images.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5584584871134885506" border="0" /></a><span style="font-size:78%;"><span style="font-style: italic;">ilustrasi bakar kemenyan</span></span><br /></div><br />Sering kali kita jumpai pembakaran kemenyan di tempat-tempat tertentu (misalnya makam para wali). Dan juga sering dijumpai pada acara-acara tertentu (seperti doa sedekah bumi) yang dilakukan secara islami dengan menggunakan bahasa Arab. Bagi sebagian warga bau kemenyan diidentikan dengan pemanggilan roh, dan sebagian yang lain menganggapnya sebagai pengharum ruangan, dan ada pula yang merasa terganggu dengan bau kemenyan. Bagaimanakah sebenarnya hukum menggunkan kemenyan? Baik dalam kehidupan sosial bermasyarakat maupun dalam urusan beribadah?<br /><span class="fullpost"><br />Mengharumkan ruangan dengan membakar kemenyan, dupa, mustiki, setinggi kayu gaharu yang mampu membawa ketenangan suasana adalah suatu hal yang baik. Karena hal ini itba’ dengan Rasulullah saw. beliau sendiri sangat menyukai wangi-wangian, baik minyak wangi, bunga-bungaan ataupun pembakaran dupa. Hal ini turun temurun diwariskan oleh beliau kepada sahabat dan tabi’in. Hingga sekarang banyak sekali penjual minyak wangi dan juga kayu gaharu, serta dupa-dupaan di sekitar Masjid Nabawi dan Masjidil Haram.<br /><br />Beberapa hadits menerangkan tindakan sahabat yang menunjukkan kegemaran mereka terhadap wangi-wangian hal ini ditunjukkan dengan hadits:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">اذا جمرتم الميت فأوتروا</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ganjilkanlah (HR. Ibnu Hibban dan Alhakim)<br /><br />Addailami juga menerangkan<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">جمروا كفن الميت</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Artinya: Ukuplah olehmu kafan maayit<br /><br />Dan Ahmad juga meriwayatkan:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">اذا اجمرتم الميت فاجمرواه ثلاثا</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Artinya: Apabila kamu mengukup mayyit, maka ukuplah tiga kali<br /><br />Bahkan beberapa sahabat berwasiat agar kain kafan mereka diukup<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">أوصى أبوسعيد وابن عمر وابن عباس رضي الله عنهم ان تجمر اكفنهم بالعود</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Artinya: Abu Said, Ibnu Umar dan Ibnu Abbas ra. Berwasiat agar kain-kain kafan mereka diukup dengan kayu gaharu<br /><br />Bahkan Rasulullah saw. pernah bersabda<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:130%;"><span style="font-size:180%;">جنبوا مساجدكم صبيانكم وخصومتكم وحدودكم وشراءكم وبيعكم جمروها يوم جمعكم واجعلوا على ابوابها مطاهركم</span> <span style="font-size:180%;">(رواه الطبرانى</span></span></span></div><span class="fullpost"><br />Artinya; Jauhkanlah masjid-masjid kamu dari anak-anak kamu, dari pertengkaran kamu, pendarahan kamu dan jual beli kamu. Ukuplah masjid-masjid itu pada hari perhimpunan kamu dan jadikanlah pada pintu-pintunya itu alat-alat bersuci. (HR. Al-Thabrani).<br /><br />Hadits-hadits di atas sebenarnya menunjukkan betapa wangi-wangian adalah sesuatu yang telah mentradisi di zaman Rasulullah saw dan juga para sahabat. Hanya saja media wangi-wangian itu bergeser bersamaan dengan perkembangan zaman dan teknlogi. Sehingga saat ini kita merasa aneh dengan wangi kemenyan dan dupa. Padahal keduanya merupakan pengharum ruangan andalan pada masanya.<br /><br />Di satu sisi persinggungan dengan dunia pasar yang semakin bebas menyebabkan selera ‘wangi’ jadi bergeser. Yang harum dan yang wangi kini seolah hanya terdapat dalam parfum, bay fress dan fress room. Sedangkan bau kemenyan dan dupa malah diidentikkan dengan dunia klenik dan perdukunan.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-32276710391080198932010-10-09T20:52:00.000-07:002010-10-09T21:02:38.644-07:00Kitab Haji<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWYp7nFNoOd9RtfygYK-Q3skTcROsHYyneUUojqyxYdcU7GkozaebQGwDa60spbulbyei4T2gtU2zlmNRe3IuDsD-4yo0oxGEp-ASA9CV2A1EPZnSsUNthy0JbGyJuNMEUhKRKdqt9Plc/s1600/images.jpg"><img style="display: block; margin: 0px auto 10px; text-align: center; cursor: pointer; width: 325px; height: 190px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhWYp7nFNoOd9RtfygYK-Q3skTcROsHYyneUUojqyxYdcU7GkozaebQGwDa60spbulbyei4T2gtU2zlmNRe3IuDsD-4yo0oxGEp-ASA9CV2A1EPZnSsUNthy0JbGyJuNMEUhKRKdqt9Plc/s320/images.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5526261234635562034" border="0" /></a>Fikih Syafi'i<br />Oleh: Alhabib Shodiq bin Abubakar Baharun<br /></div><br />Haji menurut ahli bahasa adalah tujuan dan menurut ahli syara’ adalah seseorang yang menuju baitilah haram (ka’bah) untuk beribadah. Haji diperbolehkan bagi seseorang yang mampu dhohir dan batin, adapun fadhilah-fadhilahnya adalah sangat tinggi dan luas untuk kehidupan yang diharapkan seseorang, seperti yang disabdakan Nabi Muhammad S.A.W yang diriwayatkan Imam Bukhori dan Imam Muslim bahwa haji yang mabrur (yang diterima) tidak ada satu upah (balasan) yang bisa mencukupinya kecuali surganya ALLAH SWT, <span class="fullpost"> dan di hadist lain Rosullulah S.A.W bersabda (yang artinya) barang siapa yang melaksanakan haji dan dia tidak berbuat kotor dan kefasikan (perbuatan nista) maka dia akan dibersihkan oleh ALLAH SWT dari semua dosa-dosanya sehingga dia seperti anak yang baru lahir (bayi) hadist ini diriwayatkan oleh Imam Bukhori. Semoga kita sekeluarga diberi kesempatan oleh ALLAH SWT untuk melaksanakan haji yang benar dan berziarah ke makam Nabi kita Muhammad S.A.W amin, amin, amin ya robalalamin.<br /><br />Diperintahkanya haji pada tahun ke 6 Hijriyah dan sebagai Ulama’ berpendapat bahwa diperintahkanya haji pada tahun 9 Hijriyah.<br /><br /><br /><br />I.Syarat-syarat wajibnya haji diantaranya:<br /><br />1.Islam<br /><br />2.Baligh (dewasa)<br /><br />3.Berakal<br /><br />4.Merdeka (bukan budak/hamba sahaya)<br /><br />5.Mempunyai biaya untuk melaksanakan haji<br /><br />6.Dalam keadaan aman dalam melaksanakan haji (tidak ada bencana di daerahnya dan di Mekkah)<br /><br /><br />Yang dimaksud (5) mempunyai biaya yaitu mempunyai biaya untuk berkendaraan menuju Mekkah dan mempunyai semua perlengkapannya (makanan dan lain-lain) tidak berhutang atau meminta-minta kepada orang lain dan mempunyai kelebihan biaya untuk orang yang ditanggungnya seperti istri sebagai suami dan anak yang belum dewasa bagi orang tuanya.<br /><br /><br /><br />II.Rukun-rukunnya haji diantaranya:<br /><br />A.Ihram yaitu berniat untuk melaksanakan haji. Adapun niatnya yaitu ”nawaitu hajja wa ahramtu bihi lillahi ta’ala, labbaika allahumma bihajji” : (saya berniat melaksanakan haji dan berihram karena ALLAH)<br /><br /><br />Adapun sunnah-sunnahnya ihram diantaranya:<br /><br />1.Mencukur kumis dan merapikan jenggot bagi laki-laki.<br /><br />2.Mencukur bulu ketiak.<br /><br />3.Memotong kuku jari tangan dan kaki.<br /><br />4.Mencukur bulu-bulu disekitar kemaluan.<br /><br />5.Mandi tatkala mau berihram.<br /><br />6.Memakai pakaian ihram yang baru dan berwarna putih.<br /><br />7.Memakai alas kaki (sandal).<br /><br />8.Sholat sunnah 2 roka’at setelah berihram dan membaca Al-Ikhlas di kedua raka’atnya (setelah membaca Al-Fatihah).<br /><br />9.Bertalbiyah sacara pelan-pelan.<br />Talbiyah yaitu membaca ”labbaik allahumma labbaik, labbaik lasyarika laka labbaik innal hamida wal ni’mata laka wal mulka lasyarika laka”.<br /><br /><br /><br /><br />B.Wukuf di Arofah yaitu berhenti di padang Arofah walaupun sebentar saja dan waktunya dari tergelincirnya matahari tanggal 9 Dzulhijjah sampai fajar tanggal 10 Dzulhijjah.<br /><br /><br />Adapun sunnah-sunnahnya diantaranya:<br /><br />1.Mandi tatkala di Arofah.<br /><br />2.Memasuki Arofah setelah tergelincirnya matahari.<br /><br />3.Menjama’ sholat dhuhur dan ashar taqdiman (memajukan waktu ashar ke waktu dhuhur).<br /><br />4.Memperbanyak dzikir (tasbih, tahlil, membaca Al-Qur’an, bersholawat dan berdoa dengan khu’suk kalau bisa sampai menangis).<br /><br />5.Menghadap kiblat tatkala berdzikir dan dalam keadaan suci.<br /><br />6.Menuju jabal rohmah (nama bukit).<br /><br />7.Mengakhirkan sholat magrib ke isya’ dengan niatan jama’ takhir.<br /><br />8.Mempercepat menuju ke musdilifah setelah terbenamnya mega kuning.<br /><br /><br /><br />C.Thowaf yaitu mengelilingi (memutari) ka’bah sebanyak 7 kali.<br /><br />Adapun syarat-syaratnya thowaf diantaranya:<br /><br />1.Menutupi aurot (yaitu batas aurot laki dan perempuan dan kainnya harus tebal dan lebar sehingga tidak kelihatan warna kulit dan bentuk tubuhnya).<br /><br />2.Suci dari dua hadats (kecil dan besar).<br /><br />3.Suci dari najis yang berada di baju, badan dan tempat.<br /><br />4.Posisi thowaf, ka’bah berada di samping kiri.<br /><br />5.Memulai thowaf dari hajar aswad atau garis yang sejajar dengan hajar aswad.<br /><br />6.Dalam memulainya harus semua badan berada pas dihajar aswad atau garis lurusnya (kalau salah satu anggota badan melebihi hajar aswad atau garisnya maka tidak syah, untuk menjaga kehati-hatian maka lebih baik dimulai sebelumnya).<br /><br />7.Berputar mengelilingi ka’bah sebanyak 7x dengan yakin.<br /><br />8.Posisi dalam melakukan thowaf harus berada di masjid.<br /><br />9.Berada di luar tembok yang menempel dengan ka’bah.<br />Waktunya thowaf di mulai pertengahan malam, malam idul adha (malam 10 Dzulhijjah)<br /><br /><br /><br />Sunnah-sunnahnya thowaf diantaranya:<br /><br />1.Dalam melangkah tidak terlalu panjang .<br /><br />2.Kalau bisa sewaktu melakukan thowaf dekat dengan ka’bah.<br /><br />3.Dalam melakukan thowaf dengan tenang dan khusuk.<br /><br />4.Mengangkat kedua tangan ketika berdoa.<br /><br />5.Memperbanyak dzikir dan berdoa.<br /><br />6.Memberi salam kemudian mencium hajar aswad (bagi yang mampu) kalau tidak bisa cukup dengan isyarat tangan dari jauh.<br /><br />7.Sholat 2 roka’at setelah berthowaf dengan niat sunnah thowaf.<br /><br />8.Berdoa di multazam (yaitu antara hajar aswad dan pintu ka’bah).<br /><br />9.Berdoa di khatim (yaitu antara hajar aswad dan maqom Ibrohim).<br /><br />10.Meminum air zam-zam setelahnya dengan niat semoga semua hajat-hajat dunia dan akhiratnya di kabulkan oleh ALLAH SWT (seperti yang disabdakan Rosullulah S.A.W bahwa air zam-zam akan bermanfaat seperti apa yang diinginkan oleh yang meminumnya, hadits di riwayatkan oleh daru qunni).<br /><br /><br /><br />D.Sya’i, seseorang yang melaksanakan haji maka di wajibkan bersya’i yang berjalan agak cepat (antara berlari dan berjalan) dari Shofah ke Marwah sebanyak 7x. Adapun syarat-syaratnya diantaranya:<br /><br />1.Memulai sesuatu yang ganjil di Shofa yaitu yang pertama, ke tiga, ke lima dan ke tujuh.<br /><br />2.Memulai yang genap dari marwah yaitu yang ke dua, ke empat dan ke enam.<br /><br />3.Dilakukan sebanyak 7x maka kalau dari Shofa ke Marwah di hitung 1x lalu dari Marwah ke Shofa di hitung 2x.<br /><br />4.Sya’i dilakukan setelah thowaf yang benar yaitu thowaf rukni atau gudum, ketika haji atau umroh dan thowaf gudum, (thowaf rukni yaitu thowaf yang dilakukan ketika haji atau umroh dan thowaf gudum yaitu yang dilakukan ketika pertama kali masuk ke Masjidil Haram).<br /><br />5.Tidak bersamaan dengan melakukan yang lain.<br /><br /><br /><br />Kalau sunnah-sunnahnya sya’i diantaranya:<br /><br />1.Agak naik ke atas ketika sampai di Shofa dan Marwah.<br /><br />2.Banyak dzikir dan berdo’a.<br /><br />3.Berjalan dengan tenang (tidak ugal-ugalan).<br /><br />4.Berkelanjutan dalam melakasanakan sya’i (yakni bersya’i dari Shofa ke Marwah tanpa harus beristirahat (berhenti).<br /><br />5.Setelah melaksanakan thowaf langsung bersya’i.<br /><br />6.Menutupi aurotnya.<br /><br /><br /><br />E.Mencukur semua rambut atau memotong sebagian saja, paling sedikitnya 3 helai rambut<br /><br />Adapun sunnah-sunnahnya diantaranya:<br /><br />1.Mengakhirkan waktu cukur sampai selesai melempar jumroh aqobah yaitu di hari Idul Adha.<br /><br />2.Memulai dari sebelah kanan.<br /><br />3.Menghadap kiblat.<br /><br />4.Mencukur semua rambutnya bagi laki-laki dan bagi perempuan cukup memotong sebagian rambutnya.<br /><br />5.Membaca do’a adapun do’anya: (Allahu akbar, allahu akbar, allahu akbar, allahumma hadzihi naassyiyati biyadika faja’al li bikulli sya’rotin nurron ilaa yamil qiyamah, waghfirli dzunubi).<br /><br />6.Mengkuburkan rambut yang telah dicukur.<br /><br />7.Bagi yang tidak mempunyai rambut (botak) maka disunnahkan menjalankan silet (cukuran) di kepalanya.<br /><br /><br /><br />F.Tertib antara semua rukun-rukun haji<br /><br /><br /><br /><br />III.Sesuatu yang diwajibkan dalam melakukan haji diantaranya:<br /><br />A.Ihram dari miqotnya (tempatnya) miqot di bagi menjadi dua macam:<br />Miqot ahli Makkah yaitu orang yang bertempat tinggal di Mekkah, kalau untuk melaksanakan haji maka miqotnya dari rumahnya, tapi kalau untuk melaksanakan umroh maka miqotnya dari ja’ronah atau taniim atau khudaibiyah (semuanya nama tempat)<br /><br />Selain ahli mekkah maka miqotnya:<br /><br />1.Yalamlam yaitu nama desa yang juga disebut dengan Sya’diyah, kalau yang melaksanakan haji lewat negara Yaman.<br /><br />2.Qornu yaitu nama tempat yang di kenal sekarang dengan Saili Kabir, kalau yang melaksanakanya lewat dari Najid.<br /><br />3.Dhatu i’roq bagi yang melaksanakan haji lewat negara Irak.<br /><br />4.Juhfah bagi yang lewat dari negara Syam, Mesir dan Maroko.<br /><br />5.Dhukulaifah yaitu nama tempat yang sekarang di kenal dengan Abyar Ali, bagi yang melaksanakan haji dari kota Madinah dan itu paling utamanya Miqot karena Nabi Muhammad S.A.W bermiqot dari sana.<br /><br />Bagi yang memakai pesawat yang lepas landas di Airport King Abdul Aziz Jidah, maka miqotnya dari tempat yang dikenal dengan jidah qodim.<br /><br /><br /><br />B.Mabit di Musdalifah yaitu berdiam Musdalifah dan waktunya dari pertengahan malam (malam iid) sampai terbitnya fajar. Adapun sunnah-sunnahnya diantaranya:<br /><br />1.Mandi (membasuh badan) kalau di Arofah belum melaksanakan.<br /><br />2.Mejama’ takhir sholat magrib dan isya’.<br /><br />3.Mengambil 7 butir batu kerikil yang kecil untuk melempar jumroh aqobah.<br /><br />4.Mendahulukan yang tua dan wanita ke mina setelah melewati pertengahan malam.<br /><br /><br /><br />C.Melempar jumroh aqobah. Adapun waktunya dari lewat pertengahan malam (malam iid) sampai terbenamnya matahari akhir hari tasyrik (tanggal 13 Dzulhijjah).<br /><br />Syarat-syaratnya diantaranya:<br /><br />1.Melempar 7 butir batu (tidak yang lain) satu demi satu.<br /><br />2.Dengan cara melempar (bukan memindahkan).<br /><br />3.Dengan memakai tangan (bagi yang punya).<br /><br />4.Melempar batu dengan yakin masuk ke dalam lubangnya, kalau terpental dan tidak masuk maka tidak syah.<br /><br />5.Bermaksud melempar kalau tidak sengaja melempar maka tidah syah.<br /><br /><br /><br />Dan sunnah-sunnahnya:<br /><br />1.Mendahulukan thowaf dan mencukur.<br /><br />2.Waktu melempar setelah terbitnya matahari setinggi 1 tombak dan sebelum tergelincirnya matahari.<br /><br />3.Posisi melempar yaitu mina berada di samping kanan dan Makkah berada di samping kiri.<br /><br />4.Bertakbir setiap satu lemparan.<br /><br />5.Dengan menggunakan waktu yang kecil.<br /><br />6.Melemparnya dengan menggunakan tangan kanan.<br /><br />7.Waktu melemparnya dengan mengangkat tanganya.<br /><br />8.Batunya suci.<br /><br /><br /><br />D.Melempar jimar yang tiga kali.<br />Waktunya : dari tergelincirnya matahari sampai akhir hari tasyrik. Melempar yang pertama tanggal 11 Dzulhijjah setelah tergelincirnya matahari sampai akhir hari tasyrik. Dan yang kedua tanggal 12 Dzulhijjah setelah tergelincirnya matahari sampai akhir hari tasyrik dan yang ketiga tanggal 13 Dzulhijjah dari setelah tergelincirnya matahari sampai terbenamnya (tanggal 13).<br /><br /><br />Adapun syarat-syaratnya:<br /><br />1.Setelah melempar jumroh aqobah.<br /><br />2.Melempar setiap lobangnya 7 butir.<br /><br />3.Dimulai dari yang syuhro lalu wusto lalu kubro.<br /><br />4.Melempar dengan memakai batu.<br /><br />5.Dengan memakai tangan.<br /><br />6.Harus melempar bukan memindahkan.<br /><br />7.Melemparnya dengan yakin sampai masuk ke lobangnya (kalau keluar maka tidak syah).<br /><br />8.Bermaksud melempar dengan sengaja.<br />Adapun sunah-sunahnya sama dengan melempar jumroh aqobah.<br /><br /><br /><br />E.Mabit di Mina yaitu berdiam di Mina, adapun waktunya dari terbenamnya matahari sampai terbitnya fajar, diwajibkan menginap di Mina ¾ malam (melebihi setengah malam).<br /><br />Nafar awal yaitu mereka yang keluar dari Mina pada hari kedua (tanggal 12) dengan syarat-syarat tertentu. Adapun syarat-syaratnya:<br /><br />1.Keluar pada hari yang kedua (tanggal 12 Dzulhijjah).<br /><br />2.Keluarnya setelah tergelincirnya matahari.<br /><br />3.Sudah melempar jumroh dihari pertama dan kedua (pada tanggal 11, 12).<br /><br />4.Telah menginap di kedua malam yaitu malam yang pertama dan malam yang kedua (malam 11 dan malam 12).<br /><br />5.Keluar dari Mina dengan berniat keluar (kalau dia berada di Makkah kemudian dia niat keluar maka tidak syah, karena tidak berada di Mina) jadi kalau dia mau mengambil nafar awal maka dia harus keluar dari Mina dengan berniat keluar.<br /><br />6.Waktu keluarnya dari mina sebelum terbenamnya matahari (kalo sudah terbenamnya matahari dan dia belum keluar, maka wajib bagi dirinya mabit (nginap) lagi dimina).<br /><br /><br /><br />F.Thowaf Wada’ (perpisahan) menurut para ulama diwajibkan bagi semua orang yang mau meninggalkan Makkah untuk melaksanakan thowaf wada’ (menurut madzhab Syafi’i, adapun menurut madzhab Maliki maka hukumnya sunnah muakat).<br />Bagi perempuan yang sedang haid atau nifas maka tidak wajib melakukannya, tapi kalo sudah suci dan dia masih di makkah maka dia wajib melakukannya.<br /><br /><br /><br /><br />IV.Haji dibagi menjadi 3 macam :<br /><br />1.Haji Ifrod yaitu melaksanakan haji terlebih dahulu kemudian melaksanakan umroh (dan itu menurut Imam Syafi’i paling afdhol).<br /><br />2.Haji Tamattu’ yaitu melaksanakan umroh terlebih dahulu kemudian melaksanakan haji.<br /><br />3.Haji Qiron yaitu melaksanakan haji dan umroh secara bersamaan.<br /><br /><br /><br /><br />V.Sesuatu yang diharamkan ketika berihram (haji atau umroh) diantaranya :<br /><br />1.memakai pakaian yang di jahit<br /><br />2.memakai penutup kepala (kopiah, topi dll.) bagi laki-laki<br /><br />3.memakai penutup wajah bagi perempuan<br /><br />4.memakai minyak rambut<br /><br />5.mencukur atau mencabut rambut atau bulu-bulu yang lain<br /><br />6.memotong kuku tangan atau kuku kaki<br /><br />7.memakai wewangian<br /><br />8.membunuh hewan yang boleh dimakan atau memancing ikan<br /><br />9.akad nikah<br /><br />10.berjima’<br /><br />11.menyentuh atau mencium dengan syahwat<br />Bagi yang melakukannya maka dia akan kena denda kecuali akad nikah (karena tidak syah bagi yang akad ketika berihram).<br /><br /><br /><br /><br />VI.Denda-denda bagi yang melakukan sesuatu yang diharamkan ketika berihram diantaranya :<br /><br />1.Denda yang harus dikeluarkan yaitu :<br /><br />a.menyembelih 1 kambing kalo tidak mampu maka<br /><br />b.berpuasa 10 hari ( 3 hari di waktu haji dan 7 hari ketika sampai di tempatnya).<br />kalo di lupa berpuasa 3 hari di waktu haji maka dia diperbolehkan berpuasa 10 hari di tempatnya (daerahnya), caranya yaitu : 3 hari berpuasa kemudian 4 hari berhenti lalu berpuasa lagi 7 hari.<br /><br /><br /><br />Sesuatu pekerjaan yang mendapat denda yang diatas (1) diantaranya :<br /><br />a.yang berhaji tamatto’ kalo dia tidak berihrom dari miqotnya.<br /><br />b.meninggalkan wukuf di Arofah (maka baginya denda dan menyelesaikan hajinya dengan mengerjakan amalan-amalan umroh seperti thowaf dan sya’i (bagi yang belum mengerjakan sya’i) lalu berkhalak (mencukur rambut) dan dia di wajibkan mengqodo’ hajinya langsung.<br /><br />c.yang berhaji qiron yaitu dengan satu ihrom (kecuali kalo dia berasal dari makkah atau dia berihrom dari miqotnya.<br /><br />d.meninggalkan sesuatu yang di wajibkan dalam melakukan haji (bagi yang kurang dalam melempar jumroh, maka satu batu harus dia harus mengeluarkan 1 mud beras (¾ kg) dan seterusnya dan diberikan ke fakir miskin yang berada di Makkah)<br /><br />e.yang bernadzar, misalnya dia bernadzar akan melakukan haji dengan berjalan kaki akan tetapi dia melakukannya dengan naik kendaraan maka baginya denda yang ada diatas.<br /><br /><br /><br />2.Barang siapa yang berjima’ sebelum menyelesaikan pekerjaan haji (sebelum tahalul awal) atau umroh maka baginya menyembelih 1 ekor onta kalo tidak ada maka menyembelih 1 ekor sapi kalo tidak ada maka menyembelih 7 ekor kambing kalo tidak ada maka dia bersedekah beras dengan disamakan seharga onta, (contohnya : jika harga onta 1 juta, maka uang 1 juta tersebut harus dibelikan beras semua lalu disedekahkan) kalo tidak ada maka dia berpuasa sebanyak ukuran mud dalam beras.<br /><br />Contoh : jika harga sapi 5 juta, maka dia membeli beras seharga 5 juta yaitu mendapatkan beras 1 ton (1000 kg), dan dia harus mengeluarkan per mudnya (3/4 kg) sehingga menjadi sebanyak 750 mud maka sama dengan dia harus berpuasa 750 hari (2 tahun + 20 hari).<br /><br /><br /><br />3.Bagi yang mencukur atau mencabut rambut atau bulu-bulu yang lain maka setiap 1 helai rambut atau bulu maka dia wajib mengeluarkan 1 mud (¾ kg) beras. Begitu juga kalo memotong kuku-kuku jari tangan atau jari-jari kaki.<br /><br /># Kalo bagi yang memakai pakaian yang berjahit untuk laki-laki dan perempuan atau topi dan kerudung dan memakai minyak di janggutnya atau kepala dan kumis dan memakai minyak wangi dan mencium atau menyentuh perempuan dengan syahwat tanpa memakai penghalang maka bagi mereka yang ada di atas (#) mengeluarkan denda:<br /><br />1.menyembelih kambing kalo tidak mampu<br /><br />2.berpuasa 3 hari kalo tidak mampu<br /><br />3.bersedekah 8,25 kg beras lalu dibagikan ke fakir miskin Makkah, setiap orang miskin mendapatkan 1.375 kg.<br /><br />4.a. Bagi yang membunuh hewan yang boleh dimakan maka dia harus mengeluarkan denda berupa beras dengan seukuran hewan yang dibunuhnya kalo tidak ada, seperti membunuh belalang maka dia wajib mengeluarkan denda yaitu dengan mensedekahkan beras seberat belalang tersebut.<br /><br />4.b. Bagi yang merusak tanaman yang berada di Makkah kalo tanaman itu besar maka dia wajib mengeluarkan denda berupa menyembelih sapi kalau kecil maka dia wajib mengeluarkan berupa menyembelih kambing kalau tidak ada bersedekah beras seharga sapi atau kambing kalau tidak ada maka berpuasa dengan jumlahnya. Misal kalau harga kambing 500.000 kemudian dibelikan beras mendapatkan 1 kuintal. Maka 1 kwintal disedekahkan permudnya (3/4 kg) maka ada 75 mud, maka dia wajib berpuasa 75 hari.<br />Kalau pohonnya kecil sekali maka dia wajib mengeluarkan denda bersedekah beras seberat pohon yang dicabutnya.<br /><br /><br />NB : Dianjurkan berhati-hati dalam melakukan pekerjaan sewaktu haji agar kita selamat dari ketidaksahan dalam haji semoga kita diberi rizki untuk menunaikan ibadah haji dan haji kita diterima Allah SWT. menjadi haji mabrur Amin .... Ya robal alamin.<br /><br /><br />Sumber :<a href="http://madadunnabawiy.blogspot.com/2009/08/fiqh-imam-syafii-9.html"><span style="font-style: italic;"> http://madadunnabawiy.blogspot.com/</span></a></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-91753525722155058982010-09-04T22:50:00.000-07:002010-09-04T23:15:16.422-07:00Fasal Tentang Zakat Fitrah<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRFmnzYZn3nDs7wHIiYpEibIMPm10uRNjn5a5d3UjHCdX181kfKclxWdZBUm-OKqWJ3aFi7nMKeY88afYDOSJ3vyPTYkxmlwNEiTi7IqGgQQqFbZ2Jiy0v1dtJ9cdk8JCkxjsTuw7o15I/s1600/zak2.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 346px; height: 128px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEhRFmnzYZn3nDs7wHIiYpEibIMPm10uRNjn5a5d3UjHCdX181kfKclxWdZBUm-OKqWJ3aFi7nMKeY88afYDOSJ3vyPTYkxmlwNEiTi7IqGgQQqFbZ2Jiy0v1dtJ9cdk8JCkxjsTuw7o15I/s320/zak2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5513308182493535730" border="0" /></a>Zakat fitrah adalah zakat yang diwajibkan kepada setiap muslin sebagai santunan kepada orang-orang miskin, tanda berakhirnya bulan Ramadhan sebagai pembersih dari hal-hal yang mengotori puasa.<span class="fullpost"><br /><br />Kewajiban membayar zakat fitrah bersamaan dengan disyariatkan puasa Ramadhan, yaitu pada tahun kedua Hijriغah. Kewajiban membayar zakat fitrah dibebankan kepada setiap muslim dan muslimah, baligh atau belum, kaya atau tidak, dengan ketentuan bahwa ia masih hidup pada </span><span class="fullpost">malam hari raya dan memiliki kelebihan dari kebutuhan pokoknya untuk sehari.<br /><br />Zakat fitrah ini dibayarkan maksimal sebelum shalat ‘Idul Fitri. Ketentuan zakat fitrah tersebut didasarkan pada hadist Rasulullah SAW :<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">فَرَضَ رَسُوْلُ اللهِ صلى الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ صَاعاً مِنْ تَمَرٍ، أوْصَاعاً مِنْ شَعِيْرٍ، عَلَى الْعَبْدِ وَالْحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيْرِ وَالْكَبِيْرِ مِنَ الْمُسْلِمِيْنَ، وَأمَرَ بِهَا أنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوْجِ الناَّسِ إلى الصَّلَاةِ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Artinya : “Rasulullah SAW telah mewajibkan zakat Fitrah sebanyak satu sha’ kurma atau gandum atas oaring muslim baik budak dan orang biasa, laki-laki dan wamita, anak-anak dan orang dewasa, beliau memberitahukan membayar zakat Fitrah sebelum berangkat (ke masjid) ‘Idul Fitri” (HR Bukhari dan Muslim)<br /><br />Mustahik Zakat<br /><br />Ada 8 golongan yang berhak menerima zakat (mustahiq) baik zakat fitrah atau zakat harta, yaitu sesuai dengan firman Allah SWT :<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">إِنَّمَا الصَّدَقَاتُ لِلْفُقَرَاء وَالْمَسَاكِينِ وَالْعَامِلِينَ عَلَيْهَا وَالْمُؤَلَّفَةِ قُلُوبُهُمْ وَفِي الرِّقَابِ وَالْغَارِمِينَ وَفِي سَبِيلِ اللّهِ وَابْنِ السَّبِيلِ فَرِيضَةً مِّنَ اللّهِ وَاللّهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Artinya : “ Sesungguhnya zakat-zakat itu, hanyalah untuk orang-orang fakir, orang-orang miskin, pengurus-pengurus zakat, para mu’allaf yang dibujuk hatinya, untuk (memerdekakan) budak, orang-orang yang berhutang, untuk jalan Allah dan untuk mereka yang sedang dalam perjalanan, sebagai suatu ketetapan yang diwajibkan Allah, dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS. At-taubah : 60)<br /><br />Delapan golongan yang berhak menerima zakat sesuai ayat di atas adalah :<br /><br />1. Orang Fakir: orang yang amat sengsara hidupnya, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk memenuhi penghidupannya.<br /><br />2. Orang Miskin: orang yang tidak cukup penghidupannya dan dalam keadaan kekurangan.<br /><br />3. Pengurus Zakat: orang yang diberi tugas untuk mengumpilkan dan membagikan zakat.<br /><br />4. Muallaf: orang kafir yang ada harapan masuk Islam dan orang yang baru masuk Islam yang imannya masih lemah.<br /><br />5. Memerdekakan Budak: mancakup juga untuk melepaskan Muslim yang ditawan oleh orang-orang kafir.<br /><br />6. Orang yang berhutang: orang yang berhutang karena untuk kepentingan yang bukan maksiat dan tidak sanggup membayarnya. Adapun orang yang berhutang untuk memelihara persatuan umat Islam dibayar hutangnya itu dengan zakat, walaupun ia mampu membayarnya.<br /><br />7. Orang yang berjuang di jalan Allah (Sabilillah): Yaitu untuk keperluan pertahanan Islam dan kaum muslimin. Di antara mufassirin ada yang berpendapat bahwa fi sabilillah itu mancakup juga kepentingan-kepentingan umum seperti mendirikan sekolah, rumah sakit dan lain-lain.<br /><br />8. Orang yang sedang dalam perjalanan (ibnu sabil) yang bukan maksiat mengalami kesengsaraan dalam perjalanannya.<br /><br /><br />Ketentuan-Ketentuan Zakat Fitrah<br /><br />1. Besarnya zakat Fitrah adalah 1 sha’ yaitu 2176 gram atau 2,2 Kg beras atau makanan pokok. Dalam prakteknya jumlah ini digenapkan menjadi 2,5 Kg, karena untuk kehati-hatian. Hal ini dianggap baik oleh para ulama.<br /><br />2. Menurut madzhab hanafi, diperbolehkan mengeluarkan zakat Fitrah dengan uang seharga ukuran itu, jika dianggap lebih bermanfaat bagi mustahik.<br /><br />3. Waktu mengeluarkan zakat Fitrah adalah sejak awal bulan puasa Ramadhan hingga sebelum shalat ‘Idul Fitri maka dianggap sedekah sunah. Sebagaimana sabda Rasulullah SAW :<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">فَمَنْ أدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُوْلَةٌ وَمَنْ أدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Artinya : “Barang siapa mengeluarkan (zakat Fitrah) sebelum shalat (‘Idul Fitri), maka zakatnya sah. Barang siapa mengeluarkannya setelah shalat maka dianggap sedekah sunah.” (HR. Ibnu Majah)<br /><br />4. Zakat Fitrah boleh dikeluarkan langsung kepada mustahik atau dibayarkan melalui amil zakat.<br /><br />5. Amil atau panitia zakat Fitrah boleh membagikan zakat kepada mustahik setelah shalat ‘Idul Fitri.<br /><br />6. Jika terjadi perbedaan Hari Raya, maka panitia zakat Fitrah yang berhari raya terlebih dahulu tidak boleh menerima zakat Fitrah setelah mereka mengerjakan shalat ‘Idul Fitri.<br /><br />7. Panitia Zakat Fitrah hendaknya mendoakan kepada orang yang membayar zakat, agar ibadahnya selama Ramadhan diterima dan mendapat pahala. Doa yang sering dibaca oleh yang menerima zakat, diantaranya:<br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;"><br /></span><span class="fullpost" style="font-size:180%;">آجَرَكَ اللهُ فِيْمَا أعْطَيْتَ وَبَارَكَ فِيْمَا أَبْقَيْتَ وَجَعَلَهُ لَكَ طَهُوْرًا</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Artinya : “Semoga Allah SWT memberikan pahala kepadamu atas apa saja yang telah Allah memberi berkah kepadamu atas semua yang masih ada padamu dan mudah-mudahan Allah menjadikan kesucian bagimu.”<br /><br />Adapun orang-orang yang tidak boleh menerima zakat ada dua golongan:<br />1. Anak cucu keluarga Rasulullah SAW<br />2. Sanak Famili orang yang berzakat, yaitu bapak, kakek, istri, anak, cucu, dan lain-lain.<br /><br />KH A. Nuril Huda<br />Ketua Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)<br /><br /><br />Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"><span style="font-style: italic;"> http://www.nu.or.id/</span></a></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-77002355035819435452010-09-04T22:29:00.000-07:002010-09-04T22:41:48.160-07:00Hari Raya di Hari Jum’at<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIrUO-RpgtZ1xQPveQ78QEw-aN7TmxtdKNu-sZBC-Qlf3-D4GTZ13gqrs770SSWFfJZOotazzO8jxTQPt1ZeBD_KXM7vQP1ObTxgtOAuOaNaTNiHVeodC1bHcDImPWvs5dSex_m7SCET0/s1600/lebaran.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 466px; height: 239px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgIrUO-RpgtZ1xQPveQ78QEw-aN7TmxtdKNu-sZBC-Qlf3-D4GTZ13gqrs770SSWFfJZOotazzO8jxTQPt1ZeBD_KXM7vQP1ObTxgtOAuOaNaTNiHVeodC1bHcDImPWvs5dSex_m7SCET0/s320/lebaran.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5513299672154755378" border="0" /></a><br />Sebetulnya tidak ada pembahasan khusus terkait hari raya, baik Idul Fitri maupun Idul Adha, yang jatuh pada hari Jum’at. Hari raya adalah satu hal, dan hari Jum’at adalah hal lain. Akan tetapi ketika kita membicarakan seorang yang rumahnya sangat jauh dari masjid, apakah ia harus kembali lagi untuk menunaikan shalat Jum’at setelah di pagi harinya ia telah menunaikan shalat hari raya?<span class="fullpost"><br /><br />Seperti di zaman awal Islam, ada sahabat yang jarak rumahnya dengan Madinah sejauh 4 km, bahkan lebih dari itu, dan harus ditempuh melewati padang pasir dan ditempuh dengan jalan kaki. Apakah ia harus kembali lagi ke Madinah tanpa kendaraan untuk menunaikan shalat Jum’at? Kalaulah ia harus kembali menempuh perjalanan dari rumah ke masjid dan sebaliknya, sungguh melelahkan. Pertanyaan berikutnya apakah Islam tidak memberikan solusi?<br /><br />Di sinilah kemudian timbul perbedaan pendapat. Pendapat pertama mengatakan, tidak perlu kembali ke masjid untuk menunaikan shalat Jum’at. Shalat Jum’atnya dapat dikerjakan di rumah dan menggantinya dengan shalat Dzuhur. Ini termasuk rukhshah atau keringanan dalam beragama.<br /><br />Pendapat kedua mengatakan, kasus di Madinah di awal Islam itu bisa dijadikan alasan, tetapi apakah kita di Indonesia benar-benar mengalami nasib seperti itu? Bagi kaum Muslimin di Indonesia yang mayoritas NU, hampir di setiap dusun ada masjid, rata-rata kurang dari 1 km dan tidak melewati padang pasir.<br /><br />Pendapat kedua inilah yang dipilih sebagian besar orang NU. Karena itu seorang Muslim harus kembali ke masjid untuk mengerjakan shalat Jum’at setelah paginya menunaikan shalat hari raya atau shalat Id.<br /><br />Meskipun demikian, tidak sedikit yang mengikuti jejak golongan pertama. Dengan mengajukan kasus di Madinah, tidak perlu mengajukan alasan apapun seperti perbedaan geografis dan cuaca suatu negara. Yang jelas rukhshah itu patut disambut.<br /><br />Imam Syafii seperti dikutip dalam Al-Mizan lis Sya’rani Juz I, mengatakan, jika kebetulan hari raya bertepatan dengan hari Jum’at maka bagi penduduk perkotaan kewajiban menjalankan shalat Jum’at tidak gugur dikarenakan telah menjalankan shalat Id. Lain halnya dengan penduduk desa (yang amat jauh), kewajibannya mengerjakan shalat Jum’at gugur, mereka diperbolehkan untuk tidak Jum’atan.<br /><br />Dalam kitab yang sama disebutkan, pendapat Imam Syafii ini sama dengan pendapat Imam Abu Hanifah. Sedang Imam Ahmad mengatakan, tidak wajib Jumatan bai penduduk desa maupun kotadan gugurlah kewajiban Jum’atan sebab mereka telah mengerjakan shalat Id, hanya saja mereka tetap wajib mengerjakan shalat dzuhur. Malah menurut Imam Atha’ Jum’atan dan shalat dzhuhurnya gugur sekaligus, dan pada hari itu tidak ada shalat setelah shalat Id kecuali shalat ashar.<br /><br />Hadits tentang rukhsah ini diriwayatkan oleh Zaid bin Arqam berikut ini:<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">قال: صَلَّى الْعِيْدَ ثُمَّ رَخَصَ فِي الْجُمْعَةِ، فَقَالَ: مَنْ شَاءَ أَنْ يُصَلِّيَ فَلْيُصَلِّ</span><br /></div><br />Rasulullah menjalankan shalat Id kemudian memberikan rukhshah untuk tidak menjalankan shalat Jum’at, kemudian beliau bersabda," Siapa ingin shalat Jum’at, Silakan!" (HR Ahmad, Abu Dawud, An-Nasa’i, Ibnu Majah dan Ad-Darami serta Ibnu Khazimah dan Al-Hakim).<br /><br /><br />KH Munawir Abdul Fattah<br />Pengasuh Pondok Pesantren Krapyak Yogyakarta<br />(Persoalan ini diulas oleh penulis dalam buku "Tradisi Orang-orang NU")<br /><br />Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"><span style="font-style: italic;"> http://www.nu.or.id/</span><br /><br /></span></a>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-78026315100598257902010-08-21T20:30:00.000-07:002010-08-21T21:08:29.977-07:00Mandi junub setelah adzan shubuh di bulan suci ramadhanPuasa Ramadhan adalah bagian dari lima rukun islam yang artinya merupakan suatu keharusan / kewajiban bagi setiap muslim untuk melaksanakannya terlebih ramadan sebagai bulan penuh rahmat, berkah serta ampunan.<br />maka sudah barang tentu kita sebagai muslim untuk mengetahui hal-hal yang bisa saja mempengaruhi sah,batal atau juga ke utamannya (afdzoliyah) puasa.<span class="fullpost"><br />seperti contoh kasus di bawah ini yang di kutip dari http://www.majelisrasulullah.org/<br /><span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"><span style="font-weight: bold;"><br /></span></span></span><span><span><span style="font-weight: bold;">hubungan dimalam hari. mandi junub setelah subuh??<br /></span><br />Assalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh<br /><br />Limpahan keagungan cahaya Ramadhan semoga selalu menaungi Habibana yang saya cintai<br /><br />langsung aja nih Bib. melakukan hubungan suami istri dimalam hari pada bulan Ramadhan. kemudian mandi junubnya setelah shubuh apakah boleh?? maksudnya apakah puasa Ramadhannya batal?? yang saya tahu waktu mendengar pengajian di Daarul Musthofa Petamburan dikatakan boleh.<br /><br />namun abang saya minta saya menanyakan hal ini lagi kepada Habibana. karena ada teman kantornya yang bilang ngga boleh atau batal puasanya. orang itu sok pintar deh bilangnya sampe ngotot gitu Bib. hehe....<br /><br />makanya saya tanya lagi ke Habibana dan mohon disertai dalil atau hukum yang kuat agar saya bisa print pertanyaan Habibana dan saya kasih ke teman abang saya.<br /><br />Demikian pertanyaan.<br />Wassalamu'alaikum Warahmatullahi Wabarakatuh<br />dari ami<br /></span></span><span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"><br /><span><span style="font-weight: bold;">Jawaban :</span><br /><br />Alaikumsalam warahmatullah wabarakatuh,<br /><br />Rahmat dan kelembutan Allah swt semoga selalu menerbitkan kebahagiaan pd hari hari anda,<br /><br />saudaraku yg kumuliakan,<br />diriwayatkan dalam shahih Bukhari bahwa Rasul saw mandi junub setelah adzan subuh dibulan ramadhan, maka seluruh madzhab telah mengakui sahnya puasa orang yg belum mandi junub,<br /><br />Demikian saudaraku yg kumuliakan, semoga sukses dg segala cita cita, semoga dalam kebahagiaan selalu,<br /><br />Wallahu a'lam<br /><br /></span></span></span><span><span><span>klik </span></span></span><span style="font-style: italic;"><span style="font-style: italic;"><span><a href="http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=8&id=18063#18063">disini<br /></a></span><span style="font-style: italic;"></span></span><a href="http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=8&id=18063#18063"><br /></a></span><a href="http://www.majelisrasulullah.org/index.php?option=com_simpleboard&Itemid=&func=view&catid=8&id=18063#18063"><br /></a></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-89084059475778854042010-08-05T17:00:00.000-07:002010-08-05T19:08:54.306-07:00Bagaimana Menyambut Ramadhan?Agar puasa Ramadhan dapat dikerjakan dengan sempuma dan mendapatkan pahala dari Allah SWT, maka hendaknya melakukan hal-hal berikut:<br /><br />1. Mempersiapkan jasmani dan rohani, mental spiritual seperti membersihkan lingkungan, badan, pikiran dan hati dengan memperbanyak permohonan ampun kepada Allah SWT dan minta maaf kepada sesama manusia.<span class="fullpost"><br /><br />2. Menyambut bulan suci Ramadhan dengan rasa senang dan gembira karena akan meraih kebajikan yang berlipat ganda.<br /><br />3. Meluruskan niat yang tulus ikhlas, hanya ingin mendapat ridha Allah SWT. Karena setan tidak akan mampu mengganggu orang yang tulus ikhlas dalam ibadah. Sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hijr ayat 39-40:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">قَالَ رَبِّ بِمَا أَغْوَيْتَنِي لأُزَيِّنَنَّ لَهُمْ فِي الأَرْضِ وَلأُغْوِيَنَّهُمْ أَجْمَعِينَ. إِلاَّ عِبَادَكَ مِنْهُمُ الْمُخْلَصِينَ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Iblis berkata: Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan ma'siat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya. Kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di an tara mereka. (QS Al-Hijr: 39-40)<br /><br />4. Berpuasa dengan penuh sabar untuk melatih fisik dan mental, karena kesabaran itu akan mendapat pahala yang sangat banyak. Allah SWT berfirman:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">إِنَّمَا يُوَفَّى الصَّابِرُونَ أَجْرَهُم بِغَيْرِ حِسَابٍ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas. (QS Az-Zumar: 10)<br /><br /><br />5. Segera berbuka jika waktunya sudah tiba dan, mengakhirkan makan sahur. Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">لَا تَزَالُ أُمَّتِيْ بِخَيْرٍ مَا أَخَرُّوْا السَّحُوْرَ وَعَجَّلُوْا اْلفِطْرَ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Umatku senantiasa berada dalam kebaikan jika mereka menyegerakan buka dan mengakhirkan sahur. (HR Ahmad).<br /><br />6. Berdoa waktu berbuka.<br />Rasulullah SAW selalu berdoa ketika berbuka puasa, dengan membaca doa:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Ya Allah, Aku berpuasa hanya untukMu dan dengan rizki-Mu aku berbuka. (HR. Abu Dawud)<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">ذَهَبَ الظَّمَاءُ وَابْتَلَّتْ العُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأجْرُ إنْ شَاءَ اللهُ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Hilanglah rasa haus, tenggorakan menjadi basah, semoga pahala ditetapkan, Insya Allah. (HR Abu Dawud)<br /><br />7. Berbuka dengan kurma, atau air. Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">كَانَ رَسُوْْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُفْتِرُ عَلَى رُطَبَاتٍ قَبْلَ أنْ يُصَلِّيَ فَإنْ لَمْ تَكُنْ رُطَبَاتُ فَعَلَى تَمَرَاتٍ فَإنْ لَمْ تَكُنْ حَسَا حَسَوَاةٍ مِنْ مَاءٍ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Rasulullah SAW berbuka puasa dengan kurma basah sebelum shalat maghrib, jika tidak ada maka dengan kurma kering, dan jika tidak ada maka berbuka dengan beberapa teguk air. (HR Abu Dawud)<br /><br />8. Bersedekah sebanyak-banyaknya. Karena sedekah yang paling baik adalah pada bulan Ramadhan.<br /><br />9. Memperbanyak membaca Al-Qur’an, menghayati dan mengamalkannya, sebagaimana Rasulullah SAW setiap bulan didatangi Malaikat Jibril untuk mengajarkan AlQur'an. Al-Qur'an yang dibaca pada bulan Ramadhan akan memberi syafaat kepada pembacanya kelak di hari kiamat.<br /><br />10. Meninggalkan kata-kata kotor dan tidak bermanfaat, karena akan menghilangkan pahala puasa. Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّوْرِ وَالْعَمَلَ بِهِ فَلَيْسَ لِلّهِ حَاجَةٌ فَيْ أنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Siapa saja (selagi puasa) tidak meninggalkan kata-kata dusta dan melakukan berbuat tidak bermanfaat, maka tidak ada artinya disisi Allah, walau dia tidak makan atau minum. (HR Bukhari)<br /><br />11. Tidak bermalas-malasan dalam semua aktivitas dengan alasan berpuasa, karena puasa bukan menghambat aktivitas dan produkvitas justru meningkatkan prestasi.<br /><br />12. I'tikaf di masjid terutama pada 10 hari akhir bulan Ramadhan. Rasulullah SAW membiasakan I'tikaf pada sepuluh hari terakhir tiap bulan Ramadhan. Dalam sebuah riwayat disebutkan:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">أنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ يَعْتَكِفُ الْعَشْرَ الْأوَاخِرَ مِنْ رَمَضَانَ حَتَّى تَوَفَّاهُ اللهُ ثُمَّ اعْتَكَفَ أزْوَاجُهُ مِنْ بَعْدِهِ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Nabi SAW selalu I'tikaf pada 10 hari terakhir bula Ramadhan hingga beliau wafat, kemudian istri-istri beliau juga beri’tikaf setelahnya. (HR Bukhari)<br /><br />13. Memperbanyak ibadah, shalat malam dengan mengajak keluarga untuk ibadah malam.<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ إذَا دَخَلَ العَشْرُ شَدَّ مِئْزَرَهُ وَأحْياَ لَيْلَهُ وَأَيْقَظَ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Apabila memasuki 10 hari terakhir bulan Ramadhan, Rasulullah SAW lebih giat ibadah, menghidupkan malam dan membangunkan keluarganya. (HR Bukhari)<br /><br />14. Bagi yang mampu dianjurkan untuk Umrah dibulan Ramadhan, karena pahala-nya seperti berhaji.<br /><br />15. Memperbanyak membaca Tasbih, karena sekali tasbih dibulan Ramadhan lebih baik dari seribu tasbih diluar Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">تَسْبِيْحَةٌ فِيْ رَمَضَانَ أَفْضَلُ مِنْ ألْفِ تَسْبِيْحَةٍ فِيْ غَيْرِهِ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Sekali membaca tasbih dibulan Ramadhan lebih baik dari 1000 kali tasbih di luar bulan Ramadhan. (HR Tirmidzi)<br /><br /><br />Hal-Hal yang Makruh Ketika Puasa<br /><br />Beberapa hal berikut tidak membatalkan puasa tetapi bisa membatalkan puasa jika tidak berhati-hati, yaitu:<br /><br />1. Berlebihan dalam berkumur dan menghisap air ke hidung ketika wudhu.<br />2. Berciuman dengan istri, karena dikhawatirkan membangkitkan syahwat.<br />3. Mencicipi makanan, karena dikhawatirkan akan tertelan.<br />4. Berbekam (cantuk), dikhawatirkan membuat badan lemah.<br />5. Memandang istri dengan syahwat.<br />6. Menggosok gigi dengan berlebihan, dikhawatirkan akan tertelan.<br />7. Tidur sepanjang hari.<br /><br />Hal-Hal yang Boleh Dikerjakan Ketika Puasa<br /><br />Berikut ini boleh dikerjakan oleh orang yang sedang puasa:<br />1. Bersiwak<br />2. Berobat dengan obat yang halal dengan syarat tidak memasukkan sesuatu ke dalam lubang-lubang rongga badan, seperti boleh menggunakan jarum suntik asal tidak memasukkan gizi makanan.<br />3. Memakai minyak wangi, minyak angin atau balsem.<br />4. Melakukan perjalan jauh, walaupun akan membatalkan puasanya.<br />5. Mendinginkan badan dengan air ketika udara sangat panas.<br />6. Memasukkan oksigen.<br />7. Memasukkan alat-alat kedokteran tapi bukan tujuan mengenyangkan.<br />8. Menggauli istri pad a malam hari, berdasarkan firman Allah SWT:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">أُحِلَّ لَكُمْ لَيْلَةَ الصِّيَامِ الرَّفَثُ إِلَى نِسَآئِكُمْ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Dihalalkan bagi kamu pada malam hari , bulan puasa bercampur dengan isteriisteri kamu... (QS. Al-Baqarah: 187)<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">KH A Nuril Huda<br />Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-5420147090786531452010-08-05T16:57:00.000-07:002010-08-05T19:03:52.224-07:00Fasal tentang Puasa RamadhanPuasa pada bulan Ramadhan adalah wajib dikerjakan oleh setiap orang Islam. Kewajiban puasa Ramadhan berdasarkan Al-Qur'an, Sunnah dan Ijma'.<br />Allah SWT berfirman:<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ فَمَن شَهِدَ مِنكُمُ الشَّهْرَ فَلْيَصُمْهُ<br /></span></div><br />(Beberapa hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al Qur'an sebagai petunjuk bagi manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara yang hak dan yang bathil). Karena itu, barangsiapa di antara kamu hadir (di negeri tempat tinggalnya) di bulan itu, maka hendaklah ia berpuasa ... (QS. Al-Baqarah: 185)<br /><span class="fullpost"><br />Dalam sebuah hadits, Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">بُنِيَ الإسْلاَ مُ عَلَى خَمْسٍ شَهَادَةُ أنْ لاَ إلَهَ إلا الله وَأنَّ مُحَمَّدًا رَسُوْلُ اللهِ وَإقَامِ الصَّلا ةَ وَإيْتاَءِ الزَّكَاةِ وَالحَجِّ وَصَوْمِ رَمَضَانَ<br /></span></div><br />Islam berasaskan lima perkara, yaitu bersaksi tidak ada dzat yang berhak disembah kecuali Allah SWT dan Nabi Muhammad SAW adalah utusan Allah, mendirikan shalat, membayar zakat, menunaikan haji dan puasa dibulan Ramadhan. (HR. Bukhari dan Muslim)<br /><br />Kedua dalil di atas dijadikan dasar oleh ulama untuk berijma' bahwa puasa Ramadhan adalah wajib bagi setiap muslim.<br /><br />Kapan dan Bagaimana Datangnya Ramadhan?<br /><br />Datangnya bulan Ramadhan ditetapkan dengan dua jalan, pertama dengan terlihatnya hilal dan kedua, setelah menggenapkan bulan Sya'ban hingga 30 hari.<br /><br />Sebaiknya memulai puasa Ramadhan dan juga hari raya 'Idul Fitri "mengikuti penetapan hilal yang dilakukan oleh pemerintah, dengan syarat pemerintah telah menjalankan prosedur penetapan hilal secara benar. Hal itu dalam rangka menjaga persatuan dan ukhuwah umat Islam.<br /><br />Rasulullah SAW bersabda:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">إذَا رَأيْتُمُ الْهِلَا لَ فَصُوْمُوا وَإذَا رَأيْتُمُوْهُ فَأفْطرُوْا فإنْ غُمَّ عَلَيْكُمْ فَصُوْمُوا ثَلا ثِيْنَ يَوْمًا</span><br /></div><br />Apabila kalian melihat hila (bulan Ramadhan) maka puasalah dan apabila kalian melihat hilal (bulal Syawal) maka berbukalah (lebaran), dan apabila tertutup awan (mendung) maka berpuasalah 30 hari. (HR. Muslim)<br /><br />Dalam hadits yang lain Rasulullah SAW bersabda:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">الصَّوْمُ يَومٌ تَصُوْمُوْنَ وَاْلفِطْرُ يَوْمٌ تُفْطِرُوْنَ وَالْأضْحَى يَوْمٌ تُضَحُّوْنَ</span><br /></div><br />Puasa itu adalah pada hari kalian semua berpuasa, dan leba ran itu pada hari kalian berbuka, sedangkan Idul Adha adalah pada saat kalian semua berqurban. (HR. Tirmidzi)<br /><br />Berdasarkan hadits ini kita dianjurkan agar menjaga persatuan dan persaudaraan sesama umat Islam, jangan terpecah belah dan saling bermusuhan, hanya karena perbedaan waktu hari raya.<br /><br />Syarat Wajib Puasa<br /><br />Syarat wajib melaksanakan puasa adalah:<br />1. Islam<br />2. Baligh (cukup umur)<br />3. Berakal (tidak hilang akal)<br /><br />Rukun Puasa<br /><br />Puasa tidak akan sah jika tidak memenuhi rukun-ruku puasa, yaitu:<br />1. Niat<br />Niat puasa harus dilakukan setiap malam bulan Ramadhan. Hal ini berdasarkan hadits Rasul SAW:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">مَنْ لَمْ يُبَيِّتْ الصِّياَمَ قَبْلَ الفَجْرَ فَلا صِيَامَ لَهُ</span><br /></div><br />Barang siapa tidak berniat puasa pada malam sebelum fajar, maka tidak sah puasanya. (HR. Nasai)<br /><br />2. Menahan diri<br />Yaitu me nahan diri dari. segala yang membatalkan puasa seperti : makan, minum dan bersetubuh mulai terbit fajar sampai terbenanam matahari.<br /><br />Hal-Hal yang Membatalkan Puasa<br /><br />Adapun yang membatalkan puasa adalah<br />sebagai berikut:<br />1. Makan, minum dan bersetubuh dengan sengaja.<br />2. Sesuatu yang masuk sampai ke tenggorokan, baik berkumur ketika wudhu atau menelan sesuatu benda dan yang lainnya.<br />3. Keluar mani dengan sengaja, seperti karena berlama-lama memandang wanita, mengkhayal, berciuman atau bersentuhan dengan wanita sehingga keluar mani.<br />4. Muntah dengan sengaja. Rasulullah SAW bersabda:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">وَمَنْ اسْتَقَاءَ عَمْدًا فَلْيَقْضِ</span><br /></div><br />Barangsiapa muntah dengan sengaja maka wajib mengqadha' (puasanya). (HR. Tirmidzi). Adapun muntah tanpa sengaja, tidak membatalkan puasa.<br /><br />5. Barangsiapa makan atau minum, dia menyangka telah maghrib, temyata masih siang, maka puasanya batal.<br />6. Tidak bemiat puasa pada malam harinya.<br />7. Keluamya darah haid atau nifas.<br />8. Murtad.<br />9. Hilang akal atau gila.<br /><br />Semua hal yang membatalkan puasa di atas hanya wajib mengqadha' (mengganti puasa) di luar bulan Ramadhan.<br /><br />Bagi orang yang batal puasanya karena bersetubuh dengan istrinya, maka dia wajib membayar kafarat. Berdasarkan sabda Rasulullah SAW:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">جَاءَ رَجُلٌ إلَى النّبِي صلى الله عليه وسلم فقالَ: هَلَكْتُ يا رَسُوْلَ الله. قال:وَمَا لَكَ ؟ قال: وَقَعْتُ عَلَى امْرَأتِي فَي رَمَضَانَ. قالَ: هَلْ تَجِدُ رَقَبَةً تُعْتِقُهَا ؟ قال: لا. قال: فَهَلْ تَسْتَطِيْعُ أنْ تَصُوْمَ شَهْرَيْنِ مُتَتَابِعَيْنِ؟ قاَلَ: لاَ. قاَلَ: فَهَلْ تَجِدُ إطْعَامَ سِتِّْينَ مِسْكَيْنًا. قال: لا. قال أبو هريرة: ثم جلس فأتى النبي صلى الله عليه وسلم بِعِرَقٍ فِيْهِ تَمْرٌ. قال: تَصَدَّقْ بِهَذَا. قال: يا رسولَ اللهِ أعَلَى أفْقَرَ مِنِّي واللهِ مَا بَيْنَ لَابَتَيْهَا يُرِيْدُ الحَرَّتيْنِ أهْلُ بِيْتٍ أفْقَرُ مِنْ أهْلِ بَيْتِي فَضَحِكَ النَّبِيُّ حَتَّى أنْيَابُهُ، وقال: اذْهَبْ، فَأطْعِمْهُ أهْلَكَ</span><br /></div><br />Seorang laki-Iaki datang menghadap Nabi SAW lalu berkata: "Celaka, ya Rasulullah!" Nabi bertanya: "Apa yang membuatmu celaka?" Ia menjawab: “Saya telah menggauli istri saya pada siang bulan Ramadhan." Kemudian Nabi bertanya: "Apakah kamu punya uang untuk memerdekakan budak?" Dia menjawab: “Tidak punya.” Nabi bertanya: “Apakah kamu sanggup berpuasa dua bulan berturur-turut?" Ia menjawab: “Tidak.” Nabi bertanya lagi: "Apa kamu punya makanan untuk engkau berikan kepada enam puluh fakir miskin?" Ia menjawab: “Tidak punya.” Nabi pun terdiam, kemudian Nabi SAW mendapat hadiah sekeranjang kurma. Lalu Nabi SAW bersabda: "Ambillah kurma ini, lalu sedekahkanlah. " Ia berkata: “Ya Rasulullah, apakah ini disedekahkan kepada orang yang lebih miskin dari pada saya, padahal tidak ada yang lebih miskin dari keluarga saya.” Maka Nabi pun tersenyum hingga nampak giginya, lalu Beliau bersabda: "Pergilah dan berikan makanan ini kepada keluargamu." (HR. Bukhari dan Muslim)<br /><br />Berdasarkan hadits ini bahwa orang yang dengan sengaja menggauli istri pada siang hari bulan Ramadhan, maka dia harus membayar kafarat dengan urutan sebagai berikut:<br />1. Memerdekakan budak<br />2. Berpuasa dua bulan berturut-turut<br />3. Memberikan makan kepada 60 orang miskin.<br /><br />Pembayaran kafarat ini tidak boleh memilih tetapi harus berdasarkan urutan dari satu sampai tiga.<br /><br />Orang-Orang yang Diperbolehkan Tidak Puasa<br /><br />Ada beberapa macam orang yang mendapat dispensasi tidak puasa, yaitu:<br /><br />1. Wanita hamil, sesuai dengan petunjuk dokter.<br />2. Wanita yang sedang menyusui, seperti haInya wanita hamil.<br />3. Musafir, orang yang bepergian jauh bukan untuk tujuan maksiat. Setelah itu wajib mengqadha' puasa yang ditinggalkannya.<br />4. Orang lanjut usia yang tidak sanggup lagi berpuasa. Sebagai gantinya dia harus membayar fidyah setiap hari dengan memberi makan kepada satu orang miskin.<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">KH A Nuril Huda<br />Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)<br /></span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-65392510406775315872010-08-05T16:54:00.001-07:002010-08-05T16:56:05.779-07:00Fidyah (Tebusan) Bagi yang Tak Dapat BerpuasaDalam bahasa Arab kata “fidyah” adalah bentuk masdar dari kata dasar “fadaa”, yang artinya mengganti atau menebus. Adapun secara terminologis (istilah) fidyah adalah sejumlah harta benda dalam kadar tertentu yang wajib diberikan kepada fakir miskin sebagai ganti suatu ibadah yang telah ditinggalkan.<span class="fullpost"><br />Misalnya, fidyah yang diberikan akibat ditinggalkannya puasa Ramadhan oleh orang lanjut usia yang tidak mampu melaksanakannya, atau oleh keluarga orang yang belum sempat meng-qadha atau mengganti puasa yang ditinggalkannya (menurut sebagian ulama). Dengan memberikan fidyah tersebut, gugurlah suatu kewajiban yang telah ditinggalkannya.<br /><br />Bagi wanita yang tidak bepuasa karena hamil atau menyusui maka ia diperkenankan untuk tidak berpuasa. Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap dirinya sendiri atau pada diri dan bayinya maka ia hanya wajib mengganti puasanya setelah bulan Ramadhan dan tidak ada kewajiban membayar fidyah. Jika ia tidak berpuasa karena khawatir terhadap anak atau bayinya saja maka ia wajib meng-qadha dan membayar fidyah sekaligus.<br /><br />Berapakah Besarnya Fidyah? Untuk dapat mengetahui berapa besar fidyah bagi tiap orang miskin yang harus diberi makan tersebut, dapat dilihat pada beberapa nash hadits yang digunakan sebagai rujukan:<br /><br />Dalam hadits riwayat Daruquthniy dari Ali bin Abi Thalib dan dari Ayyub bin Suwaid, menyatakan perintah Rasulullah SAW kepada seorang lelaki yang melakukan jima' atau berhubungan badan dengan istrinya di suatu siang di bulan Ramadhan untuk melaksanakan kaffarat atau denda berpuasa selama dua bulan berturut-turut. Dalam hadits menyebutkan bahwa karena laki-laki tersebut tidak mampu melakukan itu maka ia harus membayar denda 1 araq (sekeranjang) berisi 15 sha' kurma. 1 Sha' terdiri dari 4 mud, sehingga kurma yang diterima oleh lelaki itu sebanyak 60 mud, untuk diberikan kepada 60 orang miskin (untuk menggantu puasa dua bulan). Sedangkan 1 mud sama dengan 0,6 Kg atau 3/4 Liter.<br /><br />Oleh sebab itu, besamya fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini adalah 1 mud = 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa.<br /><br />Berbagai pendapat lain yang juga menyatakan besarnya fidyah –dengan menggunakan sebuah nash hadits sebagai rujukan– kami anggap lemah. Lantaran hadits yang digunakannya telah dinilai oleh Muhhadditsin (para penyelidik hadits) sebagai hadits dha'if. Sedangkan yang menggunakan dasar qiyas (analogi) pun, kami anggap lemah lantaran bertentangan dengan nash hadits.<br /><br />Beberapa pendapat lain tentang besamya fidyah tersebut yakni; 1) pendapat yang menyatakan bahwa besarnya fidyah itu sebesar 2,8 Kg bahan makanan pokok, beras misalnya. Dimana pendapat ini didasarkan pada hadits riwayat Abu Dawud dari Salmah bin Shakhr, yang menyatakan bahwa dalam peristiwa seorang lelaki berbuat jima' pada siang hari di bulan Ramadhan, Rasulullah SAW menyuruh lelaki itu untuk memberikan 1 wasaq kurma, dimana 1 wasaq terdiri dari 60 sha, sehingga setiap orang miskin akan mendapatkan kurma sebanyak 1 sha.<br /><br />2) pendapat yang menyatakan bahwa besamya fidyah tersebut sebanyak 1/2 sha bahan makanan pokok, dengan dasar hadits riwayat Ahmad dari Abu Zaid Al Madany, yang menyatakan bahwa Rasulullah SAW memerintahkan kepada seorang lelaki yang berbuat dzihar (menyamakan isteri dengan ibunya) untuk memberikan 1/2 wasaq kurma kepada 60 orang miskin, dan<br /><br />3) pendapat yang menyatakan bahwa besarnya fidyah itu sama dengan fidyah atas orang yang bercukur ketika sedang ihram, yakni sebesar 1/2 sha atau 2 mud.<br /><br />Tiga pendapat itu dinilai lemah. Dalil-dalil yang kuat menunjukkan besarnya fidyah yang biasa diberikan kepada fakir miskin sekarang ini adalah 1 mud atau 0,6 Kg atau 3/4 liter beras untuk satu hari puasa.<br /><br />Bolehkah Fidyah dengan Uang?<br /><br />Fidyah adalah pengganti dari suatu ibadah yang telah ditinggalkan, berupa sejumlah makanan yang diberikan kepada fakir miskin.<br /><br />Dengan mengamati definisi dan tujuan fidyah yang merupakan santunan kepada orang-orang miskin, maka boleh saja memberikan fidyah dalam bentuk uang. Lantaran bagaimana jika orang miskin tersebut, sudah cukup memiliki bahan makanan. Bukankah lebih baik memberikan fidyah dalam bentuk uang, agar dapat dipergunakannya untuk keperluan lain.<br /><br />Oleh sebab itu, dapat diambil kesimpulan akhir bahwa kewajiban fidyah boleh dilaksanakan dengan mengganti uang, jika sekiranya lebih bermanfaat. Namun jika ada indikasi bahwa uang tersebut akan digunakan untuk foya-foya, maka kita wajib memberikannya dalam bent uk bahan makanan pokok.<br /><br /><span style="font-style:italic;">KH Arwani Faishal<br />Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Mas’ail PBNU<br /><br /></span><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-85656319580020729912010-08-05T16:51:00.000-07:002010-08-06T23:13:02.092-07:00Cara Meng-qadha atau Mengganti Puasa“Qadha'” adalah bentuk masdar dari kata dasar “qadhaa”, yang artinya; memenuhi atau melaksanakan. Adapun menurut istilah dalam Ilmu Fiqh, qadha dimaksudkan sebagai pelaksanaan suatu ibadah di luar waktu yang telah ditentukan oleh Syariat Islam. Misalnya, qadha puasa Ramadhan yang berarti puasa Ramadhan itu dilaksanakan sesudah bulan Ramadhan.<br /><span class="fullpost"><br />Namun demikian, menurut para ahli bahasa Arab, penggunaan istilah qadha untuk pengertian seperti tersebut di atas (istilah dalam ilmu fiqh) sama sekali tidak tepat. Lantaran pada dasarnya kata qadha, semakna dengan kata "ada'" yang artinya; pelaksanaan suatu ibadah pada waktu yang telah ditentukan oleh Syariat Islam.<br /><br />Oleh sebab itu, tidaklah tepat kata qadha' dimaksudkan untuk istilah yang artinya bertolak belakang dengan ada'. Akan tetapi, nyatanya istilah qadha' tersebut telah membudaya, menjadi baku dan berlaku dalam ilmu fiqh, untuk membedakannya dengan kata ada' yang merupakan pelaksanaan suatu ibadah pada waktu yang telah ditentukan.<br /><br /><br />Wajibkah Qadha' Puasa Dilaksanakan Secara Berurutan?<br /><br />Qadha' puasa Ramadhan, wajib dilaksanakan sebanyak hari yang telah ditinggalkan, sebagaimana termaktub dalam Al-Baqarah ayat 184. Dan tidak ada ketentuan lain mengenai tata cara qadha' selain dalam ayat tersebut.<br /><br />Adapun mengenai wajib tidaknya atau qadha ' puasa dilakukan secara berurutan, ada dua pendapat. Pendapat pertama, menyatakan bahwa jika hari puasa yang ditinggalkannya berurutan, maka qadha' harus dilaksanakan secara berurutan pula, lantaran qadha' merupakan pengganti puasa yang telah ditinggalkan, sehingga wajib dilakukan secara sepadan.<br /><br />Pendapat kedua, menyatakan bahwa pelaksanaan qadha' puasa tidak harus dilakukan secara berurutan, lantaran tidak ada satupun dalil yang menyatakan qadha ' puasa harus berurutan. Sementara Al-Baqarah ayat 184 hanya menegaskan bahwa qadha' puasa, wajib dilaksanakan sebanyak jumlah hari yang telah ditinggalkan. Selain itu, pendapat ini didukung oleh pernyataan dari sebuah hadits yang sharih jelas dan tegas).<br /><br />Sabda Rasulullah SAW:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">قَضَاءُ رَمَضَانَ إنْ شَاءَ فَرَّقَ وَإنْ شَاءَ تَابَعَ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />"Qadha' (puasa) Ramadhan itu, jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya terpisah. Dan jika ia berkehendak, maka ia boleh melakukannya berurutan. " (HR. Daruquthni, dari Ibnu 'Umar)<br /><br />Dari kedua pendapat tersebut di atas, kami lebih cendong kepada pendapat terakhir, lantaran didukung oleh hadits yang sharih. Sementara pendapat pertama hanya berdasarkan logika yang bertentangan dengan nash hadits yang sharih, sebagaimana terse. but di atas.<br /><br />Dengan demikian, qadha' puasa tidak wajib dilakukan secara berurutan. Namun dapat dilakukan dengan leluasa, kapan saja dikehendaki. Boleh secara berurutan, boleh juga secara terpisah.<br /><br /><br />Bagaimana Jika Qadha' Tertunda Sampai Ramadhan Berikutnya?<br /><br />Waktu dan kesempatan untuk melaksanakan qadha' puasa Ramadhan adalah lebih dari cukup yakni, sampai bulan Ramadhan berikutnya. Namun demikian, tidak mustahil jika ada orang-orang –dengan alasan tertentu– belum juga melaksanakan qadha' puasa Ramadhan, sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya.<br /><br />Kejadian seperti ini, dapat disebabkan oleh berbagai hal, baik yang positif maupun negatif seperti; selalu ada halangan, sering sakit misalnya, bersikap apatis, bersikap gegabah, sengaja mengabaikannya dan lain sebagainya. Sehingga pelaksanaan qadha' puasanya ditangguhkan atau tertunda sampai tiba Ramadhan benkutnya.<br /><br />Penangguhan atau penundaan pelaksanaan qadha' puasa Ramadhan sampai tiba Ramadhan berikutnya –tanpa halangan yang sah–, maka hukumnya haram dan berdosa. Sedangkan jika penangguhan tersebut diakibatkan lantaran udzur yang selalu menghalanginya, maka tidaklah berdosa.<br /><br />Adapun mengenai kewajiban fidyah' yang dikaitkan dengan adanya penangguhan qadha' puasa Ramadhan tersebut, di antara para Fuqaha ada dua pendapat. Pendapat pertama menyatakan bahwa; penangguhan qadha' puasa Ramadhan sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Baik penangguhannya tersebut karena ada udzur atau tidak.<br /><br />Pendapat kedua menyatakan bahwa; penangguhan qadha' puasa Ramadhan sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya ada tafshil (rincian) hukumnya. Yakni jika penangguhan tersebut karena udzur, maka tidak menjadi sebab diwajibkannya fidyah. Sedangkan jika penangguhan tersebut tanpa udzur, maka menjadi sebab diwajibkannya fidyah.<br /><br />Sejauh pengamatan kami, kewajiban fidyah akibat penangguhan qadha 'puasa Ramadhan sampai tiba bulan Ramadhan berikutnya, tidaklah didasarkan pada nash yang sah untuk dijadikan hujjah. Oleh sebab itu, pendapat tersebut tidak dapat dipertanggungjawabkan keabsahannya. Yang dengan demikian, secara mutlak tidak ada kewajiban fidyah, walaupun penangguhan tersebut tanpa udzur.<br /><br />Bagaimana Jika Meninggal Dunia sebelum Qadha?<br /><br />Memenuhi kewajiban membayar hutang adalah sesuatu yang mutlak. Baik yang berhubungan dengan manusia, apalagi berhubungan dengan Allah SWT. Sehingga orang yang meninggal dunia sebelum memenuhi kewajiban qadha' puasa Ramadhan, sama artinya dengan mempunyai tunggakan hutang kepada Allah SWT. Oleh sebab itu, pihak keluarga wajib memenuhinya.<br /><br />Adapun dalam praktik pelaksanaan qadha' puasa Ramadhan tersebut, ada dua pendapat yakni; Pendapat pertama, menyatakan bahwa; pelaksanaan qadha' puasa Ramadhan orang yang meninggal dunia tersebut gapat diganti dengan fidyah, yaitu memberi makan sebesar 0,6 kg bahan makanan pokok kepada seorang miskin untuk tiap-tiap hari puasa yang telah ditinggalkannya.<br /><br />Sabda Rasulullah SAW:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">مَن مَاتَ وَعَلَيْهِ صِيُامْ أُطْعِمَ عَنْهُ مَكَانَ يَوْمٍ مِسْكِيْنٌ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />"Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban puasa, maka dapat digantikan dengan memberi makan kepada seorang miskin pada tiap hari yang ditinggalkannya." (HR Tirmidzi, dari Ibnu 'Umar)<br /><br />Hadits tersebut di atas, yang mendukung pendapat pertama ini. Namun oleh perawinya sendiri yakni, Imam Tirmidzi telah dinyatakan sebagai hadits gharib. Bahkan oleh sebagian ahli hadits dinyatakan sebagai hadits mauquf, atau ditangguhkan alias tidak dipakai. Sehingga hadits ini tidak dapat dijadikan hujjah.<br /><br />Namun demikian, para Fuqaha yang menyatakan pendapat ini menguatkannya dengan berbagai peristiwa seperti; bahwa masyarakat Madinah melaksanakan hal yang seperti ini, yakni memberi makan kepada seorang miskin untuk tiap-tiap hari yang telah ditinggalkan puasanya oleh orang yang meninggal dunia.<br /><br />Pendapat kedua, menyatakan bahwa; jika orang yang memiliki kewajiban qadha' puasa meninggal dunia, maka pihak keluarganya wajib melaksanakan qadha' puasa tersebut, sebagai gantinya. Dan tidak boleh dengan fidyah. Sedangkan dalam prakteknya, pelaksanaan qadha' puasa tersebut, boleh dilakukan oleh orang lain, dengan seijin atau atas perintah keluarganya.<br /><br />Sabda Rasulullah SAW:<br /><br />مَنْ مَاتَ وَ عَلَيْهِ صِيَامٌ صَامَ عَنْهُ وَلِيُّهُ<br /><br />"Siapa saja meninggal dunia dan mempunyai kewajiban qadha puasa, maka walinya (keluarganya) berpuasa menggantikannya." (HR. Bukhari dan Muslim, dari Aisyah)<br /><br />Pendapat kedua ini, kami kira lebih kuat lantaran hadits yang mendasarinya shahih. Sementara pendapat pertama dinilai lemah karena hadits yang mendasarinya marfu', gharib atau mauquf seperti dijelaskan di atas. Sedangkan peristiwa yang menguatkannya yakni, apa yang dilakukan oleh masyarakat Madinah ketika itu, sama sekali tak dapat dijadikan hujjah, lantaran bukan suatu hadits.<br /><br />Bagaimana Jika Jumlah Hari yang Ditinggalkan Tidak Diketahui?<br /><br />Melaksanakan qadha' puasa sebanyak hari yang telah ditinggalkan merupakan suatu kewajiban. Baik qadha' puasa untuk dirinya sendiri, maupun untuk anggota keluarga yang telah meninggal dunia. Namun dalam hal ini, tidak mustahil terjadi bahwa jumlah hari yang harus qadha' puasa itu tidak diketahui lagi, misalnya lantaran sudah terlalu lama, atau memang,sulit diketahui jumlah harinya. .<br /><br />Dalam keadaan seperti ini, alangkah bijak jika kita tentukan saja jumlah hari yang paling maksimum. Lantaran kelebihan hari qadha' puasa adalah lebih baik ketimbang kurang. Dimana kelebihan hari qadha' tersebut akan menjadi ibadah sunnat yang tentunya memiliki nilai tersendiri.<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">KH Arwani Faishal<br />Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Mas’ail PBNU</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-35692086081696471752010-08-05T16:47:00.000-07:002010-08-05T16:50:47.805-07:00Shalat Tarawih dan Jumlah Raka’atnyaShalat Tarawih hukumnya sangat disunnahkan (sunnah muakkadah), lebih utama berjama'ah. Demikian pendapat masyhur yang disampaikann oleh para sahabat dan ulama.<br /><br />Ada beberapa pendapat tentang raka’at shalat Tarawih; ada pendapat yang mengatakan bahwa shalat tarawih ini tidak ada batasan bilangannya, yaitu boleh dikerjakan <span class="fullpost">dengan 20 (dua puluh) raka'at, 8 (delapan), atau 36 (tiga puluh enam) raka'at; ada pula yang mengatakan 8 raka’at; 20 raka’at; dan ada pula yang mengatakan 36 raka’at.<br /><br />Pangkal perbedaan awal dalam masalah jumlah raka’at shalat Tarawih adalah pada sebuah pertanyaan mendasar. Yaitu apakah shalat Tarawih itu sama dengan shalat malam atau keduanya adalah jenis shalat sendiri-sendiri? Mereka yang menganggap keduanya adalah sama, biasanya akan mengatakan bahwa jumlah bilangan shalat Tawarih dan Witir itu 11 raka’at.<br /><br />Dalam wacana mereka, di malam-malam Ramadhan, namanya menjadi Tarawih dan di luar malam-malam Ramadhan namanya menjadi shalat malam / qiyamullail. Dasar mereka adalah hadits Nabi SAW:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">عَنْ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ عَنْهَا مَا كَانَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَزِيْدُ فِيْ رَمَضَانَ وَلاَغَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً. رواه النسائي</span><br /></div><span class="fullpost"><br />”Dari Aisyah RA bahwa Rasulullah SAW tidak pernah menambah di dalam ramadhan dan di luar Ramadhan dari 11 rakaat”. (HR. Al-Bukhari)<br /><br />Sedangkan mereka yang membedakan antara keduanya (shalat malam dan shalat tarawih), akan cenderung mengatakan bahwa shalat Tarawih itu menjadi 36 raka’at karena mengikuti ijtihad Khalifah Umar bin ’Abdul Aziz yang ingin menyamai pahala shalat Tarawih Ahli Makkah yang menyelingi setiap empat raka’at dengan ibadah Thawaf.<br /><br />Lalu Umar bin ’Abdul Aziz menambah raka’at shalat Tarawih menjadi 36 raka’at bagi orang di luar kota Makkah agar menyamahi pahala Tarawih ahli makkah; Atau shalat Tarawih 20 raka’at dan Witir 3 raka’at menjadi 23 raka’at. Sebab 11 rakaat itu adalah jumlah bilangan rakaat shalat malamnya Rasulullah saw bersama sahabat dan setelah itu Beliau menyempurnakan shalat malam di rumahnya. Sebagaimana Hadits Nabi SAW.:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">أَنَّهُ صلّى الله عليه وسلّم خَرَجَ مِنْ جَوْفِ اللَّيْلِ لَيَالِيْ مِنْ رَمَضَانَ وَهِيَ ثَلاَثُ مُتَفَرِّّقَةٍ: لَيْلَةُ الثَالِثِ, وَالخَامِسِ, وَالسَّابِعِ وَالعِشْرِيْنَ, وَصَلَّى فِيْ المَسْجِدِ, وَصَلَّّى النَّاسُ بِصَلاَتِهِ فِيْهَا, وَكَانَ يُصَلِّّْي بِهِمْ ثَمَانِ رَكَعَاتٍ, وَيُكَمِّلُوْنَ بَاقِيْهَا فِيْ بُيُوْتِهِمْ. رواه الشيخان</span><br /></div><span class="fullpost"><br />“Rasulullah SAW keluar untuk shalat malam di bulan Ramadlan sebanyak tiga tahap: malam ketiga, kelima dan kedua puluh tujuh untuk shalat bersama umat di masjid, Rasulullah saw. shalat delapan raka’at, dan kemudian mereka menyempurnakan sisa shalatnya di rumah masing-masing. (HR Bukhari dan Muslim).<br /><br />Sedangkan menurut ulama lain yang mendukung jumlah 20 raka’at, jumlah 11 raka’at yang dilakukan oleh Rasulullah SAW tidak bisa dijadikan dasar tentang jumlah raka’at shalat Tarawih. Karena shalat Tarawih tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah saw kecuali hanya 2 atau 3 kali saja. Dan itu pun dilakukan di masjid, bukan di rumah.<br /><br />Bagaimana mungkin Aisyah RA meriwayatkan hadits tentang shalat Tarawih Nabi SAW? Lagi pula, istilah shalat Tarawih juga belum dikenal di masa Nabi SAW. Shalat tarawih bermula pada masa Umar bin Khattab RA karena pada bulan Ramadlan orang berbeda-beda, sebagian ada yang shalat dan ada yang tidak shalat, maka Umar menyuruh agar umat Islam berjamaah di masjid dengan imamnya Ubay bin Ka'b.<br /><br />Itulah yang kemudian populer dengan sebutan shalat tarawih, artinya istirahat, karena mereka melakukan istirahat setiap selesai melakukan shalat 4 raka’at dengan dua salam. Dan Umar RA. berkata: "Inilah sebaik-baik bid’ah".<br /><br />Bagi para ulama pendukung shalat Tarawih 20 raka’at+witir 3= 23, apa yang disebutkan oleh Aisyah bukanlah jumlah raka’at shalat Tarawih melainkan shalat malam (qiyamullail) yang dilakukan di dalam rumah beliau sendiri. Apalagi dalam riwayat yang lain, hadits itu secara tegas menyebutkan bahwa itu adalah jumlah raka’at shalat malam Nabi SAW., baik di dalam bulan Ramadhan dan juga di luar bulan Ramadhan.<br /><br />Ijtihad Umar bin Khoththab RA tidak mungkin mengada-ada tanpa ada dasar pijakan pendapat dari Rasulullah saw, karena para sahabat semuanya sepakat dan mengerjakan 20 raka’at (ijma’ ash-shahabat as-sukuti).<br /><br />Di samping itu, Rasulullah menegaskan bahwa Posisi Sahabat Nabi SAW sangat agung yang harus diikuti oleh umat Islam sebagaimana dalam Hadits Nabi SAW:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;"> فَعَلَيْكُمْ بِسُنَّّتِيْ, وَسُنَّةِ الخُلَفَآءِ الرَّاشِدِيْنَ مِنْ بَعْدِيْ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />"Maka hendaklah kamu berpegang teguh kepada sunnahku dan sunnah al-Khulafa' al-Rasyidun sesudah aku ". (Musnad Ahmad bin Hanbal).<br /><br />Ulama Syafi’ayah, di antaranya Imam Zainuddin bin Abdul ‘Aziz al Malibari dalam kitab Fathul Mu’in menyimpulkan bahwa shalat Tarawhi hukumnya sunnah yang jumlahnya 20 raka’at:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">وَصَلاَةُ التَّرَاوِيْحِ سنة مُؤَكَّدَةٌ وَهِيَ عِشْرُوْنَ رَكْعَةً بِعَشْرِ تَسْلِيْماَتٍ فِيْ كُلِّ لَيْلَةٍ مِنْ رَمَضَانَ لِخَبَرٍ مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إِيْمَاناً وَاحْتِسَاباً غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ وَيَجِبُ التَّسْلِيْمُ مِنْ كُلِّ رَكْعَتَيْنِ فَلَوْ صَلَّى أَرْبَعًا مِنْهَا بِتَسْلِيْمَةٍ لَمْ تَصِحَّ .</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />“Shalat Tarawih hukumnya sunnah, 20- raka’at dan 10 salam pada setiap malam di bulan Ramadlan. Karena ada hadits: Barangsiapa Melaksanakan (shalat Tarawih) di malam Ramadlan dengan iman dan mengharap pahala, maka dosanya yang terdahullu diampuni. Setiap dua raka’at haru salam. Jika shalat Tarawih 4 raka’at dengan satu kali salam maka hukumnya tidak sah……”. (Zainuddin al Malibari, Fathul Mu’in, Bairut: Dar al Fikr, juz I, h. 360).<br /><br />Pada kesimpilannya, bahwa pendapat yang unggul tentang jumlah raka’at shalat tarawih adalah 20 raka’at + raka’at witir jumlahnya 23 raka’at. Akan tetapi jika ada yang melaksanakan shalat tarawih 8 raka’at + 3 withir jumlahnya 11 raka’at tidak berarti menyalahi Islam. Sebab perbedaan ini hanya masalah furu’iyyah bukan masalah aqidah tidak perla dipertentangkan. Wallahu a’lam bi al-shawab.<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">HM Cholil Nafis MA<br />Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masa’il PBNU<br /></span><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-8072878924401807422010-08-05T16:41:00.000-07:002010-08-05T16:46:30.650-07:00Keistimewaan Bulan Ramadhan dan Doa-doa PilihanBulan Ramadhan memiliki keutamaan dan keistimewaan yang besar. Semua amal soleh yang dilakukan pada bulan ini akan mendapat balasan lebih banyak dan lebih baik. Oleh karena itu kita sangat dianjurkan untuk memperbanyak amal kebajikan dan meninggalkan kemaksiatan. Diantara keutamaan dan keistimewaan bulan Ramadhan tersebut, disebutkan dalam beberapa riwayat:<span class="fullpost"><br /><br />1. Ramadhan adalah bulan penuh berkah, pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup dan setan-setan pun dibelenggu. Pada bulan Ramadhan terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">قَدْ جَاءَكُمْ رَمَضَانُ شَهْرٌمُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللهُ عَلَيْكُمْ صِيَامَهُ تُفْتَحُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فَيْهِ أبْوَابُ الْجَحِيْمِ وَتُغَلًّ فَيْهَ الشَّيَاطَيْنُ فَيْهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ ألْفِ شَهْرٍ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Telah datang Bulan Ramadhan, bulan penuh berkah, maka Allah mewajibkan kalian untuk berpuasa pada bulan itu, saat itu pintu-pintu surga dibuka, pintu-pintu neraka ditutup, para setan diikat dan pada bulan itu pula terdapat satu malam yang nilainya lebih baik dari seribu bulan. (HR. Ahmad)<br /><br />2. Allah SWT membebaskan penghuni neraka pada setiap malam bulan Ramadhan. Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">إذَا كَانَ أوَّلُ لَيْلَةٍ مِنْ شَهْرِرَمَضَانَ صُفِّدَتْ الشَّيَاطِيْنُ وَمَرَدَةُ الْجِنِّ وَغُلِّقَتْ أبْوَابُ النَّارِ فَلَمْ يُفْتَحْ مِنْهَا بَابٌ وَفُتِّحَتْ أبْوَابُ الجَنَّةِ فَلَمْ يُغْلَقْ مِنْهَا بَابٌ وَيُنَادِيْ مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الْخَيْرِ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أقْصِرْ وَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِ وَذَلِكَ كُلُّ لَيْلَةٍ </span><br /></div><span class="fullpost">Jika awal Ramadhan tiba, maka setan-setan dan jin dibelenggu, pintu-pintu neraka ditutup, tidak ada satu pintu pun yang dibuka. Sedangkan pintu-pintu surga dibuka, dan tidak satu pintu pun yang ditutup. Lalu ada seruan (pada bulan Ramadhan); Wahai orang yang menginginkan kebaikan, datanglah. Wahai orang yang ingin kejahatan, tahanlah dirimu. Pada setiap malam Allah SWT memiliki orang-orang yang dibebaskan dari neraka. (HR Tirmidzi)<br /><br />3. Puasa bulan Ramadhan adalah sebagai penebus dosa hingga datangnya bulan Ramadhan berikutya. Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">اَلصَّلَوَاتُ الْخَمْسُ وَالْجُمْعَةُ إلَى الْجُمْعَةِ وَرَمَضَاُن إلَى رَمَضَانَ مُكَفِّرَاةٌ مَا بَيْنَهُنَّ إذَاجْتَنَبَ اْلكَبَائِرَ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Jarak antara shalat lima waktu, shalat jum’at dengan jum’at berikutnya dan puasa Ramadhan dengan Ramadhan berikutnya merupakan penebus dosa-dosa yang ada diantaranya, apabila tidak melakukan dosa besar. (HR Muslim)<br /><br />4. Puasa Ramadhan bisa menebus dosa-dosa yang telah lewat, dengan syarat puasanya ikhlas. Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">مَنْ صَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Barangsiapa berpuasa dibulan Ramadhan karena Iman dan mengharap pahala dari Allah maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu. (HR Bukhari dan Muslim)<br /><br />5. Barangsiapa memberi buka orang yang puasa maka mendapat pahala sebanyak pahala orang puasa tersebut.<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">مَنْ فَطَرَ صَائِمًا كُتِبَ لَهُ مِثْلُ أجْرِ الصَّا ئِمِ لَا يَنْقُصَ مِنْ أجْرِ الصَّائِمِ شَيْئٌ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Barangsiapa memberi perbukaan (makanan atau minuman) kepada orang yang berpuasa, maka dia akan mendapat pahala seperti pahala orang yang berpuasa itu, tanpa mengurangi sedikitpun pahala orang yang berpuasa tersebut. (HR Ahmad)<br /><br />6. Sedekah yang paling baik adalah pada bulan Ramadhan.<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">أيُّ الصَّدَقَةِ أفْضَلُ؟ قَالَ صَدَقَةٌ فَيْ رَمَضَانَ</span><br /></div><span class="fullpost"><br /><br />Rasulullah SAW pemah ditanya; Sedekah apakah yang paling mulia? Beliau menjawab: “Yaitu sedekah dibulan Ramadhan.” (HR Tirmidzi)<br /><br />7. Orang yang banyak beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan, maka dosa-dosanya diampuni oleh Allah SWT. Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">مَنْ قَامَ رَمَضَانَ إيْمَا نًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Barangsiapa beribadah (menghidupkan) bulan Ramadhan dengan iman dan mengharap pahala, maka Allah akan mengampuni dosa-dosanya yang telah lalu.” (HR Bukhari dan Muslim)<br /><br />8. Doa orang yang berpuasa adalah mustajab Rasulullah SAW bersabda:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">ثَلَاثُ دَعَوَاتٍ مُسْتَجَابَاتٍ ؛دَعْوَةُ الصَّائِمِ وَدَعْوَةُ الْمُسَافِرِ وَدَعْوَةُ الْمَظْلُوْمِ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Ada tiga macam doa yang mustajab, yaitu doa orang yang sedang puasa, doa musafir dan doa orang yang teraniaya. (HR Baihaqi)<br /><br />9. Puasa dan ِAl-Qur’an yang dibaca pada malam Ramadhan akan memberi syafaat kepada orang yang mengerjakannya kelak dihari kiamat. Rasulullah SAW bersabda:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">اَلصُّيَامُ وَاْلقُرْآنُ يَشْفَعَانِ لِلْعَبْدِ يَوْمَ اْلقِيَامَةِ يَقُوْلُ اَلصِّيَامُ أيْ رَبِّ مَنَعْتُهُُ الطَّعَامَ وَالشَّهَوَاتَ بِالنَّهَارِ فَشَفِّعْنِى فَيْهِ وَيَقُوْلُ اْلقُرْآنُ مَنَعْتُهُ النَّوْمَ بِالَّيْلِ فَشَفِّعْنِي فِيْهِ قَالَ فَيُشَفِّعَانِ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Puasa dan Al-Qur’an akan memberikan syafaat seorang hamba pada hari kiamat. Puasa berkata: “Ya Rabbi, aku mencegahnya dari makan dan minum di siang hari”, ِAl-Qur’ an juga berkata: “Aku mencegahnya dari tidur dimalam hari, maka kami mohon syafaat buat dia.” Beliau bersabda: “Maka keduanya dibolehkan memberi syafaat.” (HR Ahmad)<br /><br />10. Orang yang melaksanakan Umrah pada bulan Ramadhan maka mendapat pahala seperti melakukan Haji. Rasulullah SAW bersabda:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">فَإِنَّ عُمْرَةَ فِيْ رَمَضَانَ حَجَّةٌ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Sesungguhnya umrah dibulan Ramadhan sama dengan pahala haji. (HR Bukhari)<br /><br /><br /><br />Doa-Doa Bulan Ramadhan<br /><br />Bulan Ramadhan adalah bulan mulia, penuh berkah dan mustajab, maka kita sangat dianjurkan banyak berdoa. Diantara doa-doa penting dibaca pada bulan Ramadhan adalah:<br /><br />1. Doa Bulan Rajab dan Sya'ban Menyambut Ramadhan:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">اَللَّهُمَّ باَرِكْ لَنَا فِيْ رَجَبَ وَشَعْبَانَ وَبَلِّغْناَ رَمَضَانَ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />"Ya Allah, berkahilah kami dibulan Rajab dan Sya'ban dan pertemukan kami dengan bulan Ramadhan." (HR Ahmad)<br /><br />2. Doa Lailatul Qadr:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">اَللَّهُمَّ إنَّكَ عَفُوٌّ كَرِيْمٌ تُحِبُّ الْعَفْوَ فاَعْفُ عَنَّا</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Ya Allah, Sesungguhnya Engkau Dzat Maha Pengampun lagi Maha Pemurah, senang pada ampunan, maka ampunilah kami, wahai Dzat yang Maha Pemurah. (HR Tirmidzi)<br /><br />3. Doa Shalat Witir:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">سُبْحَانَ الْمَلِكِ الْقُدُّْوْسِ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Maha Suci Engkau penguasa yang memiliki kesucian. (HR Nasai)<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">سُبُّوْحٌ قُدُّْوْسٌ رَبُّنَا وَرَبُّ الْمَلائِكَةِ وَالرُّوْحِ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Maha Suci Engkau Dzat yang memiliki kesucian, Tuhannya para Malaikat dan Ruh. (HR Daruquthni)<br /><br />4. Menjelang Berbuka Sebaiknya Membaca doa:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">أشْهَدُ أنْ لاَإلَهَ إلاَّ اللهُ أسْتَغْفِرُ اللهُ أسْألُكَ رِضَاكَ وَالْجَنَّةَ وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Saya bersaksi tidak ada Tuhan Selain Allah, Saya mohon ampun kepada Allah, Saya mohon Ridha-Mu, SurgaMu dan selamatkanlah saya dari neraka." Mu dan selamatkanlah saya dari neraka.<br /><br />5. Doa Buka Puasa<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">اَللَّهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أفْطَرْتُ ذَهَبَ الظَّمَاءُ وَابْتَلَّتْ العُرُوْقُ وَثَبَتَ اْلأجْرُ إنْ شَاءَ اللهُ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />Ya Allah, Aku berpuasa hanya untuk-Mu dan dengan rizki-Mu aku berbuka. Hilanglah rasa haus, tenggorakan menjadz basah, semoga pahala ditetapkan, insya Allah." (HR Abu Dawud)<br /><br />6. Jika Berbuka di Tempat Saudara dianjurkan mengucapkan:<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost" style="font-size:180%;">أفْطَرَ عِنْدَكُمْ الصَّائِمُوْنَ وَأَكَلَ طَعَامَكُمْ اْلأبْرَارَ وَصَلَّتْ عَلَيْكُمْ الْمَلاَئْكَةُ</span><br /></div><span class="fullpost"><br />Telah berbuka di tempatmu orang-orang yang puasa. Orang-orang baik memakan makanan kalian, dan para malaikat mendoakan kalian." (HR Abu Dawud)<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">KH A Nuril Huda</span><br /><span style="font-style: italic;">Ketua PP Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)</span><br /><br />span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-76488842600592551442010-08-05T16:38:00.000-07:002010-08-05T16:40:27.458-07:00Niat dalam Puasa RamadhanSegala sesuatu yang berhubungan dengan niat, selalu ada dalam hati. Atau selalu dengan hati. Sama sekali tidak dengan lisan. Oleh sebab itu, melafadzkan atau mengucapkan niat tidaklah wajib hukumnya. Namun demikian, tidak pula suatu bid’ah yang dosa dan sesat, meskipun hal itu tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah SAW.<span class="fullpost"><br /><br />Pengucapan niat pada hakikatnya dimaksudkan untuk memesukakan isi lafadz niat tersebut ke dalam hati yang oleh sebab itu menurut suatu mazhab dipandang sunnah hukumnya, lantaran diyakini akan menjadi pendorong tercapainya suatu yang wajib. Hanya satu yang perlu diperhatikan yakni bahwa wajibnya sebuah niat, tidak akan pernah terpenuhi hanya dengan ucapan lisan, tanpa ada dalam hati.<br /><br />Bilakah Sebaiknya Berniat Puasa?<br /><br />Berdasarkan As Sunnah, memang ada perbedaan alokasi waktu untuk berniat antara puasa Ramadha dan puasa sunnah. Niat puasa Ramadhan harus dilaksanakan pada malam hari sampai menjelang fajar, sedangkan niat puasa sunnah tidak.<br /><br />مَنْ لَمْ يُبَيِّتِ الصِّيَامَ قَبْلَ الْفَحْرِ فَلَا صِيَامَ لَهُ<br /><br />”Siapa saja yang tidak berniat puasa pada malam hari sebelum fajar maka tidak ada puasa baginya.”(HR. Ahmad, Abu Dawud dan Ibnu Majjah, dari hafshah)<br /><br />Hadits yang di atas menegaskan bahwa tidak sah puasa seseorang dengan niat pada saat fajar terbit, apalagi sesudahnya.<br /><br />Adapun niat puasa sunnah sampai dilaksanakan sebelum tergelincir Matahari ke arah barat (masuk waktu dzuhur) dan sebelum melakukan hal-hal yang membatalkan puasa. Hal ini didasarkan pada sebuah Haditz Riwayat Muslim dan Abu Dawud tentang apa yang dikisahkan oleh Aisyah ra bahwa Rosulullah SAW pada suatu hari bertanya kepadanya: ”Apakah ada makanan ?” Aisyah menjawab ”Tidak”. Lantas Rosulullah bersabda : ”Kalau begitu aku berpuasa”<br /><br /><br />Apa Sajakah yang Diwajibkan dalam Niat Puasa?<br /><br />Sesuatu niat dalam ibadah, harus memenuhi beberapa kriteria yang disesuaikan dengan ibadah yang akan dikerjakan. Untuk niat puasa, ada dua kriteria yang harus dipenuhi. Pertama, bermaksud mengerjakan puasa, yang masuk kategori; qosdul fi’li.<br /><br />Kedua menyatakan puasa apa yang akan dikerjakan, misalnya puasa Ramadhan, puasa kaffarah, puasa nadzar dan lainsebagainya. Dimana hal ini masuk ketegori ; Atta’yin. Adapun yang menyempurnakan adalah menegaskan fardhu atau sunnahnya puasa yang akan dikerjakan, yang masuk dalam ketegori ; Atta’arrudl. Lantas, menegaskan bahwa puasa yang akan dikerjakannya itu semata-mata karena Allah SWT.<br /><br /><br />Apakah Sah Puasa Satu Bulan Ramadhan dengan Niat Satu Kali?<br /><br />Puasa Ramadhan adalah ibadah, dan setiap ibadah wajib diserrtai denga niat, sebagaimana dalam hadits riwayat Bukhari dan Muslim dari Umar bin Khathab RA, yang dapat disimpulkan bahwa sebuah niat tidak dapat digunakan untuk dua kali ibadah atau lebih.<br /><br />Hari-hari puasa Ramadhan merupakan merupakan suatu bentuk ibadah tersendiri yang sama sekali tak terkait dengan puasa hari sebelum dan sesudahnya. Oleh sebab itu, setiap hari puasa Ramadhan membutuhkan niat tersendiri.<br /><br />Namun demikian, sebagian dari para Fuqaha ada pula yang berpendapat lain yakni bahwa ; ”Puasa sebulan Ramadhan itu cukup hanya berniat satu kali saja pada hari pertama”. Dimana pendapat itu didasarkan pada penilaian bahwa puasa sebulan Ramadhan itu adalah sebuah kesatuan, tidak terpecah-pecah, sehingga layak disebut sebagai satu bentuk ibadah, dalam artian antara malam hari yang boleh makan minum dengan siang hari yang harus berpuasa, sudah merupakan suatau gaungan ibadah puasa.<br /><br />Selain itu mereka juga mengacu pada sebuah Hadits kewajiban niat yang menytakan bahwa seseorang itu hanya memperoleh apa yang telah diniatkannya. Dalam hal ini mereka berpendapat bahwa juka seseorang sudah sekali berniat untuk melaksanakan puasa sebulan Ramadhan, maka ia akan mendapat yang sesuai dengan apa yang telah diniatkannya itu. Atau dengan kata lain, puasanya sebulan Ramadhan itu sah.<br /><br />Sejauh penghematan kami, pendapat yang kedua ini yakni sah berniat satu kali untuk sebualan puasa Ramadhan sangatlah lemah, lantaran hadits yang dijadikan dasar acuan pendapat mereka itu masih memiliki relativikasi pengrtian yang beragam. Artinya pernyataan hadits bahwa seseoranbg itu akan mandapatkan apa yang telah diniatkannnya, boleh jadi memang bisa digunakan untuk mengesahkan niat satu kali puasa sebulan Ramadhan, jika puasa sebulanm Ramadhan itu benar-benar merupakan suatu bentuk ibadah yang menyatu.<br /><br />Namun nyatanya walaupun nampak layak disebut ibadah yang menyatu tak dapat kita pungkiri pula bahwa setiap hari puasa dalam bulan Ramadhan merupaka suatau bentuk ibadah yang mandiri, sama sekali tidak terkait dengan hari sebelum atau sesudahnya. Bukti yang paling kongriet ang mendukung pernyataan ini adalah ; ”Batalnya sehari puasa Ramadhan sama sekali tidak memepengaruhi puasa hari berikutnya ”. Dan juga sudah jelas bahwa hari-hari puasa dalam bulan Ramadhan itu merupakan suatu ibadah yang mandiri maka sulit diingkari bahwasanya setiap hari puasa ramadhan itu harus disertai dengan niat tersendiri.<br /><br /><br />Bagaimana Jika tidak Niat Puasa pada Malam Harinya?<br /><br />Adalah rukun puasa yang merupakan unsur dasar dari setiap ibadah. Oleh sebab itu, tidaklah sah puasa seseorang jika tidak disettai dengan niat. Dan jika telah dinyatakan bahwa niat puasa fardlu itu harus dilakukan pada malam hari, maka tidak sah berniat pada terbit fajar atau sesudahnya. Dengan demikian jika seseorang tidak berniat puasa Ramadhan pada malam harinya, maka tidaklah puasanya, sehingga ia wajib melakukan qadha. Namun demikian tidaklah ia berdosa karenanya, jika tidak berniatnya itu disebabkan karena utzur, seperti lupa atau tertidur sampai masuk waktu subuh. Selain itu ia tetap berlaku dan bertindak sebagaimana layaknya orang yang sedang berpuasa, lantaran ia tidak termasuk orang yang diberi keringanan untuk meniggalkan puasa yang memperoleh kebasan berbuka.<br /><br />Semantara itu, ada pula pendapat lain yakni bahwa dengan ditinggalkannya niat puasa oleh seseorang pada malam harinya karena udzur misalnya maka ia diperbolehkan berniat puasa Ramadhan pada pagi harinya. Pandapat ini didasarkan pada sebuah hadits yang menyatakan bahwa, pada suatu hari tanggal 10 Muharam Rasulullah SAW memberi perintah kepada sala seorang sahabatnya agar mengintruksikan kepada semua orang baik yang sudah makan ataupun belum untuk berpuasa.<br /><br />Menurut kami, pendapat ini patut diterima dengan dasar kebijakan pertimbangan alasan udzur tersebut bukan lantara puasa Muharam yang memang bukan fardhu, sebelum difardukannya puasa Ramadhan.<br /><br />Namun demikian kami tetap memandang bahwa pendapat pertama jauh lebih kuat lantaran diwajibkannya berniat puasa malam hari itu didasarkan pada hadits yang sharih atau tegas sebagaimana riwayat dari Hafshah RA. Sehingga apapun alasannya udzur atau tidak secara mutlak niat puasa fardhu pada malam hari itu wajib.<br /><br /><br /><span style="font-style:italic;">KH Arwani Faishal<br />Wakil Ketua PP Lembaga Bahtsul Masa'il NU</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-2727186760734133832010-07-24T20:40:00.000-07:002010-07-24T22:39:36.095-07:00Sepuluh Tokoh NU Berpengaruh<div id="content_wrapper1"> </div> <!-- end of content_wrapper1 --> <!-- ####### CONTENT WRAPPER 2 ######## --> <!-- ######## BODY SECTION ######## --> <!-- start tab 2 --><table style="width: 507px; height: 17064px;" class="contentpaneopen"><tbody><tr><td valign="top"><p style="text-align: center;"> </p> <p style="text-align: center;"><img src="http://majalah-alkisah.com/images/stories/duniaislam/lead-nu.jpg" border="0" /></p> <p style="text-align: center;"> </p> <p style="text-align: center;"><em>Pengaruh mereka tidak hanya dalam bangunan yang berisikan para pemuda yang berpeci dan berkopiah, melainkan juga di gedung wakil rakyat, bahkan juga istana negara.</em></p> <p style="text-align: center;"> </p> <hr id="system-readmore" style="text-align: justify;"> <p style="text-align: justify;">Peran NU dari sejak berdirinya, 1926, sampai hari ini cukup signifikan. Tidak hanya dalam hal keagamaan, melainkan juga dalam bidang-bidang lain, termasuk politik.</p> <p style="text-align: justify;">Kini, ketika NU memasuki usia 84 tahun, <em>alKisah </em>menyuguhkan penggalan-penggalan kisah sepuluh tokoh berpengaruh dalam kehidupan ormas keagamaan terbesar di Indonesia itu.
<br />
<br /><strong>Hadratusy Syaikh K.H. Hasyim Asy’ari
<br /></strong></p> <p style="text-align: justify;">K.H. Hasyim Asy’ari lahir pada 24 Dzulqa`dah 1287 H atau 14 Februari 1871 M di Desa Nggedang, Jombang, Jawa Timur. Ia anak ketiga dari 10 bersaudara pasangan Kiai Asy`ari bin Kiai Usman dari Desa Tingkir dan Halimah binti Usman.</p> <p style="text-align: justify;">Ia lahir dari kalangan elite santri. Ayahnya pendiri Pesantren Keras. Kakek dari pihak ayah, Kiai Usman, pendiri Pesantren Gedang. Buyutnya dari pihak ayah, Kiai Sihah, pendiri Pesantren Tambakberas. Semuanya pesantern itu berada di Jombang.</p> <p style="text-align: justify;">Sampai umur 13 tahun, Hasyim belajar kepada orangtuanya sendiri sampai pada taraf menjadi badal atau guru pengganti di Pesantren Keras. Muridnya tak jarang lebih tua dibandingkan dirinya.</span></p> <p style="text-align: justify;">Pada umur 15 tahun, ia memulai pengembaraan ilmu ke berbagai pesantren di Jawa dan Madura: Probolinggo (Pesantren Wonokoyo), Tuban (Pesantren Langitan), Bangkalan, Madura (Pesantren Trenggilis dan Pesantren Kademangan), dan Sidoarjo (Pesantren Siwalan Panji).</p> <p style="text-align: justify;">Pada pengembaraannya yang terakhir itulah, ia, setelah belajar lima tahun dan umurnya telah genap 21 tahun, tepatnya tahun 1891, diambil menantu oleh Kiai Ya`kub, pemimpin Pesantren Siwalan Panji. Ia dinikahkan dengan Khadijah.</p> <p style="text-align: justify;">Namun, dua tahun kemudian, 1893, saat pasangan ini tengah berada di Makkah, Khadijah meninggal di sana ketika melahirkan Abdullah. Dua bulan kemudian Abdullah pun menyusul ibunya. Kala itu Hasyim tengah belajar dan bermukim di tanah Hijaz.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun itu juga, Hasyim pulang ke tanah air. Namun tak lama kemudian, ia kembali ke Makkah bersama adiknya, Anis, untuk dan belajar. Tapi si adik juga meninggal di sana. Namun hal itu tidak menyurutkan langkahnya untuk belajar.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun 1900, ia pulang kampung dan mengajar di pesantren ayahnya. Tiga tahun kemudian, 1903, ia mengajar di Pesantren Kemuring, Kediri, sampai 1906, di tempat mertuanya, Kiai Romli, yang telah menikahkan dirinya dengan putrinya, Nafisah.</p> <p style="text-align: justify;">Selama di Makkah ia belajar kepada Syaikh Mahfudz dari Termas (w. 1920), ulama Indonesia pertama pakar ilmu hadits yang mengajar kitab hadits Shahih Al-Bukhari di Makkah. <span class="fullpost">Ilmu hadits inilah yang kemudian menjadi spesialisasi Pesantren Tebuireng, yang kelak didirikannya di Jombang sepulangnya dari Tanah Suci.</p> <p style="text-align: justify;">Selama hidupnya, K.H. Hasyim menikah tujuh kali. Selain dengan Khadijah dan Nafisah, antara lain ia juga menikahi Nafiqah, dari Siwalan Panji, Masrurah, dari Pesantren Kapurejo, Kediri.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun 1899, 12 Rabi’ul Awwal 1317, ia mendirikan Pesantren Tebuireng. Lewat pesantren inilah K.H. Hasyim melancarkan pembaharuan sistem pendidikan keagamaan Islam tradisional, yaitu sistem musyawarah, sehingga para santri menjadi kreatif. Ia juga memperkenalkana pengetahuan umum dalam kurikulum pesantren, seperti Bahasa Melayu, Matematika, dan Ilmu Bumi. Bahkan sejak 1926 ditambah dengan Bahasa Belanda dan Sejarah Indonesia.</p> <p style="text-align: justify;">Kiai Cholil Bangkalan, gurunya, yang juga dianggap sebagai pemimpin spiritual para kiai Jawa, pun sangat menghormati dirinya. Dan setelah Kiai Cholil wafat, K.H. Hasyim-lah yang dianggap sebagai pemimpin spiritual para kiai.</p> <p><img src="http://majalah-alkisah.com/images/stories/duniaislam/2.-kh.-hasyim-asyari-oke.jpg" style="float: right;" border="0" width="268" height="381" /></p> <p style="text-align: justify;">Menghadapi penjajah Belanda, K.H. Hasyim menjalankan politik non-kooperatif. Banyak fatwanya yang menolak kebijakan pemerintah kolonial. Fatwa yang paling spektakuler adalah fatwa jihad, yaitu, “Wajib hukumnya bagi umat Islam Indonesia berperang melawan Belanda.” Fatwa ini dikeluarkan menjelang meletusnya Peristiwa 10 November di Surabaya.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam paham keagamaan, pikiran yang paling mendasar Hasyim adalah pembelaannya terhadap cara beragama dengan sistem madzhab. Paham bermadzhab timbul sebagai upaya untuk memahami ajaran Al-Quran dan sunnah secara benar. Pandangan ini erat kaitannya dengan sikap beragama mayoritas muslim yang selama ini disebut Ahlussunnah wal Jama’ah.</p> <p style="text-align: justify;">Menurut Hasyim, umat Islam boleh mempelajari selain keempat madzhab yang ada. Namun persoalannya, madzhab yang lain itu tidak banyak memiliki literatur, sehingga mata rantai pemikirannya terputus. Maka, tidak mungkin bisa memahami maksud yang dikandung Al-Quran dan hadits tanpa mempelajari pendapat para ulama besar yang disebut imam madzhab.</p> <p style="text-align: justify;">NU didirikan antara lain untuk mempertahankan paham bermadzhab, yang ketika itu mendapat serangan gencar dari kalangan yang anti-madzhab.</p> <p style="text-align: justify;">Kiai Hasyim wafat pada 7 Ramadhan 1366 atau 25 Juli 1947 pada usia 76 tahun.</p> <p style="text-align: justify;">
<br /><strong>Abdul Wahab Chasbullah
<br /></strong>Ia lahir pada bulan Maret 1888 di Tambakberas, Jombang. Nasabnya tidak jauh dari Hasyim Asy`ari. Nasab keduanya bertemu dalam satu keturunan dari Kiai Abdus Salam (Siapa dia?).</p> <p style="text-align: justify;">Ayahnya, Chasbullah, adalah pengasuh Pondok Pesantren Tambakberas. Ibunya, Nyai Lathifah, juga putri kiai kondang (Siapa?).</p> <p style="text-align: justify;">Pendidikannya dihabiskan di pesantren, mulai dari Pesantren Langitan (Tuban), Mojosari, Nganjuk, di bawah bimbingan Kiai Sholeh, Pesantren Cepoko, Tawangsari (Surabaya), hingga Pesantren Kademangan, Bangkalan (Madura), langsung berguru kepada Mbah Cholil. Kiai Cholil kemudian menganjurkannya belajar ke Pesantren Tebuireng (Jombang).</p> <p style="text-align: justify;">Pada umur 27, ia pergi ke Makkah dan berguru kepada ulama-ulama besar Indonesia yang bermukim di sana, seperti Kiai Mahfudz Termas, Kiai Muhtarom Banyumas, Syaikh Ahmad Khatib Minangkabaw, Kiai Bakir Yogya, Kiai Asy`ari Bawean. Ia juga belajar kepada tokoh-tokoh besar lain di sana yang bukan orang Indonesia, seperti Syaikh Sa`id Al-Yamani dan Syaikh Umar Bajened.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun 1921, sewaktu menunaikan ibadah haji bersama istri, sang istri meninggal di Makkah. Kemudian ia menikah dengan Alawiyah binti Alwi. Setelah melahirkan seorang anak, istri kedua ini juga meninggal. Setelah itu ia menikah berturut-turut dengan tiga wanita yang semuanya tidak memberikan keturunan. Empat anak diperolehnya dari istri berikutnya, Asnah binti Kiai Said.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah Asnah meninggal, ia menikah lagi dengan Fatimah binti H. Burhan, seorang janda yang punya anak bernama Syaichu, yang kelak menjadi ketua DPR pada masa Orde Baru. Sesudah itu ia menikah lagi dengan Masnah, dikaruniai seorang anak, lalu dengan Ashikhah binti Kiai Abdul Majid (Bangil), meninggal di Makkah setelah memberinya empat anak, dan yang terakhir dengan Sa`diyah, kakak sang istri, yang mendampinginya sampai akhir hayatnya dan memberinya keturunan lima anak.</p> <p style="text-align: justify;">Sedikit mundur ke belakang, tahun 1914, ketika berumur 26 tahun, ia mendirikan kelompok diskusi Tashwirul Afkar (Pergolakan Pemikiran) bersama K.H. Mas Mansur.</p> <p style="text-align: justify;">Pada tahun 1916, ia mendirikan Madrasah Nahdlatul Wathan (Kebangkitan Negeri) di Surabaya. Pengajarnya terdiri dari banyak ulama tradisional muda, seperti K.H. Bisri Syansuri (1886-1980) dan K.H. Abdullah Ubaid (1899-1938), yang di kemudian hari memainkan peranan penting di NU.</p> <p style="text-align: justify;">Masih pada tahun yang sama, bersama Kiai Hasyim Asy’ari (1871-1947), ia mendirikan koperasi dagang Nahdlatut Tujjar (Kebangkitan Pedagang) untuk kalangan tradisionalis di kisaran Surabaya-Jombang.
<br />Pada tahun 1920, ia juga aktif dalam Islam Studie Club, jembatan untuk menghubungkan dirinya dengan tokoh-tokoh nasionalis modernis, seperti dr. Soetomo.</p> <p style="text-align: justify;">Sejak 1924, Wahab Chasbullah telah mengusulkan agar dibentuk perhimpunan ulama untuk melindungi kepentingan kaum tradisionalis.</p> <p style="text-align: justify;">Pada 31 Januari 1926, atas persetujuan Hasyim Asy`ari, ia mengundang para ulama terkemuka dari kalangan tradisionalis ke Surabaya untuk mengesahkan terbentuknya Komite Hijaz, yang akan mengirim delegasi ke kongres di Makkah untuk mempertahankan praktek-praktek keagamaan yang dianut kaum tradisionalis. Pertemuan 15 kiai terkemuka dari Jawa dan Madura itu dilakukan di rumah Wahab Chasbullah di Kertopaten, Surabaya.</p> <p style="text-align: justify;">Pertemuan tersebut akhirnya juga menghasilkan kesepakatan mendirikan NU, sebagai representasi Islam tradisional, untuk mewakili dan memperkukuh Islam tradisional di Hindia Belanda.</p> <p style="text-align: justify;">Kemudian, MIAI (Majelis Islam A’la Indonesia, Dewan Tertinggi Islam di Indonesia), yang terbentuk pada September 1937, juga merupakan gagasan Wahab Chasbullah dan Ahmad Dahlan Kebondalem (NU), Mas Mansur (Muhammadiyah), dan Wondoamiseno (SI). Federasi organisasi Islam ini bertujuan meningkatkan komunikasi dan kerja sama di antara umat Islam.</p> <p style="text-align: justify;">Namun kemudian MIAI dibubarkan oleh Jepang dan dibentuklah Masyumi pada November 1943. Hasyim Asy`ari ditunjuk sebagai ketua umum dan Whab Chasbullah sebagai penasihat dewan pelaksananya.</p> <p style="text-align: justify;">Meski Masyumi adalah organisasi non-politik, pada kenyataannya fungsinya setengah politis, dimaksudkan untuk memperkuat dukungan umat Islam terhadap pemerintahan Jepang.</p> <p style="text-align: justify;">November 1945, Masyumi berubah menjadi parpol. Masyumi menjadi satu-satunya kendaraan politik umat Islam. Hasyim Asy`ari menjadi ketua umum Majelis Syuro (Dewan Penasihat Keagamaan), Wahid Hasyim, putra Hasyim Asy`ari, menjadi wakilnya, dan Wahab Chasbullah menjadi anggota dewan.</p> <p style="text-align: justify;">Selanjutnya, setelah NU menyetujui peran politik bagi Masyumi lewat muktamar di Purwokerto (1946), orang-orang NU tampil di pemerintahan, yakni Wahid Hasyim, Kiai Masykur, dan K.H. Fathurahman Kafrawi. Sedang Wahab Chasbullah menjadi anggota DPA.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun 1947, Wahab Chasbullah menjabat rais am NU.</p> <p style="text-align: justify;">Benih-benih krisis NU-Masyumi mulai tumbuh pada 1952. Saat itu Wahab Chasbullah menjadi ketua Dewan Syuro. Maka ia sangat gencar mengkampanyekan penarikan diri NU dari Masyumi. Dan secara resmi NU menarik diri dari Masyumi pada 31 Juli 1952. Pada sidang parlemen 17 September 1952, tujuh anggota parlemen dari NU menarik diri dari Masyumi. Di antaranya Wahab Chasbullah, Idham Chalid, Zainul Arifin.</p> <p style="text-align: justify;">Mereka kemudian membentuk partai sendiri, NU. Akibatnya, Masyumi bukan lagi partai terbesar. “Gelar” itu jatuh ke tangan PNI.</p> <p style="text-align: justify;">Pada Pemilu 1955, di luar dugaan, NU meraih tempat ketiga setelah PNI dan Masyumi. Sejak itu kesibukan Wahab Chasbullah lebih banyak pada bidang politik praktis di Jakarta, terutama sebagai anggota parlemen dan rais am NU.</p> <p style="text-align: justify;">K.H. Wahab Chasbullah wafat tanggal 29 Desember 1971, pada usia 83 tahun, di rumahnya di Kompleks Pesantren Tambakberas, Jombang.</p> <p style="text-align: justify;">
<br /><strong><img src="http://majalah-alkisah.com/images/stories/duniaislam/6.-kh-bisri-syansuri.oke.jpg" style="float: right;" border="0" />Bisri Syansuri
<br /></strong>RUU Perkawinan, yang menyita banyak perhatian umat Islam pada tahun 1974, terselesaikan dan diterima umat Islam salah satunya karena peran besar Bisri. Sebagai tokoh utama PPP, ia mengajukan amandemen besar atas RUU yang telah diajukan ke DPR RI. Rancangan tandingan yang dibuat bersama sejumlah ulama itu, setelah mendapat restu dari Majelis Syuro PPP, diperjuangkan di DPR hingga akhirnya disahkan.</p> <p style="text-align: justify;">Begitu pula ketika ada usaha keras untuk mengganti tanda gambar PPP dari Ka`bah ke bintang pada Pemilu 1977, ia tampil dominan dan berhasil mempertahankan tanda gambar PPP.</p> <p style="text-align: justify;">Diakui atau tidak, ia adalah penerus Wahab Chasbullah, yang kebetulan sahabat karib dan kakak iparnya, baik di NU, PPP, maupun DPR.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah Wahab wafat pada 1971, ia menggantikan posisi kakak iparnya itu di NU sebagai rais am. Tapi memang sejak adanya jabatan rais am, yang ditetapkan setelah wafatnya Hasyim Asy’ari pada 1947, keduanya menjadi “dwi tunggal” sebagai ketua dan wakil.</p> <p style="text-align: justify;">Bisri, anak nomor tiga dari lima bersaudara pasangan Syansuri dan Maiah, lahir pada 18 September 1886/26 Dzulhijjah 1304 di Tayu, Jawa Tengah, daerah yang kuat memegang tradisi ajaran Islam.</p> <p style="text-align: justify;">Umur tujuh tahun, ia belajar agama kepada Kiai Sholeh hingga umur sembilan tahun. Setelah itu ia mempelajari hadits, tafsir, dan bahasa Arab kepada Kiai Abdul Salam, salah seorang familinya yang hafal Al-Quran. Sesudah itu ia ke Jepara belajar kepada Kiai Syu`aib Sarang dan Kiai Cholil Kasingan.</p> <p style="text-align: justify;">Umur 15 tahun ia menuju Bangkalan, Madura, berguru kepada Kiai Cholil. Di sinilah ia berjumpa dan berteman akrab dengan Wahab Chasbullah.</p> <p style="text-align: justify;">Dari Bangkalan, ia menuju Jombang, berguru kepada K.H. Hasyim Asy’ari di Pesantren Tebuireng.
<br />Setelah enam tahun, ia mendapat ijazah untuk mengajarkan kitab hadits Shahih Al-Bukhari dan Shahih Muslim serta kitab fiqih Matn Az-Zubad.</p> <p style="text-align: justify;">Seusai dari Tebuireng, ia melanjutkan pengembaraan ilmunya ke Makkah bersama Wahab (1912). Di sana ia berguru kepada sejumlah ulama terkemuka, seperti K.H. Muhammad Bakir, Syaikh Muhammad Sa`id Yamani, Syaikh Ibrahim Madani, Syaikh Jamal Maliki. Juga kepada Syaikh Ahmad Khatib Minangkabaw, Syaikh Syu`aib Dagestani, dan Syaikh Mahfudz Termas.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun 1914 ia mempersunting adik Wahab Chasbullah, Nur Chadijah, di Tanah Suci. Setelah itu, tahun itu juga, Bisri balik ke tanah air dan menetap di Jombang, membantu mertuanya mengurus Pesantren Tambakberas.</p> <p style="text-align: justify;">Pada 1917, atas bantuan mertua, ia membuka pesantren sendiri di Desa Denanyar, yang populer dengan sebutan Pesantren Denanyar. Tahun itu pula, kakak iparnya, Wahab, pulang kampung. Bisri ikut terlibat dalam sepak terjang Wahab ketika mendirikan Komite Hijaz dan pembentukan NU pada 31 Januari 1926 di Kertopaten, Surabaya.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam proses pendirian NU, Bisri menjadi penghubung antara Kiai Wahab dan Kiai Hasyim Asy`ari.</p> <p style="text-align: justify;">Segera setelah NU terbentuk, sebagai pembantu dalam susunan pengurus besar, ia menjadi motor penggerak di Jombang dan daerah pesirir utara Jawa. Posisi itu membuatnya dikenal secara luas.</p> <p style="text-align: justify;">Rumah tangga Bisri dikaruniai sepuluh anak, tapi ada beberapa yang meninggal waktu kecil. Di antaranya anaknya itu, Solichah, dinikahkan dengan Wahid Hasyim, putra sulung Hasyim Asy`ari, gurunya.</p> <p style="text-align: justify;">Ketika Masyumi terbentuk, ia pun aktif di dalamnya. Periode kemerdekaan juga membawanya pada fase perjuangan bersenjata. Di pemerintahan, ia mula-mula duduk di Komite Nasional Indonesia Pusat, mewakili Masyumi. Tahun 1855 ia terlibat dalam Dewan Konstituante hasil pemilu, mewakili NU. Pada Pemilu 1971 ia terpilih masuk DPR.</p> <p style="text-align: justify;">K.H. Bisri Syansuri menutup mata beberapa bulan setelah terpilih menjadi rais am NU dalam Muktamar Semarang Juni 1979, tepatnya pada 25 April 1980, dalam usia 94 tahun.
<br />
<br /><strong>K.H. Ahmad Shiddiq
<br /></strong></p> <p style="text-align: justify;">“Ibarat makanan, Pancasila, yang sudah kita kunyah selama 36 tahun, kok sekarang dipersoalkan halal dan haramnya.” Demikian ungkapan K.H. Ahmad Shiddiq mengenai penerimaan NU terhadap Pancasila sebagai satu-satunya asas organisasi, dalam Munas Alim Ulama 1983 di Situbondo.</p> <p style="text-align: justify;">NU adalah organisasi Islam pertama yang menerima Pancasila sebagai asas tunggal, padahal tidak sedikit umat yang menolaknya, apalagi partai Islam. Itulah ketokohan, kemampuan intelektual, dan kapasitas keulamaan Ahmad Shiddiq.</p> <p style="text-align: justify;">Pujian Presiden Suharto terucap pada tahun 1989 ketika membuka Muktamar NU ke-28 di Yogyakarta. Sejak itu, di bawah kepemimpinan Ahmad Shiddiq, sebagai rais am, pamor NU semakin terangkat.</p> <p style="text-align: justify;">Pada Muktamar NU ke-27/1984 di Situbondo, ia berhasil menjadi palang terakhir pemisahan diri yang dilakukan K.H. As`ad Syamsul Arifin terhadap kepemimpinan PBNU hasil Muktamar ke-28. Ia merangkul kembali kiai sesepuh NU yang kharismatis tersebut.</p> <p style="text-align: justify;">Pada Muktamar NU ke-28 itu ia berhasil menyelamatkan duet dirinya dengan Gus Dur, yang banyak menerima guncangan dari sebagian warga NU sendiri.</p> <p style="text-align: justify;">Begitu juga mengenai “kembali ke khiththah NU 1926”. Meski bukan satu-satunya perumus, dialah yang disepakati sebagai bintangnya kembali ke khiththah. Pada 1979 ia menyusun pokok-pokok pikiran tentang khiththah Nahdliyah, sebagai sumbangan berharga bagi warga NU.</p> <p style="text-align: justify;">Ahmad Shiddiq lahir di Jember tepat seminggu sebelum NU diresmikan berdirinya oleh Hasyim Asy’ari, yaitu 24 Januari 1926. Ayahnya, K.H. M. Siddiq, adalah pendiri Pesantren Ash Shiddiqiyah di Jember. Seusai belajar di Ash-Shiddiqiyah, ia belajar di Pesantren Tebuireng.</p> <p style="text-align: justify;">Ia diangkat menjadi sekretaris pribadi menteri agama ketika jabatan itu dipercayakan kepada Wahid Hasyim pada 1950. Ketika menjadi ketua Tanfidziyah NU, Abdurrahman Wahid, cucu K.H. Hasyim Asy`ari, pun berduet dengannya sebagai rais am PBNU.</p> <p style="text-align: justify;">Sebelum itu, ia mundur dari DPR hasil Pemilu 1955, karena, “Saya selalu bicara keras soal Nasakom.” Ia hadir kembali sebagai wakil rakyat setelah pemilu Orde Baru pertama, 1971.</p> <p style="text-align: justify;">Tanggal 23 Januari 1991, K.H. Ahmad Shiddiq berpulang ke rahmatullah pada usia 65 tahun. Sesuai wasiatnya, ia dimakamkan di pemakaman Auliya, Ploso, Kediri, tempat beberapa kiai hafal Al-Quran dikuburkan.
<br />
<br /><strong>K.H. Wahid Hasyim
<br /></strong>Gus Wahid, demikian ia biasa disapa, lahir pada Jum’at 1 Juni 1914, dari pasangan K.H. Hasyim Asy`ari, pendiri NU, dan Nyai Nafiqah binti Kiai Ilyas. Ia anak lelaki pertama pasangan tersebut.</p> <p style="text-align: justify;">Umur lima tahun, Wahid Hasyim mulai belajar mengaji kepada ayahnya, dan umur tujuh tahun sudah khatam Al-Quran.</p> <p style="text-align: justify;">Umur l3 tahun, ia masuk pesantren di Siwalan Panji, Sidoarjo, Mojosari, Nganjuk, dan Lirboyo. Setelah itu ia belajar sendiri berbagai ilmu pengetahuan.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun 1932, ketika berumur 18 tahun, ia pergi haji dan bermukim di Tanah Suci selama dua tahun.</p> <p style="text-align: justify;">Empat tahun sepulang dari Tanah Suci, ia bergabung dengan NU. Di NU ia mulai dari bawah, sekretaris tingkat ranting di Desa Cukir. Namun lompatan panjang terjadi. Tak lama kemudian ia dipercaya menjadi ketua NU cabang Jombang, dan ketika departemen maarif (pendidikan) NU dibuka pada tahun 1940 ia ditunjuk sebagai ketuanya. Sejak itu ia duduk di barisan pengurus PBNU.</p> <p style="text-align: justify;">Pada umur 25 tahun ia menikah dengan Solichah binti K.H. Bisri Syansuri. Mereka pasangan yang serasi, termasuk dalam dunia politik. Ketika sang suami menjadi menteri, sang istri pun menjadi anggota DPR. Pasangan ini dikaruniai enam anak, empat laki-laki dan dua perempuan.</p> <p style="text-align: justify;">Bulan Maret 1942, Jepang mendarat. Semua ormas dan orpol Islam dilarang, dan dibentuk MIAI. Kiai Wahid terpilih menjadi ketuanya. Kedudukan itu, belakangan, mengantar dirinya ke pusat perjuangan bangsa Indonesia di zaman Jepang. Ia menjadi anggota Cu Sangi In, kemudian Dokuritsu Zombi Cosakai, hingga Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.</p> <p style="text-align: justify;">K.H. Wahid Hasyim adalah salah satu dari sembilan orang yang menandatangani Piagam Jakarta. Sikapnya yang tegas tapi luwes menjadikannya figur yang dapat diterima oleh berbagai kalangan kendati umurnya baru sekitar 30 tahun.</p> <p style="text-align: justify;">Suksesnya mengintegrasikan kelasykaran golongan Islam ke dalam TRI, dan kemudian TNI, mengantarnya menjadi penasihat Panglima Besar Soedirman hingga terjadi Clash I, pemberontakan PKI Madiun, dan Clash II.</p> <p style="text-align: justify;">Setelah ayahnya wafat pada 25 Juli 1947, ia mengasuh Pesantren Tebuireng.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam Kabinet Sukiman, ia menjadi menteri agama. Lima kali ia menjadi menteri. Yaitu menteri negara dalam Kabinet Presidentil I (1945), menteri negara dalam Kabinet Syahrir (1946-1947), menteri agama Kabinet RIS (1949- 1950), menteri agama Kabinet Natsir (1950- 1951), dan menteri agama Kabinet Sukiman (1951-1952).</p> <p style="text-align: justify;">Setelah tidak menjadi menteri, ia aktif dalam Partai NU, yang saat itu baru memisahkan diri dari Partai Masyumi.</p> <p style="text-align: justify;">Pada 19 April 1953, ia dipanggil ke haribaan Allah SWT dalam suatu kecelakaan lalu lintas di Cimindi, Cimahi, Jawa Barat, dalam usia 39 tahun. Jenazah dimakamkan di Tebuireng, hari itu juga.</p> <p style="text-align: justify;">Dengan Keppres No. 206/1964 tertanggal 24 Agustus 1964, gelar Pahlawan Kemerdekaan Nasional disandangkan kepada K.H. Wahid Hasyim.</p> <p>
<br /><img src="http://majalah-alkisah.com/images/stories/13.%20biografi%20kh.%20ilyas%20ruhiyat.jpg" style="float: right;" border="0" /><strong>K.H. M. Ilyas Ruhiat
<br /></strong>Mohamad Ilyas lahir pada 31 Januari 1934. Ia putra pasangan Ajengan Ruhiat dan Siti Aisyah. Ilyas hanya nyantri di Cipasung. Sejak kecil, ia berpembawaan tenang dan sejuk, namun kharisma dan kecerdasannya diakui oleh para ulama di kalangan NU dan non-NU.</p> <p style="text-align: justify;">K.H. Ilyas memulai kariernya di organisasi NU sejak 1954, terpilih sebagai ketua NU Cabang Tasikmalaya. Saat itu ia merangkap ketua Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama Jawa Barat. Tahun 1985-1989, ia menjadi wakil rais Syuriah NU Jawa Barat.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun 1989, saat muktamar NU di Krapyak, Ilyas terpilih menjadi salah seorang rais Syuriah PBNU. Puncaknya, tahun 1994, pada muktamar ke-29 NU yang berlangsung di Pesantren Cipasung, Tasikmalaya, ia terpilih menjadi rais am PBNU, mendampingi K.H. Abdurrahman Wahid alias Gus Dur sebagai ketua umum PBNU.</p> <p style="text-align: justify;">Pada saat muktamar NU di Krapyak, K.H. Ilyas menjadi salah satu anggota rais Syuriah PBNU. Kemudian, sejak Musyawarah Nasional dan Konferensi Besar NU di Bandar Lampung tahun 1992, ia ditunjuk sebagai pelaksana rais am Syuriah NU, menggantikan Rais Am K.H. Ahmad Siddiq, yang wafat. Kemudian, ia kembali menjadi rais am untuk periode berikutnya, 1994-1999.</p> <p style="text-align: justify;">K.H. Ilyas menikah dengan Hj. Dedeh Fuadah, dan memiliki tiga anak.</p> <p style="text-align: justify;">K.H. Muhammad Ilyas Ruhiat, atau kerap disebut “Ajengan Ilyas”, adalah sosok yang sangat santun, lembut, mengayomi, dan menebarkan aura kesejukan. Kepribadiannya mencerminkan tipikal ulama NU sejati: penuh toleransi, bersahaja, dan gandrung pada kedamaian.</p> <p style="text-align: justify;">Potret kesejukan Kiai Ilyas Ruhiat semakin mengemuka ketika NU diguncang prahara usai Muktamar Cipasung tahun 1994.</p> <p style="text-align: justify;">Ketika itu perhelatan lima tahunan tersebut berakhir dengan pecahnya kepengurusan PBNU ke dalam dua kubu, pro Gus Dur dan pro Abu Hasan. Bahkan, kelompok kedua itu sempat mengadakan muktamar luar biasa di Asrama Haji Pondok Gede.</p> <p style="text-align: justify;">Lima tahun kemudian, dengan pendekatannya yang menyejukkan, perlahan warga NU kembali bersatu. Ketika merasa tugasnya untuk menyatukan jam`iyah sudah selesai, bapak tiga anak ini kemudian mengundurkan diri pada Muktamar Lirboyo 1999. Ajengan Ilyas lebih memilih kembali mengajar di pesantrennya di lereng Gunung Galunggung.</p> <p style="text-align: justify;">Ajengan Ilyas wafat pada Selasa 18 Desember 2007. Pengasuh Pesantren Cipasung, Singaparna, Tasikmalaya, Jawa Barat, ini berpulang ke hadirat Allah SWT dalam usia 73 tahun.
<br />
<br /><strong>K.H. M.A. Sahal Mahfudz
<br /></strong>K.H. Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz, pengasuh Pesantren Maslakul Huda, Kajen, Pati, Jawa Tengah, seluruh kehidupan dan aktivitasnya terkait dengan dunia pesantren, ilmu fiqih, dan pengembangan masyarakat.</p> <p style="text-align: justify;">Kiai Sahal memang nahdliyyin tulen. Dalam menyikapi berbagai problematik sosial, ia selalu menjunjung tinggi sikap tawasuth (moderat), tawazun (seimbang), dan tasamuh (egaliter), yang menjadi ciri khas ulama NU.</p> <p style="text-align: justify;">Namun, kontribusi pemikirannya yang paling menonjol adalah perhal fiqih sosial kontekstual, yakni bahwa fiqih tetap mempunyai keterkaitan dinamis dengan kondisi sosial yang terus berubah. Penampilan Kiai Sahal Mahfudz bersahaja, tenang, dan lugas dalam berbicara tapi tidak terkesan menggurui. Padahal ia adalah nakhoda kapal besar bernama Nahdlatul Ulama dan MUI, yang fatwa-fatwanya sangat berpengaruh.</p> <p style="text-align: justify;">Muhammad Ahmad Sahal Mahfudz lahir di Desa Kajen, Margoyoso, Pati, Jawa Tengah, 17 Desember 1937. Ia putra K.H. Mahfudz Salam, pendiri Pesantren Maslakul Huda, pada tahun 1910. Nasab Mbah Sahal bermuara pada K.H. Ahmad Mutamakin, tokoh legendaris yang diyakini hidup pada abad ke-18, salah seorang waliyullah, penulis kitab tasawuf Serat Cebolek.</p> <p style="text-align: justify;">Sahal Mahfudz kecil mengaji kepada orangtuanya, sambil bersekolah di Madrasah Diniyyah tingkat ibtidaiyah (1943-1949) dan tingkat tsanawiyah (1950-1953) di lingkungan Perguruan Islam Mathaliul Falah, Kajen, Pati. Sambil sekolah di Madrasah Diniyyah, ia juga mengikuti kursus ilmu umum di Kajen (1951-1953).</p> <p style="text-align: justify;">Tamat MTs, Sahal nyantri di Pesantren Bendo, Pare, Kediri, Jawa Timur, yang diasuh Kiai Muhajir. Empat tahun kemudian ia melanjutkan ke Pesantren Sarang, Rembang, Jawa Tengah. Di pesantren yang terkenal dengan pendidikan ilmu fiqih itu ia belajar langsung kepada Kiai Zubair. Selain mengaji, ia, yang sudah cukup alim, juga diminta membantu mengajar santri-santri yunior.</p> <p style="text-align: justify;">Pertengahan tahun 1960, usai menunaikan ibadah haji, Sahal Mahfudz bermukim di Makkah dan belajar kepada Syaikh Muhammad Yasin Al-Fadani. Tak kurang tiga tahun ia berguru kepada ulama besar Al-Haramain asal Padang itu. Tahun 1963, ia pulang ke tanah air.</p> <p style="text-align: justify;">Kehadiran ulama muda yang berita kealimannya dalam bidang fiqih sudah mulai tersebar itu segera saja menarik perhatian beberapa lembaga. Sejak 1966 Kiai Sahal diminta mengajar sebagai dosen di beberapa perguruan tinggi. Puncaknya, sejak 1989, ia dipercaya menjadi rektor di Institut Islam Nahdlatul Ulama, Jepara.</p> <p style="text-align: justify;">Meski hanya belajar di bangku pesantren, sejak muda Kiai Sahal telah menunjukkan bakat menulis. Tradisi yang semakin langka di lingkungan ulama NU. Ratusan risalah atau makalah dan belasan buku telah ditulisnya.</p> <p style="text-align: justify;">Salah satu karya yang merupakan bukti keandalannya dalam menulis adalah kitab Thariqat al-Hushul (2000), syarah atas kitab Ghayah Al-Wushul, sebuah kitab tentang ushul fiqh karya Syaikhul Islam Zakariya Al-Anshari. Karena kelebihan tersebut, Kiai Sahal kemudian banyak didekati kalangan media.</p> <p style="text-align: justify;">Kiprah Kiai Sahal di NU diawali dengan menjadi kahtib Syuriah Partai NU Cabang Pati 1967-1975. Kedalaman ilmunya dan kearifan sikapnya perlahan membawa langkah kaki suami Dra. Hj. Nafisah Sahal itu ke jenjang tertinggi di NU, yakni rais am Syuriah PBNU, untuk periode 1999-2004, dan terpilih lagi di Muktamar Donohudan, Boyolali, Jawa Tengah, untuk periode 2004-2009.</p> <p style="text-align: justify;">Kiai Sahal sangat teguh dalam menjaga sikap. Saat terpilih menjadi rais am PBNU pada 1999, ia menyampaikan pandangan kenegaraannya bahwa, sejak awal berdirinya NU, warga nahdliyyin berada pada posisi menjaga jarak dengan negara. Karena itu, meski jabatan presiden saat itu diemban oleh K.H. Abdurrahman Wahid, yang juga tokoh NU, Kiai Sahal tetap mempertahankan tradisi tersebut dengan selalu bersikap independen terhadap pemerintah.</p> <p style="text-align: justify;">Selain di NU, kefaqihan Kiai Sahal juga membawanya ke MUI. Setelah sepuluh tahun memimpin MUI Jawa Tengah, pada tahun 2000 ia terpilih menjadi ketua umum MUI Pusat untuk periode 2000-2005, dan terpilih lagi untuk periode 2005-2010.</p> <p><img src="http://majalah-alkisah.com/images/stories/duniaislam/biografi-kh.-idham-chalid-o.jpg" style="float: left;" border="0" /><strong>K.H. Idham Chalid
<br /></strong>Menyebut nama Kiai Idham Chalid, ingatan kita tentu akan melayang pada gonjang-ganjing NU pada tahun 1982-1984, yang melahirkan sekaligus menghadapkan dua kubu tokoh-tokoh nahdliyyin: kubu Cipete dan kubu Situbondo.</p> <p style="text-align: justify;">Konflik internal NU itu juga yang kemudian membuat Idham dianggap kontroversial. Bahkan ia dijuluki “politikus gabus”, karena dianggap tidak memiliki pendirian.</p> <p style="text-align: justify;">Tak banyak yang mau melihat sisi lain kebijakan-kebijakan Kiai Idham, yang sebenarnya sangat NU dan sangat Sunni. Sebagai politisi besar NU yang lihai, Idham memang memainkan dua lakon berbeda, sebagai politisi dan ulama. Sebagai politisi, ia melakukan gerakan strategis, dan bila perlu kompromistis. Sebagai ulama, ia bersikap fleksibel, tapi tetap tidak terlepas dari jalur Islam dan tradisi yang diembannya.</p> <p style="text-align: justify;">Semua itu ia lakukan sebagai bagian dari upaya kerasnya menjaga stabilitas kalangan bawah nahdliyyin, yang menjadi tanggung jawabnya, agar selamat fisik dan spiritual melewati masa-masa gawat transisi dari Orde Lama ke Orde Baru, yang berdarah-darah.</p> <p style="text-align: justify;">Strategi politik tersebut dilandaskan pada beberapa prinsip. Di antaranya, luwes, memilih jalan tengah ketimbang sikap memusuhi dan konfrontasi, yang justru membahayakan kepentingan umat. Menggunakan pendekatan partisipatoris terhadap pemerintah sehingga mampu memengaruhi kebijakan penguasa, demi kemaslahatan umat.</p> <p style="text-align: justify;">Menurut Idham, NU harus ikut andil dalam kekuasaan sebagai kekuatan penyeimbang. Cara ini dianggap lebih tepat dalam menghasilkan kebijakan-kebijakan pemerintah yang pro umat, daripada berada di luar kekuasaan, yang justru membuat sulit bergerak.</p> <p style="text-align: justify;">Efek kebijaksanaannya sangat luar biasa. Ia menjadi sangat berakar di kalangan bawah kaum nahdliyyin, terutama di luar Jawa, dan mampu bertahan di kancah perpolitikan tanah air lebih dari tiga dekade. Namun, dalam intrnal nahdliyyin ada anggapan bahwa keterlibatan NU di wilayah politik di bawah kepemimpinannya terlalu besar. Maka, dengan memanfaatkan isu kembali ke khiththah 1926 yang tengah digaungkan kalangan muda NU di Muktamar Situbondo 1984, pihak lawan membuat Idham terjatuh dari kursinya.</p> <p style="text-align: justify;">Idham Chalid lahir pada tanggal 27 Agustus 1922 di Setui, dekat Kecamatan Kotabaru, bagian tenggara Kalimantan Selatan. Ia anak sulung dari lima bersaudara. Ayahnya, H. Muhammad Chalid, penghulu asal Amuntai, Hulu Sungai Tengah, sekitar 200 km dari Banjarmasin.</p> <p style="text-align: justify;">Sejak kecil Idham dikenal sangat cerdas dan pemberani. Saat masuk SR, ia langsung duduk di kelas dua dan bakat pidatonya mulai terlihat dan terasah. Keahlian berorasi itu kelak menjadi modal utama Idham Chalid dalam meniti karier di jagat politik.</p> <p style="text-align: justify;">Selepas SR, Idham melanjutkan pendidikannya ke Madrasah Ar-Rasyidiyyah, yang didirikan oleh Tuan Guru Abdurrasyid, alumnus Universitas Al-Azhar, Kairo, pada tahun 1922. Kebetulan, saat Idham bersekolah di sana, beberapa guru lulusan Pesantren Gontor, yang terkenal dengan kelebihannya dalam pendidikan bahasa, direkrut untuk membantu mengembangkan pendidikan. Idham, yang sedang tumbuh dan gandrung dengan pengetahuan, mendapatkan banyak kesempatan untuk mendalami bahasa Arab, bahasa Inggris, dan ilmu pengetahuan umum.</p> <p style="text-align: justify;">Di mata para siswa dan wali murid, guru-guru alumni Gontor itu sangat hebat. Tak mengherankan, banyak siswa, termasuk Idham, bercita-cita melanjutkan pendidikannya ke pesantren yang didirikan oleh K.H. Imam Zarkasyi di Ponorogo, Jawa Timur, itu.</p> <p style="text-align: justify;">Di Gontor, otak cerdas Idham Chalid lagi-lagi membuat namanya bersinar. Kegiatan favoritnya di pesantren adalah kepanduan, yang kelak ditularkan kepada murid-muridnya di Amuntai dan di Cipete. Kesempatan belajar di Gontor juga dimanfaatkan Idham untuk memperdalam bahasa Jepang, Jerman, dan Prancis.</p> <p style="text-align: justify;">Tamat dari Gontor, 1943, Idham melanjutkan pendidikan di Jakarta. Di ibu kota, kefasihan Idham dalam berbahasa Jepang membuat penjajah Dai-Nipon sangat kagum. Pihak Jepang juga sering memintanya menjadi penerjemah dalam beberapa pertemuan dengan alim ulama. Dalam pertemuan-pertemuan itulah Idham mulai akrab dengan tokoh-tokoh utama NU.</p> <p style="text-align: justify;">Ketika Jepang kalah perang dan Sekutu masuk Indonesia, Idham Chalid bergabung ke dalam badan-badan perjuangan. Menjelang kemerdekaan, ia aktif dalam Panitia Kemerdekaan Indonesia Daerah di kota Amuntai. Setelah Proklamasi Kemerdekaan, ia bergabung dengan Persatuan Rakyat Indonesia, partai lokal, kemudian pindah ke Serikat Muslim Indonesia.</p> <p style="text-align: justify;">Tahun 1947 ia bergabung dengan Sentral Organisasi Pemberontak Indonesia Kalimantan, yang dipimpin Hassan Basry, muridnya saat di Gontor. Usai perang kemerdekaan, Idham diangkat menjadi anggota Parlemen Sementara RI mewakili Kalimantan. Tahun 1950 ia terpilih lagi menjadi anggota DPRS mewakili Masyumi. Ketika NU memisahkan diri dari Masyumi, tahun 1952, Idham memilih bergabung dengan Partai Nahdlatul Ulama dan terlibat aktif dalam konsolidasi internal ke daerah-daerah.</p> <p style="text-align: justify;">Idham memulai kariernya di NU dengan aktif di GP Ansor. Tahun 1952 ia diangkat sebagai ketua PB Ma’arif, organisasi sayap NU yang bergerak di bidang pendidikan. Pada tahun yang sama ia juga diangkat menjadi sekretaris jenderal partai, dan dua tahun kemudian menjadi wakil ketua. Selama masa kampanye Pemilu 1955, Idham memegang peran penting sebagai ketua Lajnah Pemilihan Umum NU.</p> <p style="text-align: justify;">Sepanjang tahun 1952-1955, ia, yang juga duduk dalam Majelis Pertimbangan Politik PBNU, sering mendampingi Rais Am K.H. Abdul Wahab Chasbullah berkeliling ke seluruh cabang NU di Nusantara.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam Pemilu 1955, NU berhasil meraih peringkat ketiga setelah PNI dan Masyumi. Karena perolehan suara yang cukup besar dalam Pemilu 1955, pada pembentukan kabinet tahun berikutnya, Kabinet Ali Sastroamijoyo, NU mendapat jatah lima menteri, termasuk satu kursi wakil perdana menteri, yang oleh PBNU diserahkan kepada Idham Chalid.</p> <p style="text-align: justify;">Pada Muktamar NU ke-21 di Medan bulan Desember tahun yang sama, Idham terpilih menjadi ketua umum PBNU, menggantikan K.H. Muhammad Dahlan.</p> <p style="text-align: justify;">Kabinet Ali Sastroamijoyo hanya bertahan setahun, berganti dengan Kabinet Djuanda. Namun Idham Chalid tetap bertahan di posisi wakil perdana menteri sampai Dekrit Presiden tahun 1959. Idham kemudian ditarik menjadi anggota Dewan Pertimbangan Agung, dan setahun kemudian menjadi wakil ketua MPRS.</p> <p style="text-align: justify;">Pertengahan tahun 1966 Orde Lama tumbang, dan tampillah Orde Baru. Namun posisi Idham di pemerintahan tidak ikut tumbang. Dalam kabinet Ampera, yang dibentuk Presiden Soeharto, ia dipercaya menjabat menteri kesejahteraan rakyat sampai tahun 1970 dan menteri sosial sampai 1971.
<br />Nahdlatul Ulama di bawah kepemimpinan Idham kembali mengulang sukses dalam Pemilu 1971. Namun setelah itu pemerintah melebur seluruh partai menjadi hanya tiga partai: Golkar, PDI, dan PPP. Dan NU tergabung di dalam PPP.</p> <p style="text-align: justify;">Idham Chalid menjabat presiden PPP, yang dijabatnya sampai tahun 1989. Ia juga terpilih menjadi ketua DPR/MPR RI sampai tahun 1977. Jabatan terakhir yang diemban Idham Chalid adalah ketua Dewan Pertimbangan Agung.
<br />
<br /><strong>Ali Ma’shum
<br /></strong>Kiai Ali lahir pada 15 Maret 1915 di Lasem, Rembang, Jawa Tengah. Ia putra Kiai Ma`shum, pemimpin Pesantren Al-Hidayah, Soditan, Lasem Rembang, Jawa Tengah.</p> <p style="text-align: justify;">Ketika usianya menginjak 12 tahun, Ali dikirim ke Pesantren Termas, Pacitan, Jawa Timur, pesantren terbesar dan termasyhur kala itu selain Tebuireng, Jombang, dan Lasem sendiri. Di Termas ia berguru kepada Syaikh Dimyathi At-Tarmasi, adik Syaikh Mahfudz At-Tarmasi, ulama besar Nusantara yang mengajar di Masjidil Haram.</p> <p style="text-align: justify;">Sebagai putra kiai kondang, sejak kecil Ali telah digembleng dengan dasar-dasar ilmu agama. Sehingga, ketika delapan tahun belajar di Termas, ia sama sekali tak menemukan kesulitan. Ia mendapat perhatian istimewa dari Syaikh Dimyathi. Sejak awal mondok, Ali diizinkan gurunya mengikuti pengajian bandongan, yang biasanya hanya diikuti santri-santri senior. Bahkan ia dibiarkan membaca kitab-kitab karya ulama pembaharu, yang tidak lazim dipelajari di pesantren salaf. Syaikh Dimyathi menilai, Ali Ma’shum sudah memiliki dasar keilmuan yang cukup kuat, sehingga bacaan-bacaan itu tidak akan mempengaruhinya, bahkan justru akan memperluas pandangannya.</p> <p style="text-align: justify;">Segala kelebihan Ali Ma’shum itu tidak terlepas dari kepandaiannya dalam ilmu bahasa Arab, yang di atas rata-rata.</p> <p style="text-align: justify;">Sekembali dari Termas, Ali membantu ayahnya mengasuh pesantren mereka di Lasem. Tak lama kemudian ia dinikahkan dengan Hasyimah binti Munawir, putri pemimpin Pesantren Krapyak, Yogyakarta. Sebulan setelah pernikahan, ia pergi haji.</p> <p style="text-align: justify;">Selain berhaji, selama dua tahun bermukim di Makkah, Ali juga belajar kepada ulama besar Tanah Suci, Sayyid Alwi Al-Maliky dan Syaikh Umar Hamdan.</p> <p style="text-align: justify;">Ketika Kiai Ali kembali dari Makkah, tahun 1941, kondisi tanah air kacau balau. Penjajah Jepang baru saja masuk. Seperti pesantren-pesantren lain, Pesantren Lasem pun sepi, ditinggal para santrinya.
<br />Dengan usaha Kiai Ali yang gigih, perlahan pesantren yang didirikan ayahandanya itu kembali menggeliat bangkit.</p> <p style="text-align: justify;">Namun baru dua tahun ia memimpin Pesantren Lasem, ibu mertuanya datang dan minta dirinya pindah ke Krapyak, Yogyakarta, untuk memimpin pesantren yang baru saja ditinggal wafat Kiai Munawir.
<br />Sentuhan tangan dinginnya berhasil menghidupkan kembali Pesantren Krapyak. Bersama ipar-iparnya, ia meneruskan kepemimpinan Kiai Munawir hingga Pesantren Krapyak kembali berkembang pesat dan dikenal luas.
<br />
<br />Arus perubahan melanda NU menjelang dan di awal tahun 1980-an. Yakni, adanya keinginan untuk kembali ke khiththah 1926, bahwa NU tidak berpolitik. Setelah wafatnya Rais Am K.H. M. Bisri Syansuri pada 25 April 1981, untuk menduduki posisi puncak dalam kepemimpinan NU, salah seorang yang dianggap paling pas adalah Kiai Ali Ma’shum.</p> <p style="text-align: justify;">Benar saja, September 1981, Kiai Ali Ma’shum terpilih menjadi rais am PBNU. Ia dipilih dalam Muktamar NU di Kaliurang, Yogyakarta.</p> <p style="text-align: justify;">Masa 1981 sampai 1984 itu ternyata merupakan babak yang sangat menarik bagi NU. Tahun 1982 berlangsung pemilihan umum. Menjelang pemilu, beberapa tokoh NU disingkirkan dari PPP, sehingga di kalangan NU timbul keinginan untuk meninggalkan partai berlambang Ka’bah itu.</p> <p style="text-align: justify;">Kiai Ali termasuk orang yang tidak setuju dengan langkah tersebut. Bersama dengan Kiai As`ad Syamsul Arifin, Kiai Mahrus Ali, dan Kiai Masykur, ia minta agar Ketua PBNU K.H. Idham Chalid mundur dari jabatan, karena dianggap gagal memimpin.</p> <p style="text-align: justify;">Pada awalnya Idham Chalid setuju mundur. Tapi beberapa hari kemudian, karena ada pengkhianatan, ia mencabut pernyataan pengunduran dirinya itu.</p> <p style="text-align: justify;">Nahdlatul Ulama pecah menjadi dua kelompok: kelompok Idham Chalid, atau sayap politik, yang berbasis di Cipete, Jakarta Selatan, dan kelompok Kiai As’ad, atau sayap khiththah, yang disebut kelompok Situbondo. Walaupun demikian, selalu diupayakan agar terjadi ishlah. Namun usaha itu gagal.
<br />Setelah upaya ishlah mentok, Kiai Ali menganggap kelompok Cipete tidak ada, hingga jabatan ketua umum atau ketua tanfidziyah dirangkap oleh rais am.</p> <p style="text-align: justify;">Pada 1983, sayap khiththah mengadakan Musyawarah Nasional Alim Ulama di Situbondo dan menghasilkan konsep kembali ke khiththah 1926. Tahun berikutnya, pada Muktamar ke-27, ditetapkanlah konsepsi tersebut serta penerimaan asas tunggal Pancasila. Dengan keputusan itu, NU menyatakan independen, tidak ada hubungan dengan partai politik tertentu. Jabatan ketua tanfidziyyah diserahkan kepada K.H. Abdurrahman Wahid dan jabatan rais am diserahkan kepada K.H. Achmad Siddiq. Kiai Ali sendiri duduk dalam Dewan Penasihat atau Mustasyar.</p> <p style="text-align: justify;">Kamis 7 Desember 1989, tepat usai adzan maghrib, Kiai Ali Ma’shum berpulang ke rahmatullah dalam usia 74 tahun. Keesokan harinya, ribuan umat Islam mengantarkan kepergiannya ke peristirahatan terakhir di Pekuburan Dongkelan, Bantul, Yogyakarta.</p> <p style="text-align: justify;"><img src="http://majalah-alkisah.com/images/stories/duniaislam/20.-gus-dur.oke.jpg" style="float: right;" border="0" width="269" height="435" />
<br /><strong>K.H. Abdurrahman Wahid
<br /></strong>Saat Muktamar Nahdlatul Ulama di Situbondo, Jawa Timur, tahun 1984, sempat terjadi suasana yang panas. Bukan hanya karena konflik kubu Situbondo dan kubu Cipete, melainkan juga karena kubu Situbondo terancam pecah akibat K.H. Machrus Ali, pengasuh Pondok Pesantren Lirboyo, Kediri, menolak K.H. Abdurrahman Wahid atau Gus Dur menjadi ketua umum Tanfidziyah Pengurus Besar NU apabila tidak mau melepaskan jabatannya sebagai ketua Dewan Kesenian Jakarta. Alasannya, ketua umum PBNU tidak pantas ngurusi “kethoprak”.</p> <p style="text-align: justify;">Namun ternyata Gus Dur tidak mau mundur. Ia bersikeras lebih baik tidak jadi ketua umum PBNU daripada melepas jabatan ketua DKJ. Sikap keras Gus Dur sekilas tampak agak menyimpang dari tradisi keulamaan NU, yakni tunduk kepada kiai. Apalagi K.H. Machrus saat itu rais Syuriyah Pengurus Wilayah NU Jawa Timur.</p> <p style="text-align: justify;">Masalahnya kemudian terselesaikan saat K.H. Achmad Sidiq dari Jember bercerita kepada K.H. Machrus Ali. Ia bermimpi melihat K.H. Wahid Hasyim, ayah Gus Dur, berdiri di atas mimbar. Spontan K.H. Machrus berubah, sikap mendukung Gus Dur tanpa syarat. Ia menakwilkan mimpi itu, K.H. Wahid Hasyim merestui Gus Dur.</p> <p style="text-align: justify;">Sekalipun lebih tua, K.H. Machrus tawadhu kepada K.H. Wahid Hasyim, karena K.H. Wahid Hasyim adalah putra Hadratusy Syaikh K.H. Hasyim Asy`ari, pendiri NU dan gurunya.</p> <p style="text-align: justify;">Akhirnya Gus Dur terpilih sebagai ketua umum PBNU, dan pada dua muktamar berikutnya ia kembali terpilih sebagai ketua umum. Maka selama lima belas tahun (1984-1999) NU berada dalam kendali Gus Dur.</p> <p style="text-align: justify;">Kejadian di tahun 1984 itu menunjukkan kuatnya tradisi keulamaan di tubuh NU. Dua pilar dalam tradisi itu adalah nasab, yaitu atas dasar hubungan darah, dan hubungan patronase kiai-santri atau guru-murid.</p> <p style="text-align: justify;">Gus Dur memiliki nasab yang sangat kuat, baik dari jalur ayah maupun ibu. Selain cucu K.H. Hasyim Asy-ari dari jalur ayah, ia pun cucu K.H. Bisri Syansuri dari jalur ibu. K.H. Bisri Syansuri, rais am ketiga NU dan pengasuh Ponpes Denanyar, Jombang, adalah ayahanda Hj. Solichah Wahid Hasyim, ibunda Gus Dur.</p> <p style="text-align: justify;">Dalam hubungan patronase kiai-santri, Ponpes Tebuireng merupakan ”kiblat”, khususnya semasa K.H. Hasyim Asy`ari. Banyak kiai besar yang belajar di Tebuireng. Dalam tradisi keulamaan NU, penghormatan seorang santri kepada putra kiainya sama dengan kepada kiainya. Bahkan, sampai kepada cucu kiainya. Karena itu, putra atau cucu kiai dipanggil “Gus”.</p> <p style="text-align: justify;">Wajar jika Gus Dur memiliki superioritas tinggi di mata nahdliyin. Apalagi, ia juga memiliki kemampuan keilmuan yang dipandang sangat tinggi di antara para tokoh NU. Meskipun tidak dikenal sebagai spesialis dalam salah satu atau bebrapa cabang ilmu keislaman, ia sangat menguasai kitab kuning, juga kitab-kitab kontemporer yang disusun para ulama di masa belakangan. Selain mumpuni dalam ilmu-ilmu agama, ia pun menguasai berbagai ilmu lain dengan wawasan yang sangat luas.</p> <p style="text-align: justify;">Di masa Gus Dur, pamor NU terus menaik. Ia berhasil membawa NU menjadi kekuatan yang berskala nasional sebagai pengimbang kekuasaan, yang waktu itu tak terimbangi oleh siapa pun. Setelah sebelumnya kurang diperhitungkan, kecuali di saat-saat pemilu, NU kemudian berubah menjadi betul-betul dikenal dan dihormati banyak pihak, baik dari dalam maupun luar negeri. Jika sebelumnya jarang dibicarakan orang, dalam waktu singkat NU berubah menjadi obyek studi dari banyak sarjana di mana-mana. Semua itu tak dapat dilepaskan dari peran Gus Dur, baik sebagai ketua umum PBNU maupun sebagai pribadi dalam berbagai kapasitasnya.</p> <p style="text-align: justify;">Ya, Gus Dur memang punya kharisma yang besar di mata para kiai, apalagi di depan umatnya. Umat NU ketika itu sedang mencari tokoh yang menjadi jendela menuju dunia modern. Ada kebanggaan di kalangan NU terhadap Gus Dur, karena ia membawa pesantren dan NU ke dunia luar yang luas. Ia membuka masyarakat NU untuk sadar bahwa kita hidup dalam dunia global.</p> <p style="text-align: justify;">Sejak di bawah kepemimpinan Gus Dur, peran NU sebagai jam`iyyah maupun peran tokoh-tokohnya sebagai individu dari waktu ke waktu semakin kuat dan terus meluas, termasuk dalam politik. Meskipun secara resmi NU telah menyatakan diri kembali ke khiththah dan tidak lagi berpolitik praktis, pengaruh politiknya tak pernah surut, bahkan semakin menguat. Tokoh-tokoh NU yang terlibat di pentas politik, meskipun tidak mengatasnamakan NU, semakin banyak.</p> <p style="text-align: justify;">Munculnya PKB dan partai-partai baru lainnya sangat mengandalkan dukungan warga NU.</p> <p style="text-align: justify;">Dinamika politik kemudian terus bergulir. Hanya berselang setahun tiga bulan setelah pendirian PKB, akhirnya pada bulan Oktober 1999 Gus Dur terpilih sebagai presiden RI yang keempat melalui pemilihan langsung yang dramatis di MPR. Itulah puncak karier NU di pentas politik. <strong>Bill/AY
<br /></strong></p></td><td style="vertical-align: top;">
<br /></td><td style="vertical-align: top;">
<br /></td></tr></tbody></table>
<br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://majalah-alkisah.com/"> http://majalah-alkisah.com/
<br /></a></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-1111141612329072602010-07-23T19:38:00.000-07:002010-07-23T19:46:16.655-07:00Jampi-jampi<div style="text-align: center;">Oleh : Faishol<br /></div><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">حَدَّثَنَا أَبُو النُّعْمَانِ حَدَّثَنَا أَبُو عَوَانَةَ عَنْ أَبِي بِشْرٍ عَنْ أَبِي الْمُتَوَكِّلِ عَنْ أَبِي سَعِيدٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ انْطَلَقَ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفْرَةٍ سَافَرُوهَا حَتَّى نَزَلُوا عَلَى حَيٍّ مِنْ أَحْيَاءِ الْعَرَبِ فَاسْتَضَافُوهُمْ فَأَبَوْا أَنْ يُضَيِّفُوهُمْ<br />فَلُدِغَ سَيِّدُ ذَلِكَ الْحَيِّ فَسَعَوْا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ شَيْءٌ فَقَالَ بَعْضُهُمْ لَوْ أَتَيْتُمْ هَؤُلَاءِ الرَّهْطَ الَّذِينَ نَزَلُوا لَعَلَّهُ أَنْ يَكُونَ عِنْدَ بَعْضِهِمْ شَيْءٌ<br />فَأَتَوْهُمْ فَقَالُوا يَا أَيُّهَا الرَّهْطُ إِنَّ سَيِّدَنَا لُدِغَ وَسَعَيْنَا لَهُ بِكُلِّ شَيْءٍ لَا يَنْفَعُهُ فَهَلْ عِنْدَ أَحَدٍ مِنْكُمْ مِنْ شَيْءٍ ؟<br />فَقَالَ بَعْضُهُمْ نَعَمْ وَاللَّهِ إِنِّي لَأَرْقِي وَلَكِنْ وَاللَّهِ لَقَدْ اسْتَضَفْنَاكُمْ فَلَمْ تُضَيِّفُونَا فَمَا أَنَا بِرَاقٍ لَكُمْ حَتَّى تَجْعَلُوا لَنَا جُعْلًا فَصَالَحُوهُمْ عَلَى قَطِيعٍ مِنْ الْغَنَمِ<br />فَانْطَلَقَ يَتْفِلُ عَلَيْهِ وَيَقْرَأُ الْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ فَكَأَنَّمَا نُشِطَ مِنْ عِقَالٍ فَانْطَلَقَ يَمْشِي وَمَا بِهِ قَلَبَةٌ<br />قَالَ فَأَوْفَوْهُمْ جُعْلَهُمْ الَّذِي صَالَحُوهُمْ عَلَيْهِ فَقَالَ بَعْضُهُمْ اقْسِمُوا فَقَالَ الَّذِي رَقَى لَا تَفْعَلُوا حَتَّى نَأْتِيَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَذْكُرَ لَهُ الَّذِي كَانَ فَنَنْظُرَ مَا يَأْمُرُنَا فَقَدِمُوا عَلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَذَكَرُوا لَهُ فَقَالَ وَمَا يُدْرِيكَ أَنَّهَا رُقْيَةٌ ثُمَّ قَالَ قَدْ أَصَبْتُمْ اقْسِمُوا وَاضْرِبُوا لِي مَعَكُمْ سَهْمًا فَضَحِكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ<br />(صحيح البخاري , محمد بن إسماعيل , دار ابن كثير , اليمامة , 1987, ج 2 ص 795, باب ما يعطى في الرقية على أحياء العرب بفاتحة الكتاب)</span><br /></div><br />Abu Nu’man bercerita kepada kami, Abu ‘Awanah bercerita kepada kami, dari Abu Bisyr dari Abu Al Mutawakkil, dari Abu Sa’id Al Khudriy. Dia (Abu Sa’id) bercerita,<span class="fullpost"><br /><br />Sekelompok sahabat Rasul sedang dalam perjalanan hingga kemudian singgah di salah satu perkampungan Arab.[1] Mereka sahabat Rasul meminta penduduk kampung menjamu mereka sebagaimana layaknya tamu. Namun mereka enggan menjamu para sahabat.<br /><br />Dalam waktu para sahabat singgah di sana, tokoh kampung itu tersengat kalajengking.[2] Para warganya sudah berusaha mengobatinya dengan berbagai cara namun tidak berhasil menyembuhkannya.[3]<br /><br />Sebagian dari warga kampung memberi saran, “Cobalah kalian datangi para musafir yang singgah (di kampung kita), mungkin mereka memiliki sesuatu untuk mengobatinya.”<br /><br />Mereka pun mendatangi para sahabat dan berkata, “Tokoh kampung kami tersengat kalajengking. Kami telah berusaha dengan segala cara untuk mengobatinya namun tidak menyembuhkannya. Adakah salah seorang di antara kalian memiliki sesuatu untuk mengobatinya?”<br /><br />Salah seorang sahabat[4] menjawab, “Ya ada. Demi Allah aku akan menjampi-jampinya.[5] Namun sebelumnya kami telah meminta kalian menjamu kami sebagai tamu dan kalian tidak mau. Untuk itu, aku tidak akan menjampi-jampinya sampai kalian bersedia memberikan bayaran (sebagai kompensasi pengobatannya jika sembuh).”<br />Kedua pihak lalu menyepakatinya dengan bayaran berupa sekumpulan kambing.[6]<br /><br />Sahabat itu menyembur si sakit dan membaca surah Al Fatihah. [7]<br />Tak lama tokoh kampung itu seakan-akan lepas dari ikatan. Dia mampu berjalan. Tidak ada lagi rasa sakit (yang dirasakannya).<br /><br />Mereka segera memenuhi bayaran yang disepakati.<br />Di antara sahabat ada yang berkata, “Ayo bagi-bagikan (kambing-kambing itu).” Sahabat yang mengobati menjawab, “Jangan bagi-bagikan dulu sampai kita menemui Rasulullah SAW dan menceritakan apa yang terjadi, selanjutnya kita lihat apa saran beliau.”<br /><br />Tiba di Madinah, mereka mendatangi Rasulullah dan menceritakan kejadian yang mereka alami.<br /><br />Rasulullah SAW bertanya kepada sahabat yang mengobati, “Apa yang membuatmu tahu bahwa Al Fatihah adalah jampi-jampi?”[8]<br />“Kalian telah melakukannya dengan benar.[9] Bagi-bagikanlah dan sisihkan sebagian untukku,” sabda Rasulullah sambil tertawa.[10]<br />Kesimpulan yang diperoleh dari hadis<br /><br /> 1. Diijinkan mengobati penyakit (fisik) dengan ayat Al Qur`an. Teknis pengobatan ini tidak terikat. Dalam contoh Abu Sa’id RA berinisiatif dengan cara –sebagaimana tampak pada redaksi hadis- menyembur lalu membaca surah Al Fatihah. Sebagian ulama menyarankan agar membaca Al Fatihah dahulu lalu menyemburnya. Teknisnya terbuka meskipun harus tetap dalam koridor syar’i dan kesantunan. Termasuk diantaranya adalah ruqyah dengan cara membaca sebagian Al Qur`an lalu meniupkannya ke air untuk diminumkan kepada yang sakit.<br /> 2. Diijinkan menentukan fee sebagai kompensasi atas pengobatan dengan cara ruqyah. Ini artinya bahwa ruqyah fee adalah halal.<br /> 3. Hadis di atas sama sekali tidak menyinggung kriteria mereka yang layak memberikan layanan ruqyah. Tepatnya siapa saja dapat melakukannya. Untuk itu tidak diperlukan sebuah sertifikat atau jenjang tertentu yang harus dilalui untuk menjadi seorang raaqi kecuali sedikit pengetahuan tentang ruqyah yang sesuai dengan ajaran Islam. Yang terakhir disebut ini bukan sesuatu yang sulit untuk diketahui. Bahkan cukup dengan pengetahuan tentang keberadaan hadis di atas, cara yang sama (dalam hadis) dapat dilakukan oleh siapapun.<br /> 4. Ibnu Hajar menyatakan, di samping dengan ayat suci Al Qur`an, ruqyah juga dapat dilakukan dengan menggunakan dzikir dan doa yang bersifat ma’tsuur (doa yang terdapat dalam Al Qur`an atau doa Rasulullah SAW)<br /><br />Catatan kaki<br /><br />[1] Dalam riwayat Al A’masy dijelaskan bahwa mereka adalah sekumpulan pasukan yang dikirim oleh Rasulullah SAW yang sedang dalam perjalanan pulang menuju Madinah. Jumlah mereka sekitar 30 orang. Mereka singgah di kampung ini di malam hari.<br />[2]Hadis Al Bukhari di atas tidak menyebut hewan yang menyengatnya. Kesimpulan bahwa hewan yang menyengatya adalah kalajengking diambil dari riwayat Al A’masy.<br />[3] Maksudnya dengan obat-obatan tradisional setempat yang biasa digunakan untuk mengobati sengatan kalajengking.<br />[4] Al A’masy menerangkan bahwa sahabat Rasulullah SAW yang menyatakan sanggup mengobatinya adalah Abu Sa'id Al Khudriy RA.<br />[5] Menjampi-jampi adalah terjemah dari kata arqii (kata dasarnya adalah raqyan). Terjemahan ini bisa jadi terkesan kurang pas di telinga sebagian. Anda bisa mencari alternatifnya. Intinya, ruqyah –terlepas dari hukumnya- adalah usaha melindungi seseorang dari bencana baik dengan cara menulis sesuatu lalu menggantungkannya atau dengan cara membaca sebagian Al Qur`an, surat al falaq dan an naas atau doa’doa yang ma`tsuur.<br />[6] Riwayat Al A’masy menyebutkan jumlah kambing yang diminta adalah 30 (tiga puluh ekor). Ibnu Hajar Al ‘Asqalani berkomentar, “Riwayat yang menyebutkan jumlah kambing adalah 30 (tiga puluh ekor) tampak sesuai dengan jumlah para shahabat yang ada pada saat itu.”<br />[7] Menyembur di sini adalah terjemah dari kata yatfulu, yaitu meniup dengan disertai sedikit ludah. Anda bebas mencari terjemahannya yang lebih tepat.<br />[8] Pernyataan ini memberi kesan jelas bahwa beliau tidak pernah mengajarkan cara ruqyah tersebut sebelumnya. Teknis pengobatan ruqyah seperti yang dituturkan dalam hadis merupakan hasil ijtihad Abu Sa’id sendiri saat dia tidak menemukan petunjuk nash. Demikian diungkapkan oleh Ibnu Hajar Al ‘Asqalani.<br />[9] Sabda ini dapat ditafsirkan, 1: “Cara mengobati kalian sudah benar” atau 2. “Sikap kalian meminta konfirmasi kepada Nabi SAW sebelum membagi-bagi kan bayaran yang telah diterima adalah benar”.<br />[10] Ungkapan penghibur ini merupakan penekanan bahwa apa yang diperoleh oleh para shahabat tersebut benar-benar halal.<br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://alpontren.com/"> http://alpontren.com/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-80183006672489560192010-07-22T17:56:00.000-07:002010-07-22T19:06:12.955-07:00Puasa Sunnah di Bulan Sya'ban<div style="text-align: center;">Oleh. Habib <span class="small">Munzir Almusawa</span></div><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;"><br />عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ :</span><br /><span style="font-size:180%;">لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَصُومُ شَهْرًا، أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، وَكَانَ يَقُولُ : خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ، مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ، حَتَّى تَمَلُّوا</span><br /><br /><span style="font-size:180%;"> صحيح البخاري</span><span style="font-size:180%;"> </span></div><br />Dari Aisyah ra : tiada pernah Nabi saw berpuasa (puasa sunnah) disuatu bulan (selain ramadhan) lebih banyak dari bulan sya’ban, dan sungguh beliau saw berpuasa hampir seluruh hari bulan sya’ban, dan beliau saw bersabda :<span class="fullpost"> ambillah (amalkanlah) dari amal-amal ibadah semampu kalian, maka sungguh Allah swt tiada akan bosan, hingga kalian bosan” (Shahih Bukhari)<br /></span><div style="text-align: center;"><img src="file:///C:/DOCUME%7E1/USER/LOCALS%7E1/Temp/moz-screenshot.jpg" alt="" /><span class="fullpost"><br />Assalamu'alaikum warahmatullahi wabarakatuh</span><br /></div><span class="fullpost"><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">حَمْدًا لِرَبٍّ خَصَّنَا بِمُحَمَّدٍ وَأَنْقَذَنَا مِنْ ظُلْمَةِ الْجَهْلِ وَالدَّيَاجِرِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ هَدَاناَ بِعَبْدِهِ الْمُخْتَارِ مَنْ دَعَانَا إِلَيْهِ بِاْلإِذْنِ وَقَدْ ناَدَانَا لَبَّيْكَ ياَ مَنْ دَلَّنَا وَحَدَانَا صَلَّى اللهُ وَسَلّمَّ وَبَارَكَ عَلَيْهِ وَعَلَى آلِهِ اَلْحَمْدُلِلّهِ الَّذِيْ جَمَعَنَا فِي هَذَا الْمَجْمَعِ اْلكَرِيْمِ وَفِيْ هَذَا الْجَمْعِ اْلعَظِيْمِ</span><br /></div><br />Limpahan Puji Kehadirat Allah subhanahu wata'ala Yang Maha Luhur, Yang Maha Memiliki Masa, Yang Maha Memiliki zaman,<span style="font-size:180%;"><br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">وَالْعَصْرِ . إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ . إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ</span> .<br /><div style="text-align: left;">(QS. Al ‘Ashr)<br /></div></div><br />“Demi Masa”<br /><br />Kalimat Demi Masa, sumpahnya Allah subhanahu wata'ala, sudah merangkum seluruh kejadian sejak Alam di cipta hingga alam ini berakhir, seluruh kesedihan dan kenikmatan, tegak dan duduk, bergerak dan diam, setiap ucapan, setiap ruh, setiap nafas, setiap bentuk, setiap sifat, setiap kejadian semuanya berada di dalam kandungan “Masa”.<br /><br />Allah merangkum seluruh kejadian itu dalam satu kalimat “Demi Masa”<br /><br />Lewatlah seluruh kehidupan yang dalam kenikmatan atau yang dalam kesusahan, yang dalam kebahagiaan atau dalam kesulitan, yang di dalam tempat – tempat yang mewah, atau di gubug – gubug yang di kota atau yang di desa, yang pria atau yang wanita, yang kelaparan atau yang kekenyangan, yang terus bisa tidur, yang terus sulit tidur, terus demikian kejadian terjadi dan berputar dari generasi ke generasi.<br /><br />Allah menjawab :<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ<br /></span></div><br />“manusia dalam keadaan yang merugi”<br /><br />Lewati seluruh keadaan itu, kenikmatan kesusahan, kesedihan kesenangan,<br />siang malam, kaya miskin, semua itu rugi bagi Manusia, tidak ada keuntungannya<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">إِلَّا الَّذِينَ آمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَتَوَاصَوْا بِالْحَقِّ وَتَوَاصَوْا بِالصَّبْرِ .<br /></span></div><br />“Kecuali orang – orang yang beriman, dan berbuat amal saleh, dan saling menasihati untuk kebenaran, dan saling menasihati untuk kesabaran”<br />Tidak rugi dia, dia beruntung melewati itu semua, siang dan malamnya beruntung, susah senangnya beruntung, dalam keadaan kehidupannya beruntung, siangnya beruntung, bergeraknya beruntung, ia terus beruntung<br /><br />Beramal Shaleh, di sempurnakan lagi dengan saling menasihati dalam kebenaran dan kesabaran maka orang – orang seperti itulah yang menemui keberuntungan di dalam melewati masa hidupnya, yang hanya sebutir debu kecil di banding “Masa” secara keseluruannya.<br /><br />Hadirin, dalam satu generasi saja sudah terjadi triliyunan kejadian dalam setiap detik, triliyunan lintasan pemikiran dalam setiap kejap terus berputar di alam semesta ini, segenap pemikiran, cita – cita, kebencian, keirian, kedengkian, kecintaan, kerinduan, semangat, rencana, semua itu terus bergejolak dalam pikiran manusia dan itu jumlahnya triliyunan di permukaan bumi ini, bisa juga apa yang melintas oleh hewan – hewan, yang menginginkan makanan, yang sedang kelaparan, yang sedang mencari air dan lain sebagainya, kesemua itu terangkum di dalam “Masa”.<br /><br />Hadirin hadirat, kesemuanya manusia didalam kerugian kata Allah subhanahu wata'ala, kecuali yang beriman yang beramal saleh, yang menasihati dalam kebenaran dan menasihati dalam kesabaran, mereka – mereka ini tidak rugi.<br /><br />Empat hal ini :<br />Iman, Amal saleh, menasihati dalam kebenaran, menasihati dalam kesabaran,<br />Empat hal ini bisa di padu, bisa di ringkas lagi menjadi apa ?<br />Tuntunan Sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">إِنَّ الْإِنسَانَ لَفِي خُسْرٍ<br /></span></div><br />“manusia itu di dalam kerugian”<br />Kecuali yang mengikuti Sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.<br /><br />Dia beruntung di dunia tidak juga rugi di akhirat, ia susah di dunia hanya menjadi penyebab keberuntungannya di masa mendatang dunia dan akhirat, demikian keadaan mereka yang beriman dan dekat dengan Allah, tidak ada ruginya melewati hari – hari, tidak rugi dalam kesenangannya, dalam kesusahannya, dalam siangnya, dalam malamnya, dia tidak di rugikan, selalu beruntung, dia melewati dosa, dia didekatkan dengan pengampunan Allah, seraya berfirman :<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">وَمَا مِنْ دَابَّةٍ فِي الْأَرْضِ وَلَا طَائِرٍ يَطِيرُ بِجَنَاحَيْهِ إِلَّا أُمَمٌ أَمْثَالُكُمْ مَا فَرَّطْنَا فِي الْكِتَابِ مِنْ شَيْءٍ ثُمَّ إِلَى رَبِّهِمْ يُحْشَرُونَ<br /></span></div><br />“semua makhluk dan hewan dan makhluk hidup yang ada di bumi dan yang terbang di udara dan semua yang hidup . kecuali kelompok – kelompok seperti umat – umat diantara kalian ada kelompok – kelompoknya . tidak kami sisakan dan kami hapuskan dan kami sia – siakan dari pada ketentuan mereka sesuatu pun kecuali semua itu nanti . lalu mereka akan di kirim untuk berkumpul kehadapan pemilik mereka kelak yang memberi mereka kehidupan, burung itu rizqinya, burung itu takdirnya demikian pula hewan, lalat, nyamuk sampai virus dan sel terkecil apakan menjalankan tugas yang di perintahkan Allah” (QS Al An’am 38)<br /><br />Hadirin hadirat, bunga di beri tugas oleh Allah, pohon di beri tugas, tanah di beri tugas, matahari di beri tugas, bulan di beri tugas, semua makhluk ciptaan Allah di beri tugas,<br />manusia di beri tugas, apa tugasku dan kalian ?<br />tugasku dan kalian banyak, ringkasnya mengikuti Sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.<br /><br />Malam yang agung ini, malam perpisahan kita dengan pergantian malam dan malam pertemuan kita dengan bulan Sya’ban, inilah malam 1 Sya’ban, di dalam perhitungan hijriah, berpindahnya hari itu, pindahan hari itu bukan jam 12 malam, kalau tahun masehi, bulannya memang jam 12 malam, tapi kalau perhitungan Hijriah terbenamnya matahari, terbenamnya matahari tadi adalah berpisahnya kita dengan bulan Rajab dan terbenamnya matahari tadi malam ini mengawali malam 1 Sya’ban.<br /><br />Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,<br />Oleh sebab itu Rasul shallallahu 'alaihi wasallam bersabda sebagaimana riwayat Shahih Bukhari tadi, riwayat Sayyidatuna Aisyah radhiyallahu'anhum:<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">عن عَائِشَةَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهَا قَالَتْ :<br />لَمْ يَكُنْ النَّبِيُّ، صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، يَصُومُ شَهْرًا، أَكْثَرَ مِنْ شَعْبَانَ، فَإِنَّهُ كَانَ يَصُومُ شَعْبَانَ كُلَّهُ، وَكَانَ يَقُولُ : خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ، مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ، حَتَّى تَمَلُّوا<br /><br />صحيح البخاري<br /><br /></span></div>“tidak pernah Rasul shallallahu 'alaihi wasallam itu berpuasa banyak (puasa sunnah selain Ramadhan) sebanyak puasa sunnah di bulan Sya’ban, dan beliau saw bersaba ambillah amal ibadah (sunnah) menurut kemampuan kalian, sungguh Allah swt tak akan bosan menerima ibadah hingga kalian bosan (kelelahan) ”(Shahih Bukhari)<br /><br />Dalam satu kali pernah beliau melakukan puasa Sya’ban, semuanya yaitu sebagian besar,<br />Di riwayatkan di jelaskan oleh Al Imam Ibn Hajar Al Asqalaniy didalam kitabnya Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari, yang di maksud di dalam hadits ini adalah bukan maksudnya seluruh Sya’ban dari tanggal 1 sampai dengan akhir, karena akhir Sya’ban itu makruh sebagian mengatakan haram berpuasa karena hari terakhir menuju Ramadhan, namun sebagian mengatakan makruh.<br /><br />Al Imam Ibn Hajar mengatakan yang di maksud Sya’ban kesemuanya (Sya’ban Kullahu) adalah yang sebagian besarnya bulan Sya’ban itu Rasul shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa.<br /><br />Maka Al Imam Ibn Hajar juga menjawab tentang kenapa Rasul shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa di bulan Sya’ban sangat banyak? Padahal beliau mensunnahkan ibadah sunnah, juga puasa di bulan – bulan haram yaitu dzul’qaidah, dzulhijjah, muharram dan rajab, Sya’ban bukan bulan Haram, kenapa Rasul lebih banyak puasa di bulan Sya’ban dari pada bulan lainnya, maka di jawab oleh Al Imam Ibn Hajar pertanyaan itu bahwa teriwayatkan, Rasul shallallahu 'alaihi wasallam baru di wahyukan oleh Allah kemuliaan bulan Sya’ban diakhir akhir sebelum wafatnya, tahun – tahun terakhir sebelum wafatnya baru di wahyukan oleh Jibril kemuliaan bulan Sya’ban, baru beliau memperbanyak puasa di bulan Sya’ban.<br /><br />Demikian, dan tentunya bukan hanya puasa saja yang di sunnahkan di bulan Sya’ban ini,<br />Hadirin hadirat, Sang Maha Pemilik waktu dan masa, tidak menyisakan satu detik pun kecuali rahasia kedermawanan Nya terbuka, gerbang taubat Nya terbentang luas, limpahan anugrah Nya tidak pernah berhenti, ia berhenti kadang – kadang do’a tidak di kabulkan padamu tapi pada jutaan lainnya Allah sedang mengabulkan do’a mereka.<br /><br />Hadirin hadirat yang di muliakan Allah,<br />Namun Allah subhanahu wata'ala berfirman :<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">وَأَحْسِنْ كَمَا أَحْسَنَ اللَّهُ إِلَيْكَ</span><br /></div><br />“berbaik – baiklah didalam kehidupan, sebagaimana Allah berbaik – baik padamu” (QS Al Qashash 77)<br /><br />Allah berbuat yang terbaik untuk kita, maka berbuatlah yang terbaik untuk Allah subhanahu wata'ala, Allah akan berikan lagi yang lebih baik lagi dari kita dan membenahi keadaan kita seraya berfirman :<span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><br /><span style="font-size:180%;">وَالَّذِينَ آَمَنُوا وَعَمِلُوا الصَّالِحَاتِ وَآَمَنُوا بِمَا نُزِّلَ عَلَى مُحَمَّدٍ وَهُوَ الْحَقُّ مِنْ رَبِّهِمْ كَفَّرَ عَنْهُمْ سَيِّئَاتِهِمْ وَأَصْلَحَ بَالَهُمْ</span><br /></div><br />“sunggguh orang – orang yang beriman, beramal saleh dan juga beriman pada apa yang di turunkan pada Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam dan beliau itu kebenaran, pembawa kebenaran dari Tuhan mereka (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam), Allah hapuskan segala kesalahan – kesalahan mereka (yang mau mengikuti Sang Nabi shallallahu 'alaihi wasallam), Allah hapuskan kesalahan – kesalahan mereka, dan Allah perbaiki keadaan mereka” (QS Muhammad 2)<br />Hadirin hadirat semakin kita mendekat pada Allah, semakin Allah perbaiki keadaan kita.<br /><br />Hadirin hadirat yang di muliakan Allah,<br />Bulan Sya’ban juga sebagaimana Hadits yang tadi kita dengar bahwa Rasul shallallahu 'alaihi wasallam paling banyak puasa di bulan Sya’ban dan juga Rasul shallallahu 'alaihi wasallam berpuasa hampir 1 bulan penuh dan Hadits selanjutnya adalah :<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">خُذُوا مِنْ الْعَمَلِ، مَا تُطِيقُونَ، فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ، حَتَّى تَمَلُّوا صحيح البخاري<br /></span></div><br />“berbuatlah amal itu semampumu, jangan melebihi kemampuan kata Rasul shallallahu 'alaihi wasallam, sungguh Allah tidak akan pernah bosan, kalian yang akan mempunyai sifat bosan”<br /><br />Manusia mempunyai sifat bosan, Allah tidak ada bosannya maka ambillah dari amal ibadah itu semampu kalian jangan paksakan lebih dari pada kemampuan kita<br /><br />فَإِنَّ اللَّهَ لَا يَمَلُّ<br /><br />“Allah itu tidak akan ada bosannya”<br /><br />Allah akan terus gembira dengan ibadahmu, tapi kalian sendiri nanti yang akhirnya kelelahan sendiri, akhirnya bosan untuk memperbanyak ibadah, maka lebih baik kita menjaga ibadah hanya sekedar sekemampuan kita saja, karena kalau di paksakan nanti akhirnya kelelahan sendiri dan meninggalkan ibadah itu.<br /><br />Saudara saudariku yang kumuliakan,<br />Hadits ini juga membuka rahasia keluhuran, bahwa Allah subhanahu wata'ala menyambut amal – amal hambanya sekedar kemampunanya, tidak ada perhitungan umum tapi perhitungan pribadi dimata Allah subhanahu wata'ala, semampunya hambanya itulah yang akan membuat pertanyaan dari Allah kelak hambanya sudah mampu tapi tidak melakukan itu yang akan di pertanggung jawabkan dan akan melewati barangkali kesusahan, tersiksa di dunia musibah atau di sakaratulmaut atau di kubur atau di Neraka, karena mampu tapi tidak mau, beda dengan yang tidak mampu tidak pernah akan di bebani, Allah tidak akan memaksa<br /><span style="font-size:180%;"><br />لَا يُكَلِّفُ اللَّهُ نَفْسًا إِلَّا وُسْعَهَا</span><br /><br />“Allah tidak akan memaksakan manusia kecuali dengan kemampuannya” (QS Albaqarah 286)<br />Dan Sang Maha baik dan Maha Lembut selalu meyeru kita oleh keluhuran.<br />Bukankan Allah subhanahu wata'ala telah berfirman di dalam hadits qudsi kepada Nabiyallah Daud 'Alaihi Salaam :<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">يا داود، لو يعلمون المدبرون عني شوقي لعودتهم، ومحبتي لتوبتهم، ورغبني لإنابتهم، لطاروا شوقا الي، يا داود هذا للمدبرين عني، فكيف للمقبلين عني؟<br /></span></div><br />“Wahai Daud kalau seandainya orang – orang yang berpaling dari Ku itu menghindari kemuliaan dan selalu berbuat kehinaan, kalau mereka tau betapa rindunya Aku kepada kembalinya mereka kepada Ku, kalau mereka tau getaran dahsyatnya rindu Ku pada mereka, jika mereka mau kembali, betapa cintanya Aku kepada mereka, atas Taubat mereka, kalau mereka tau betapa besar dan bagaimana dahsyatnya Cinta Ku pada hamba Ku jika ia ingin bertaubat dan besarnya semangatku menyambut hamba – hamba KU yang ingin banyak beribadah, mereka tidak tau wahai Daud dahsyatnya kerinduan Ku dan dahsyatnya cinta Ku dan dahsyatnya hangatnya sambutan Ku, jika mereka tau mereka akan bisa meninggalkan dirinya, untuk terbang kehadapan Ku karena rindu ingin berjumpa dengan Ku, mereka tidak akan menguasai jasadnya untuk segera sampai kehadapan Ku karena rindu kepada Kuو Wahai Daud itulah Cinta Ku, rindu Ku dan sambutan hangat Ku pada para pendosa dan mereka yang berpaling jika mau bertaubat, maka bagaimana cinta Ku pada hamba – hamba Ku yang baik” (Taujihunnabiih Limardhaati baarih oleh Al Munsid Al Allamah Alhabib Umar bin Hafidh)<br /><br />Hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,<br />Demikian rindu Nya Allah, bagi mereka yang mau memahami perasaan Allah dan Cinta Nya memanggil kita untuk bertaubat dan rindu Nya memanggil kita unuk kembali kepada keridhaan Nya, dan semangat kehangatan sambutan Nya, memanggil kita untuk siap melimpahi anugrah jika kita ingin memperbanyak ibadah, Maka terimalah Cinta Nya Allah, rindu Nya Allah dan sambutan hangatnya di dunia dan akhirat, bahkan lebih.<br />Dan merugilah mereka yang menolaknya, dan merugi mereka yang di tawari Cinta Nya Allah mereka menolaknya<br /><br />Kelak di hari kebangkitan Allah akan memanggil namamu, namaku maju menghadap, fulan bin fulan di perintahkan maju kehadapan Allah,<br />Saat itu hari pertanggungan jawab,<br />Hambaku kau menolak cinta Ku, hambaku kau menolak rindu Ku .........<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ . وَإِذَا الْكَوَاكِبُ انْتَثَرَتْ . وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ . وَإِذَا الْقُبُورُ بُعْثِرَتْ . عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ وَأَخَّرَتْ . يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ . الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ . فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ . كَلا بَلْ تُكَذِّبُونَ بِالدِّينِ . وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ . كِرَامًا كَاتِبِينَ . يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ . إِنَّ الأبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ . وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ . يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّينِ . وَمَا هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِينَ . وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ . ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ . يَوْمَ لا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِنَفْسٍ شَيْئًا وَالأمْرُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ</span><br /></div><br />(QS. AL INFITHAAR)<br /><div style="text-align: right;"><br /></div>Hadirin, Allah subhanahu wata'ala berfirman :<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">إِذَا السَّمَاءُ انْفَطَرَتْ<br /></span></div><br />“ketika langit terbelah…”<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">وَإِذَا الْبِحَارُ فُجِّرَتْ</span><br /></div><br />“ketika laut naik keatas permukaan bumi…”<br /><br />bercampur dengan Lava (lahar yang ada di perut Bumi) muntah keluar ke atas daratan, gelombang lautan itu sudah menjadi lahar panas (karena bercampur dengan Lava yang ada di perut bumi),<br />setelah itu bumipun di ratakan, setelah itu bumi bukan menjadi bulat tapi menjadi lempengan (lebar bentuk padang mahsyar),<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">وَإِذَا الْقُبُورُ بُعْثِرَتْ<br /></span></div><br />“semua kubur di bongkar oleh para malaikat...”<br />Mereka di perintahkan untuk menghadap,<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">عَلِمَتْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ وَأَخَّرَتْ</span><br /></div><br />“tahulah manusia apa yang telah ia lakukan dulunya dan apa yang akan dia terima dari balasannya”<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ<br /></span></div><br />“Wahai manusia apa yang membuatmu meninggalkan Tuhan Mu yang Maha Pemurah..”<br /><br />Maka di saat itu apa yang harus kita jawab ?<br />Adakah kedermawanan melebihi kedermawanan Nya ?<br />Adakah kelembutan melebihi kelembutan Nya ?<br />Adakah Dunia dan akhirat tidak cukup bagi kita untuk di dapatkan kebahagiaan yang kekal ?<br />Allah subhanahu wata'ala telah menjanjikan kebahagiaan yang kekal, tidak ada fitnah, tidak ada masalah, tidak ada musibah, tidak ada penyakit, tidak ada apapun yang membuat kita sedih yang ada kebahagiaan yang kekal apa yang kurang pada diriku kata Allah subhanahu wata'ala ?<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">يَا أَيُّهَا الإنْسَانُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ الْكَرِيمِ، الَّذِي خَلَقَكَ فَسَوَّاكَ فَعَدَلَكَ ، فِي أَيِّ صُورَةٍ مَا شَاءَ رَكَّبَكَ ،</span><br /></div><br />“ apa yang membuatmu tertipu hingga meninggalkan Tuhan mu yang Maha pemurah, yang menciptamu dari tiada dan mencipta postur tubuhmu sebagai mana yang terjadi pada dirimu dengan bentuk yang telah ditentukan oleh Allah Swt”<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">كَلا بَلْ تُكَذِّبُونَ بِالدِّينِ، وَإِنَّ عَلَيْكُمْ لَحَافِظِينَ، كِرَامًا كَاتِبِينَ، يَعْلَمُونَ مَا تَفْعَلُونَ، إِنَّ الأبْرَارَ لَفِي نَعِيمٍ،<br /></span></div><br />“namun sebagian dari kalian mendustakan Ku kata Allah, mendustakan agama Allah, mendustakan tuntunan ilahi, padahal kalian itu ada yang mengawasi, yang mengetahui apa yang kalian perbuat, malaikat yang berada dikanan dan kiri kita terus mencatat perasaan, pemikiran dan perbuatan dan ucapan kita, sungguh orang orang yang baik mereka yang berada didalam kenikmatannya kekal”<br /><br />selesai semua, selesai semuanya apa – apa yang mereka bingungkan, selesai tidak ada lagi kebingungan,<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">وَإِنَّ الْفُجَّارَ لَفِي جَحِيمٍ، يَصْلَوْنَهَا يَوْمَ الدِّينِ، وَمَا هُمْ عَنْهَا بِغَائِبِينَ</span> ،<br /></div><br />“ mereka yang berbuat kehinaan tempatnya di neraka jahim, mereka menolak cinta Ku, mereka menolak rindu pada Ku, mereka menolak menyembah Ku, mereka terus menyekutukan Ku, tempat mereka neraka jahim, mereka menolak kasih sayang Ku, mereka menolak pengampunan Ku, mereka menolak Rahmat Ku, mereka menolak menghadap kepada Ku, mereka terus berdoa dan meminta dan tidak meminta kepada Ku, mereka lewatkan hari – harinya dengan pengingkaran dan kehinaan dan terus berbuat dzhalim atas dirinya, dan atas orang lain, tempat nya neraka jahim, mereka akan memasuki neraka jahim para pembuat kehinaan, kerusakan, kedzhaliman”<br /><br />yang barangkali kita sekarang sudah gerang dengan perbuatan jahat yang barangkali tidak tertindak, namun akan datang waktunya mahkamah terluhur mengadili semua kejadian dengan seadil adilnya tempat yang berbuat jahat adalah neraka jahim, tempat yang mencintai sang Nabi dan beriman kepada Allah saw adalah kenikmatan yang kekal,<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">وَمَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ، ثُمَّ مَا أَدْرَاكَ مَا يَوْمُ الدِّينِ، يَوْمَ لا تَمْلِكُ نَفْسٌ لِنَفْسٍ شَيْئًا وَالأمْرُ يَوْمَئِذٍ لِلَّهِ.<br /></span></div><br />“ tahu kah kalian hari kebangkitan itu dan tahu kah kalian hari kebangkitan itu, hari dimana manusia tidak lagi memiliki dirinya, hari itu semua masalah kembali kepada Allah subhanahu wata'ala”<br /><br />ia punya tangan tangan yang tidak bisa diperintah tangan yang bersaksi atas dosa – dosanya, tangan yang bersaksi atas pahalanya, tangan yang bisa berkhianat padanya dan bisa berbakti padanya selama ia bakti pada Allah anggota tubuhnya bakti padanya untuk membelanya.<br /><br />ketika salah seorang hamba ditimbang dalam timbangan amal lalu ia di perintahkan untuk masuk kedalam neraka karena sudah kehabisan amal, dosa nya lebih banyak dari pahala lalu matanya menjerit kepada Allah, Wahai Allah aku tidak mau masuk kedalam neraka karena NabiMu Muhammad Saw telah bersabda bahwa para mata yang mengalirkan air mata karena saat berdzikir memanggil nama Mu maka tidak akan disiksa oleh Allah subhanahu wata'ala, maka aku tidak mau masuk neraka biarkan tubuh yang lain masuk neraka, aku tidak mau masuk karena sudah janji Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, maka Allah subhanahu wata'ala memerintahkan hamba itu keluar dari neraka maka teriaklah Jibril Alaihi Salaam :<br /><br />“hamba Allah, umat Muhammad subhanahu wata'ala salah seorang umat Muhammad mendapat syafa’at sebab air matanya”<br /><br />setetes air matanya mengalir saat ia berdoa kepada Allah, ia di syafa’ati oleh matanya sendiri hadirin hadirat sabda Rasul riwayat Shahih Bukhari salah satu dari kelompok yang dinaungi Allah :<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">رَجُلٌ ذَكَرَ اللَّهَ فَفَاضَتْ عَيْنَاهُ<br /></span></div><br />“ orang yang mengingat Allah, saat ia mengingat Allah, saat ia merenung tafakkur mengingat Allah, rindu dia kepada Allah, cinta dan haru ia kepada Allah, mengalirlah tetesan – tetesan air matanya”<br /><br />Para salafu shaleh kalau mereka berdoa lalu menangis mereka mengusapkan air matanya keseluruh tubuhnya, keseluruh wajahnya untuk mengambil kemuliaan dan keberkahan dari air mata khusyu’.<br /><br />Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,<br />Allah subhanahu wata'ala Maha luhur, bulan ini bulan sya’ban terdapat banyak hal – hal tabu di bulan ini diantaranya berpindahnya kiblat dari masjidil Aqsa ke masjidil Haram dengan doa dan keinginan Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam,<br /><br />Allah subhanahu wata'ala berfirman dalam surat al Baqarah dijelaskan<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">قَدْ نَرَى تَقَلُّبَ وَجْهِكَ فِي السَّمَاءِ فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ<br /></span></div><br />“Kami (kata Allah), Aku melihat kau sudah ingin, wajahmu terlihat menoleh noleh kelangit menanti perintah” (QS Al Baqarah 144)<br /><br />maksudnya apa? Berharap agar kiblat dipindahkan, kenapa kiblat ke palestina? Karena saat itu Allah subhanahu wata'ala memerintahkan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkiblat kepalestina agar orang – orang yahudi masuk islam, orang yahudi masuk islam karena merasa kiblatnya sama dengan muslim, namun ketika Rasul memindahkan kiblatnya ke ka’bah, maka banyak orang – orang yahudi yang protes hingga mereka mundur dari masuk islam.<br /><br />Hadirin hadirat yang dimuliakna Allah,<br />Aku melihat kau kata Allah subhanahu wata'ala, kau sudah berpaling menoleh menanti keputusan turunnya ayat untuk diizinkan pindah kiblat, karena kiblat hanya arah saja, bukan ka’bah itu adalah Allah, banyak arah untuk mengarahkan jasad kita kesatu arah diseluruh dunia ini dalam melakukan shalat kita hanya dibutuhkan arah saja, Masjidil Aqsa, mau kemana, mau kemana cuma Rasul shallallahu 'alaihi wasallam ingin merubah ke Masjidil Haram,<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">فَلَنُوَلِّيَنَّكَ قِبْلَةً تَرْضَاهَا</span><br /></div><br />“Allah berkata’’ kami hadapkan engkau ke kiblat yang engkau inginkan wahai Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam”<br /><br />Rasul inginkan kiblat ke ka’bah Allah berkata<br />”akan kami palingkan engkau pada kiblat yang engkau inginkan” maka Rasul menghadapkan dirinya ke ka’bah maka turun lagi kalimat selanjutnya :<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">فَوَلِّ وَجْهَكَ شَطْرَ الْمَسْجِدِ الْحَرَامِ<br /></span></div><br />setelah beliau menghadapkan dirinya ke ka’bah Masjidil Haram, turun lagi kalimat<br />“maka hadapkan wajahmu mulai saat ini ke Masjidil Haram jika melakukan shalat”<br /><br />kiblat itu tidak punya satu norma apa – apa tapi karena di pilih oleh Sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, Rasul tidak memilih ka’bah sebagai kiblat, masih palestina kiblat kita, Allah Maha tau kiblat itu nantinya di ka’bah bukan dipalestina jadi Allah menanti dan ingin menunjukan pada umat ini betapa Allah mencintai dan tidak ingin melukai perasaan Sayyidina Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam ini yang ingin Allah ingin tunjukkan pada ummatnya, ummat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam agar faham kiblat sampai berubah dengan Rasul shallallahu 'alaihi wasallam menginginkannya Allah palingkan kiblat itu ke ka’bah mudah saja Allah menggantikan kiblat ke arah yang di inginkan Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam.<br /><br />Hadirin hadirat Allah munculkan hal itu didalam Al Qur’anul karim itu terjadi di bulan sya’ban demikian kejadian itu diriwayatkan didalam Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari<br />oleh hujjatul islam al Iman Ibn Hajar Al Asqalaniy dan juga lainnya bahwa kejadian itu terjadi di bulan sya’ban dan pada bulan sya’ban bukan hanya itu, tapi peperangan bani mushthaliq terjadi di bulan sya’ban, dan juga peperangan tabuk terjadi di bulan sya’ban dan juga dibulan sya’ban kelahiran Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib Kw, Sayyidina Husain bin Ali bin Abi Thalib lahir dibulan sya’ban didalam Fathul Baari bisyarah Shahih Bukhari oleh hujjatul islam al imam Ibn Hajar Al Asqalaniy bahwa kelahiran Sayyidina Husain itu dibulan sya’ban tahun ke 4 hijriyah dan wafat pada tahun 51 atau 52 hijriyah di Karbala di Iraq, wafatnya disitu Sayyidina Husain bin ali cucunya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam.<br /><br />Yang terakhir yang saya sampaikan dibulan sya’ban ini juga turunnya firman Allah subhanahu wata'ala :<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">إِنَّ اللهَ وَمَلاَ ئِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهَا الَّذِ ينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا<br /></span></div><br />“Sungguh Allah dan para malaikat melimpahkan shalawat kepada Nabi Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam, wahai orang – orang yang beriman perbanyak shalawat dan salam kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam dengan seindah indahnya salam” )QS Al Ahzab 56)<br /><br />inilah kejadiannya dibulan sya’ban dijelaskan oleh hujjatul islam wabarakatul al iman Jalaludin Abdurrahman Assuyuthi didalam kitab Asyifa asbabul nuzulnya.<br /><br />Demikian hadirin hadirat yang dimuliakan Allah,<br />jelaslah bulan sya’ban banyak sekali kemuliaan dan kepadanya terdapat malam nisfu sya’ban, malam pertengahan sya’ban yang sangat padanya mengandung banyak keluhuran dan bulan sya’ban ini mengingatkan kita pada bulan teragung dan hari – hari teragung, siang – siang teragung, malam – malam teragung yaitu Ramadhan al mukaram yang setiap harinya pahala dilipatkan 700 kali lipat dan lebih, karena diriwayatkan didalam Shahih Bukhari bahwa pahala dilipat kalikan 10 kali dan 700 kali lipat demikian riwayat Shahih Muslim, namun didalam shahih Muslim disebutkan 10 kali lipat hingga 700 kali lipat atau lebih dalam Shahih Muslim demikian penafsiran al imam Nawawi didalam syarah Nawawi pada Shahih Muslim dijelaskan kalau yang 10 kali lipat itu pada waktu biasa dan biasa bertambah disaat saat lain, misalnya dimajelis ta’lim, dimajelis dzikir, tanah suci, dibulan suci, di hari suci itu bias mencapai 700 kali lipat khususnya dibulan Ramadhan setiap amalan dikalikan 700 kali lipat.<br /><br />Hadirin hadirat kita puasa sebulan sama dengan puasa 700 bulan karena digandakan 700 kali lipat, 700 bulan tidak berapa lama dibagi 12. Hadirin hadirat demikian pahalannya Ramadhan secara harfiah saja tapi lebih dari itu karena Allah subhanahu wata'ala menyampaikan kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam diriwayatkan dalam Shahih Bukhari akan kita lewati haditsnya nanti bahwa bagi puasa itu Allah subhanahu wata'ala yang membalasnya langsung, bukan dengan perhitungan 10, 20,100,700 Allah subhanahu wata'ala yang membalas langsung.<br />“Puasa, khusus ibadah puasa itu untuk Ku kata Allah subhanahu wata'ala, Aku sendiri yang akan mengganjarnya”<br />kalau sudah Allah yang mengganjar bukan urusan munkar nakir nulis 700 kali lipat, langsung Rabbul’alamin yang memberikan lebih dan lebih dan lebih.<br /><br />Hadirin hadirat yang dimuliakna Allah,<br />saya tidak berpanjang lebar menyampaikan tausiyah semoga Allah subhanahu wata'ala memuliakan hari – hari kita, semoga kita memasuki malam 1 sya’ban dengan seindah – indah keadaan dan meninggalkan seluruh dosa – dosa kita selesai dengan berpisahnya kita dengan bulan Rajab, hingga rajab membawa seluruh dosa – dosa kita kepada rahasia pengampunan Allah subhanahu wata'ala, masuklah kita kedalam sya’ban.<br /><br />Rabbiy cabut kami dari segala kesusahan, cabut kami dari segala rintangan, cabutlah dari fitnah dan segala apa yang mempersulit ibadah kami dan merintangi kami, singkirkan musibah yang datang pada kami, lunaskan semua hutang – hutang kami selesaikan segenap hajat kami, jangan Kau lewatkan malam ini kecuali esok terbit dengan segala jawaban doa – doa kami,<br /><br />Ya Rahman Ya Rahim jangan kau terbitkan matahari esok kecuali Kau jawab seluruh doa jama’ah yang hadir semua, Kau jawab seluruh wajah – wajah kami ini esok pagi sudah cerah terang benderang menghadapi kabar – kabar gembira atas jawaban doa – doa kami.<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">فَقُوْلُوْا جَمِيْعًا ...<br /></span></div><br />Ucapkanlah bersama-sama<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. يَا الله...يَا الله... ياَ الله..<br /></span></div><br />Tunjukan Keagungan Nama Mu ya Allah, buktikan keagungan dzikir menyebut Nama Mu ya Allah, agar kami tau betapa Agungnya ke Agungan Nama Mu, betapa besar anugerah yang Kau Limpahkan bagi mereka yang menyebut Nama Mu<br /><span style="font-size:180%;"><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. يَا الله...يَا الله... ياَ الله.. ياَرَحْمَن يَارَحِيْم ...لاَإلهَ إلَّاالله...لاَ إلهَ إلاَّ الله مُحَمَّدٌ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. كَلِمَةٌ حَقٌّ عَلَيْهَا نَحْيَا وَعَلَيْهَا نَمُوتُ وَعَلَيْهَا نُبْعَثُ إِنْ شَاءَ اللهُ تَعَالَى مِنَ اْلأمِنِيْنَ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://majelisrasulullah.org/"> http://majelisrasulullah.org/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-68358268896638608902010-07-20T16:32:00.000-07:002010-07-20T17:00:21.512-07:00Vaksin Meningitis Halal<a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2XX96VqQsM6fauLtZlVhIMOtLKfx5R1fdZGt_P444tIF9cxGV7VBqS1GIt7t9WL6iZ0xHF2ejw73Gpl72EsmfCqkWYuXn4R74mVKmEHEWM15XAg647BHIr3sTXi_wNlMOHG8uljsqMKQ/s1600/20100721foto+b.jpg"><img style="margin: 0pt 10px 10px 0pt; float: left; cursor: pointer; width: 166px; height: 166px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg2XX96VqQsM6fauLtZlVhIMOtLKfx5R1fdZGt_P444tIF9cxGV7VBqS1GIt7t9WL6iZ0xHF2ejw73Gpl72EsmfCqkWYuXn4R74mVKmEHEWM15XAg647BHIr3sTXi_wNlMOHG8uljsqMKQ/s320/20100721foto+b.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5496140639456651698" border="0" /></a><span style="font-size:100%;"><span style="font-weight: bold;">FATWA MUI,</span></span> Ketua MUI Ma’ruf Amin (tengah) didampingi Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim (kanan) dan Sekjen MUI Ichwan Sam saat jumpa pers tentang fatwa vaksin meningitis, di Jakarta, kemarin.
<br />
<br /><span style="font-weight: bold;">JAKARTA(SI) </span>– Pemerintah segera menghentikan distribusi vaksin meningitis produksi Glaxo Smith Kline (GSK) Belgia yang semula akan digunakan memvaksinasi jamaah haji tahun ini. Selanjutnya vaksin bermerek dagang Mencevax ACW135Y yang difatwakan haram oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) ini akan diganti dengan salah satu dari dua vaksin sejenis asal Italia dan China yang telah dinyatakan halal oleh MUI. Kementerian Kesehatan akan segera menerbitkan surat penghentian distribusi vaksin GSK.<span class="fullpost">
<br />
<br />“Secepatnya kami akan membuat surat untuk menahan supaya pendistribusian vaksin yang lama (GSK) dihentikan dan akan menggantinya dengan vaksin yang dikatakan halal oleh MUI,”ujar Menteri Kesehatan (Menkes) Endang Rahayu Sedyaningsih usai menjenguk anak korban luka bakar akibat meledaknya tabung elpiji di Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo (RSCM) Jakarta,kemarin. Menurut Endang, proses penggantian vaksin diperkirakan akan memakan waktu satu bulan.
<br />
<br />Adapun vaksin meningitis produksi GSK yang sudah terlanjur didistribusikan ke sejumlah daerah sejak 13 Juli lalu tidak akan dipakai lagi. “Vaksin produk GSK sebagian sudah didistribusikan ke daerah,tapi belum mulai disuntikkan, dan untuk itu kita akan stop. Kalau sudah ada vaksin yang halal, masak pakai yang haram?”tandasnya. Terkait vaksin mana yang akan terpilih sebagai pengganti produk GSK, Menkes akan berkonsultasi terlebih dulu dengan Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).
<br />
<br />Lembaga ini nantinya akan merekomendasikan vaksin meningitis mana dari dua vaksin halal tersebut yang sudah teregistrasi dan memenuhi syarat aman. “Insya Allah tahun ini akan dipakai vaksin meningitis halal. Akan diusahakan,” tandasnya. MUI melalui fatwa No 6/2010 menetapkan fatwa halal atas dua dari tiga vaksin meningitis untuk jamaah haji yang telah mengajukan sertifikasi kepada MUI.
<br />
<br />Dua vaksin halal tersebut adalah vaksin meningitis merek Menveo Meningococcal Group A, C,W135 dan Y Cnnyugate Vaccine produksi Novartis,Italia; serta vaksin meningitis merek Mevac ACYW 135 yang diproduksi ZheiyiangTianjuan,China.Sedangkan vaksin meningitis Mencevax ACW135Y produksi GSK masih dinyatakan haram. Ketua MUI Ma’ruf Amin mengatakan, fatwa terbaru tersebut dikeluarkan setelah tim auditor Lembaga Pengkajian Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI melakukan auditing halal ke tiga perusahaan vaksin meningitis tersebut.
<br />
<br />Aspek yang diaudit meliputi bahan, proses, fasilitas produksi dan sistem. Menurut Ma’ruf, titik kritis keharaman produk vaksin ini terletak pada media pertumbuhan yang kemungkinan bersentuhan dengan bahan berasal dari babi atau terkontaminasi dengan produk yang tercemar najis babi. “Hasil audit terhadap vaksin meningitis GSK menyimpulkan vaksin ini media pertumbuhannya bersentuhan dengan unsur babi.
<br />
<br />Maka, produk vaksin ini difatwakan haram. Sementara itu, dua vaksin lainnya tidak ditemukan adanya persentuhan dengan produk yang mengandung babi sehingga dinyatakan halal,”ungkapnya, kemarin. Ma’ruf mengakui bahwa MUI melalui fatwa tertanggal 30 Juni 2010 sempat menyetujui penggunaan vaksin meningitis produksi GSK yang sejatinya haram,boleh digunakan pada jamaah haji tahun ini dengan alasan darurat.
<br />
<br />Dengan didapatkannya duavaksinmeningitishalal, maka fatwa tersebut sekarang dinyatakan gugur dan vaksin GSK hukumnya tidak darurat lagi sehingga tidak boleh dipakai. Terkait vaksin meningitis GSK yang sudah terlanjur dibeli dan didistribusikan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes), MUI menyerahkan proses penggantian sepenuhnya pada Kemenkes.“Kami hanya menjelaskan bahwa barang haram tidak boleh dipakai dalam kondisi yang tidak darurat,”tandasnya.
<br />
<br />Sekretaris Jenderal MUI Ichwan Sam menambahkan,Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dalam pertemuan dengan MUI pada Senin (19/7) menyatakan bahwa pemerintah akan mengikuti fatwa MUI yang baru tersebut kendati sudah terlanjur membeli vaksin GSK.“Presiden menyatakan bahwa itu bagian dari cost yang harus ditanggung pemerintah untuk menciptakan ketenteraman dalam kehidupan beragama.
<br />
<br />Jadi, pemerintah akan menggunakan vaksin yang telah dinyatakan halal tersebut,” paparnya. Dalam kesempatan sama, Direktur LPPOM MUI Lukmanul Hakim yang terlibat langsung dalam penelitian di pabrik ketiga vaksin tersebut mengatakan bahwa vaksin dari China, Italia, dan Belgia telah dilakukan pemeriksaan mendetail hingga pada perhitungan turunan bakteri dan unsur pencemar. (inda s)
<br />
<br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.seputar-indonesia.com/"> http://www.seputar-indonesia.com/
<br />
<br /></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-38984501295891994372010-07-07T01:39:00.000-07:002010-07-07T01:40:31.105-07:00<div id="toc"></div>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-6331204747650800442010-07-05T20:05:00.000-07:002010-07-05T20:08:09.277-07:00Praktik Bid'ah Hasanah para Sahabat Setelah Rasulullah WafatPara sahabat sering melakukan perbuatan yang bisa digolongkan ke dalam bid'ah hasanah atau perbuatan baru yang terpuji yang sesuai dengan cakupan sabda Rasulullah SAW:<br /><span style="font-weight: bold;"><span style="font-weight: bold;"><br /></span></span><span style="font-size:180%;"><span>مَنْ سَنَّ فِى اْلاِسْلاَمِ سُنَّةً حَسَنَةً فَلَهُ أَجْرُهَا وَأَجْرُ مَنْ عَمِلَ بِهَا مِنْ غَيْرِ اَنْ يَنْقُصَ مِنْ أُجُوْرِهِمْ شَيْئًا</span></span><span style="font-weight: bold;"><br /></span><br />Siapa yang memberikan contoh perbuatan baik dalam Islam maka ia akan mendapatkan pahala orang yang turut mengerjakannya dengan tidak mengurangi dari pahala mereka sedikit pun. (HR Muslim)<span class="fullpost"><br /><br />Karena itu, apa yang dilakukan para sahabat memiliki landasan hukum dalam syariat. Di antara bid'ah terpuji itu adalah:<br /><br />a. Apa yang dilakukan oleh Sayyidina Umar ibn Khattab ketika mengumpulkan semua umat Islam untuk mendirikan shalat tarawih berjamaah. Tatkala Sayyidina Umar melihat orang-orang itu berkumpul untuk shalat tarawih berjamaah, dia berkata: "Sebaik-baik bid'ah adalah ini".<br /><br />Ibn Rajar al- Asqalani dalam Fathul Bari ketika menjelaskan pernyataan Sayyidina Umar ibn Khattab "Sebaik-baik bid'ah adalah ini" mengatakan:<br /><br />"Pada mulanya, bid'ah dipahami sebagai perbuatan yang tidak memiliki contoh sebelumnya. Dalam pengertian syar'i, bid'ah adalah lawan kata dari sunnah. Oleh karena itu, bid'ah itu tercela. Padahal sebenarnya, jika bid'ah itu sesuai dengan syariat maka ia menjadi bid'ah yang terpuji. Sebaliknya, jika bidطah itu bertentangan dengan syariat, maka ia tercela. Sedangkan jika tidak termasuk ke dalam itu semua, maka hukumnya adalah mubah: boleh-boleh saja dikerjakan. Singkat kata, hukum bid'ah terbagi sesuai dengan lima hukum yang terdapat dalam Islam".<br /><br />b. Pembukuan Al-Qur'an pada masa Sayyidina Abu Bakar ash-Shiddiq atas usul Sayyidina Umar ibn Khattab yang kisahnya sangat terkenal.<br /><br />Dengan demikian, pendapat orang yang mengatakan bahwa segala perbuatan yang tidak pernah dilakukan oleh Rasulullah adalah haram merupakan pendapat yang keliru. Karena di antara perbuatan-perbuatan tersebut ada yang jelek secara syariat dan dihukumi sebagai perbuatan yang diharamkan atau dibenci (makruh).<br /><br />Ada juga yang baik menurut agama dan hukumnya menjadi wajib atau sunat. Jika bukan demikian, niscaya apa yang telah dilakukan oleh Abu Bakar dan Umar sebagaimana yang telah dituliskan di atas merupakan perbuatan haram. Dengan demikian, kita bisa mengetahui letak kesalahan pendapat tersebut.<br /><br />c. Sayyidina Utsman ibn Affan menambah adzan untuk hari Jumat menjadi dua kali. Imam Bukhari meriwatkan kisah tersebut dalam kitab Shahih-nya bahwa penambahan adzan tersebut karena umat Islam semakin banyak. Selain itu, Sayyidina Utsman juga memerintahkan untuk mengumandangkan iqamat di atas az-Zawra', yaitu sebuah bangunan yang berada di pasar Madinah.<br /><br />Jika demikian, apakah bisa dibenarkan kita mengatakan bahwa Sayyidina Utsman ibn Affan yang melakukan hal tersebut atas persetujuan seluruh sahabat sebagai orang yang berbuat bid'ah dan sesat? Apakah para sahabat yang menyetujuinya juga dianggap pelaku bid'ah dan sesat?<br /><br />Di antara contoh bid'ah terpuji adalah mendirikan shalat tahajud berjamaah pada setiap malam selama bulan Ramadhan di Mekkah dan Madinah, mengkhatamkan Al-Qur'an dalam shalat tarawih dan lain-lain. Semua perbuatan itu bisa dianalogikan dengan peringatan maulid Nabi Muhammad SAW dengan syarat semua perbuatan itu tidak diboncengi perbuatan-perbuatan yang diharamkan atau pun dilarang oleh agama. Sebaliknya, perbuatan itu harus mengandung perkara-perkara baik seperti mengingat Allah dan hal-hal mubah.<br /><br />Jika kita menerima pendapat orang-orang yang menganggap semua bid'ah adalah sesat, seharusnya kita juga konsekuen dengan tidak menerima pembukuan Al-Qur'an dalam satu mushaf, tidak melaksanakan shalat tarawih berjamaah dan mengharamkan adzan dua kali pada hari Jumat serta menganggap semua sahabat tersebut sebagai orang-orang yang berbuat bid'ah dan sesat.<br /><br /><br />Dr. Oemar Abdallah Kemel<br />Ulama Mesir kelahiran Makkah al-Mukarromah<br />Dari karyanya "Kalimatun Hadi’ah fil Bid’ah" yang diterjemahkan oleh PP Lakpesdam NU dengan "Kenapa Takut Bid’ah?"<br /><br />Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-48878442989992685322010-07-05T20:01:00.000-07:002010-07-23T19:42:23.960-07:00Mengucapkan “Sayyidina”Kata-kata “sayyidina” atau ”tuan” atau “yang mulia” seringkali digunakan oleh kaum muslimin, baik ketika shalat maupun di luar shalat. Hal itu termasuk amalan yang sangat utama, karena merupakan salah satu bentuk penghormatan kepada Nabi Muhammad SAW. Syeikh Ibrahim bin Muhammad al-Bajuri menyatakan:<br /><br /><div style="text-align: right;"><span style="font-size:180%;">الأوْلَى ذِكْرُالسَّيِّادَةِ لِأنَّ اْلأَفْضَلَ سُلُوْكُ اْلأَدَ بِ</span><br /></div><br />“Yang lebih utama adalah mengucapkan sayyidina (sebelum nama Nabi SAW), karena hal yang lebih utama bersopan santun (kepada Beliau).” (Hasyisyah al-Bajuri, juz I, hal 156).<span class="fullpost"><br /><br />Pendapat ini didasarkan pada hadits Nabi SAW:<span style="font-size:180%;"><br /><br /></span></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">عن أبي هريرةقا ل , قا ل ر سو ل الله صلي الله عليه وسلم أنَا سَيِّدُ وَلَدِ آدَمَ يَوْمَ القِيَامَةِ وَأوَّلُ مَنْ يُنْسَقُّ عَنْهُ الْقَبْرُ وَأوَّلُ شَافعٍ وأول مُشَافِعٍ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br /><br />“Diriwayatkan dari Abu Hurairah RA ia berkata, Rasulullah SAW bersabda, “Saya adalah sayyid (penghulu) anak adam pada hari kiamat. Orang pertama yang bangkit dari kubur, orang yang pertama memberikan syafaa’at dan orang yang pertama kali diberi hak untuk membrikan syafa’at.” (Shahih Muslim, 4223).<br /><br />Hadits ini menyatakan bahwa nabi SAW menjadi sayyid di akhirat. Namun bukan berarti Nabi Muhammad SAW menjadi sayyid hanya pada hari kiamat saja. Bahkan beliau SAW menjadi sayyid manusia didunia dan akhirat. Sebagaimana yang dikemukakan oleh sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki al-Hasani:<br /><br />“Kata sayyidina ini tidak hanya tertentu untuk Nabi Muhammad SAW di hari kiamat saja, sebagaimana yang dipahami oleh sebagian orang dari beberapa riwayat hadits 'saya adalah sayyidnya anak cucu adam di hari kiamat.' Tapi Nabi SAW menjadi sayyid keturunan ‘Adam di dunia dan akhirat”. (dalam kitabnya Manhaj as-Salafi fi Fahmin Nushush bainan Nazhariyyah wat Tathbiq, 169)<br /><br />Ini sebagai indikasi bahwa Nabi SAW membolehkan memanggil beliau dengan sayyidina. Karena memang kenyataannya begitu. Nabi Muhammad SAW sebagai junjungan kita umat manusia yang harus kita hormati sepanjang masa.<br /><br />Lalu bagaimana dengan “hadits” yang menjelaskan larangan mengucapkan sayyidina di dalam shalat?<br /><br /></span><div style="text-align: right;"><span class="fullpost"><span style="font-size:180%;">لَا تُسَيِّدُونِي فِي الصَّلَاةِ</span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />“Janganlah kalian mengucapakan sayyidina kepadaku di dalam shalat”<br /><br />Ungkapan ini memang diklaim oleh sebagian golongan sebagai hadits Nabi SAW. Sehingga mereka mengatakan bahwa menambah kata sayyidina di depan nama Nabi Muhammad SAW adalah bid’ah dhalalah, bid’ah yang tidak baik.<br /><br />Akan tetapi ungkapan ini masih diragukan kebenarannya. Sebab secara gramatika bahasa Arab, susunan kata-katanya ada yang tidak singkron. Dalam bahasa Arab tidak dikatakan سَادَ- يَسِيْدُ , akan tetapi سَادَ -يَسُوْدُ , Sehingga tidak bisa dikatakan لَاتُسَيِّدُوْنِي<br /><br />Oleh karena itu, jika ungkapan itu disebut hadits, maka tergolong hadits maudhu’. Yakni hadits palsu, bukan sabda Nabi, karena tidak mungkin Nabi SAW keliru dalam menyusun kata-kata Arab. Konsekuensinya, hadits itu tidak bisa dijadikan dalil untuk melarang mengucapkan sayyidina dalam shalat?<br /><br />Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa membaca sayyidina ketika membaca shalawat kepada Nabi Muhammad SAW boleh-boleh saja, bahkan dianjurkan. Demikian pula ketika membaca tasyahud di dalam shalat.<br /><br /><br />KH Muhyiddin Abdusshomad<br />Pengasuh Pondok Pesantren Nurul Islam (Nuris), Ketua PCNU Jember<br /><br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/<br /></a></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-32341936062196554852010-07-05T19:57:00.000-07:002010-07-05T20:10:56.062-07:00Definisi dan Keutamaan Membaca ShalawatKita senantiasa memanjatkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad Rasulullah:<br /><br /><span style="font-size:180%;">وَالصَّلَاةُ وَالسَّلَامُ عَلَى سَيِّدِنَا مُحَمَّدٍ رَسُوْلِ اللهِ</span><br /><br />Shalawat dan salam semoga tetap tercurahkan kepada Sayyidina Muhammad Rasulullah<br /><br />Allah SWT berfirman:<br /><br /><span style="font-size:180%;">إِنَّ اللَّهَ وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيما</span><br /><br />Sesungguhnya Allah dan Malaikat-Nya bershalawat kepada Nabi. Wahai orang-orang yang beriman bershalawat salamlah kepadanya. (QS Al-Ahzab 33: 56)<span class="fullpost"><br /><br />Shalawat dari Allah berarti rahmat. Bila shalawat itu dari Malaikat atau manusia maka yang dimaksud adalah doa.<br /><br />Sementara salam adalah keselamatan dari marabahaya dan kekurangan.<br /><br />Tidak ada keraguan bahwa membaca shalawat dan salam adalah bagian dari pernghormatan (tahiyyah), maka ketika kita diperintah oleh Allah untuk membaca shalawat -yang artinya mendoakan Nabi Muhammad- maka wajib atas Nabi Muhammad melakukan hal yang sama yaitu mendoakan kepada orang yang membaca shalawat kepadanya. Karena hal ini merupakan ketetapan dari ayat:<br /><br /><span style="font-size:180%;">فَحَيُّواْ بِأَحْسَنَ مِنْهَا أَوْ رُدُّوهَا</span><br /><br />Maka lakukanlah penghormatan dengan penghormatan yang lebih baik atau kembalikanlah penghormatan itu. (QS. An Nisa’: 86)<br /><br />Doa dari Nabi inilah yang dinamakan dengan syafaat. Semua ulama telah sepakat bahwa doa nabi itu tidak akan ditolak oleh Allah. Maka tentunya Allah akan menerima Syafaat beliau kepada setiap orang yang membaca shalawat kepadanya.<br /><br />Banyak sekali hadits yang menjelaskan keutamaan membaca shalawat kepada Nabi. Diantaranya:<br /><br /><span style="font-size:180%;">مَنْ صَلَّى عَلَيَّ فِي كِتَابٍ لَمْ تَزَلِ الْمَلَائِكَةُ تَسْنَغْفِرُ لَهُ مَا دَامَ اسْمِي فِي ذَلِكَ الْكِتَابِ</span><br /><br />Barangsiapa berdoa (menulis) shalawat kepadaku dalam sebuah buku maka para malaikat selalu memohonkan ampun kepada Allah pada orang itu selama namaku masih tertulis dalam buku itu.<br /><br /><span style="font-size:180%;">مَنْ سَرَّهُ أنْ يُلْقِى اللهَ وَهُوَ عَلَيْهِ رَاضٍ فَلْيُكْثِرْ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ</span><br /><br />Barangsiapa yang ingin merasa bahagia ketika berjumpa dengan Allah dan Allah ridlo kepadanya, maka hendaknya ia banyak membaca shalawat kepadaku (Nabi).<br /><br /><span style="font-size:180%;">مَا أكْثَرَ مِنَ الصَّلَاةِ عَلَيَّ فِيْ حَيَاتِهِ أَمَرَ اللهُ جَمِيْعَ مَخْلُوْقَاتِهِ أنْ يَسْتَغْقِرُوا لَهُ بَعْدَ مَوْتِهِ</span><br /><br />Barangsipa membaca shalawat kepadaku di waktu hidupnya maka Allah memerintahkan semua makhluk-Nya memohonkan maaf kepadanya setelah wafatnya.<br /><br /><span style="font-size:180%;">مَا اجْتَمَعَ قَوْمٌ ثُمَّ تَقًرَّقُوْا مِنْ غَيْرِ ذِكْرِ اللهِ وَصَلَاةٍ عَلَى النَّبِيِّ إلَّا قَامُوْا عَنْ أنْتَنَ مِنْ حِيْفَةٍ</span><br /><br />Mereka yang berkumpul (di suatu majlis) lalu berpisah dengan tanpa dzikir kepada Allah dan membaca shalawat kepada nabi, maka mereka seperti membawa sesuatu yang lebih buruk dari bangkai.<br /><br />Para ulama sepakat (ittifaq) diperbolehkannya menambahkan lafadz 'sayyidina' yang artinya tuan kita, sebelum lafadz Muhammad. Namun mengenai yang lebih afdhol antara menambahkan lafadz sayyidina dan tidak menambahkannya para ulama berbeda pendapat.<br /><br />Syeikh Ibrahim Al-Bajuri dan Syeik Ibnu Abdis Salam lebih memilih bahwa menambahkan lafadz sayyidina itu hukumnya lebih utama, dan beliau menyebutkan bagian ini melakukan adab atau etika kepada Nabi. Beliau berpijak bahwa melakukan adab itu hukumnya lebih utama dari pada melakukan perintah (muruatul adab afdholu minal imtitsal) dan ada dua hadits yang menguatkan ini.<br /><br />Yaitu hadits yang menceritakan sahabat Abu Bakar ketika diperintah oleh Rasulullah mengganti tempatnya menjadi imam shalat subuh, dan ia tidak mematuhinya. Abu bakar berkata:<br /><br />مَا كَانَ لِابْنِ أَبِيْ قُحَافَةَ أَنْ يَتَقَدَّمَ بَيْنَ يَدَيْ رَسُوْلِ اللهِ<br /><br />Tidak sepantasnya bagi Abu Quhafah (nama lain dari Abu Bakar) untuk maju di depan Rasulullah.<br /><br />Yang kedua, yaitu hadits yang menceritakan bahwa sahabat Ali tidak mau menghapus nama Rasulullah dari lembara Perjanjian Hudaibiyah. Setelah hal itu diperintahkan Nabi, Ali berkata<br /><br /><span style="font-size:180%;">لَا أمْحُو إسْمَكَ أَبَدُا</span><br /><br />Saya tidak akan menghapus namamu selamanya.<br /><br />Kedua hadits ini disebutkan dalam kitab Shahih Bukhori dan Muslim.Taqrir (penetapan) yang dilakukan oleh Nabi pada ketidakpatuhan sahabat Abu Bakar dan ali yang dilakukan karena melakukan adab dan tatakrama ini menunjukkan atas keunggulan hal itu.<br /><br /><br />KH Abd. Nashir Fattah<br />Rais Syuriah PCNU Jombang<br />Dihimpun oleh Sholehuddin SH dari pengajian Kitab Qurratul Ain Bimuhimmatid Din di masjid baiturrahman Jlopo Tebel Bareng yang diikuti oleh Pengurus MWCNU dan Ansor Kecamatan Bareng<br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :</span><a href="http://www.nu.or.id/"><span style="font-style: italic;"> http://www.nu.or.id/</span><br /><br /></a></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-15509980350790748222010-07-05T19:50:00.000-07:002010-07-05T20:11:33.283-07:00Mahallul Qiyam, Menghadirkan Nabi dalam DoaPada saat membaca doa tahiyat akhir dalam setiap shalat, kita selalu mengucapkan:<br /><br /><span style="font-size:180%;">اَلسَّلَامُ عَلَيْكَ أَيُّهَا النَّبِيُّ</span><br /><br />“assalamualika ayyuhan nabiy”, salam kepada Engkau wahai Nabi<br /><br />Silakan diperhatikan redaksinya, pada saat menyebut Nabi dalam shalat kita diharuskan memakai kata ganti كَ atau kata ganti orang kedua atau dlamir mukhatab, yang berarti kamu atau anda. Kita tidak menyebut nabi dengan dlamir ghaib هُ atau dia, atau beliau. Kita menyebut Nabi dengan engkau. Ini artinya bahwa pada saat kita berdoa seakan-akan Nabi Muhammad SAW hadir di hadapan kita.<br /><span class="fullpost"><br />Kita bisa menyimpulkan bahwa doa yang dipanjatkan kepada Allah SWT dalam tahiyat akhir itu tidak akan diterima tanpa menyebut Nama Muhammad SAW, tanpa menghadirkan beliau.<br /><br />Maka pada setiap doa, setelah kita berucap ”Alhamdulillah” segala puji bagi Allah, kita teruskan dengan membaca berbagai shalawat. Baru setelah itu kita sampai pada inti dari doa kita. Ini artinya saat berdoa, saat menyembah Allah harus ada makhluk Allah bernama Muhammad SAW. Kita membutuhkan Nabi Muhammad SAW saat berdoa kehadirat Allah SWT.<br /><br />Begitu pentingnya kehadiran Nabi Muhammad SAW dalam setiap doa. Kita ambil contoh lagi, dalam tradisi warga pesantren, saat kita mengadakan ritual aqiqah atau acara syukuran untuk bayi yang baru dilahirkan. Keluarga bayi yang menyelenggarakan aqiqah tidak akan mengeluarkan bayi sebelum sampai pada momen mahallul qiyam, pada saat-saat kita berdiri membaca:<br /><br /><span style="font-size:180%;">يَا نَبِي سَلَامْ عَلَيْكَ يَا رَسُوْلْ سَلَامْ عَلَيْكَ</span><br /><br />Silakan diperhatikan, dalam kalimat yang kita baca ”Wahai Nabi salam kepadamu, Wahai Rasul salam kepadamu”; seakan-akan Nabi hadir pada saat itu. Inilah urgensi dari ajaran tawashul kepada Nabi, atau memanjatkan doa dengan perantaraan Rasulullah SAW.<br /><br />Demikianlah apa yang telah diajarkan oleh para ulama pendahulu kita, dan di Indonesia amaliyah ini ditransformasikan kepada umat melalui organisasi Nahdlatul Ulama (NU).<br /><br /><br />KH Musthofa Agil Siradj<br />Wakil Ketua Pengurus Pusat Lembaga Dakwah Nahdlatul Ulama (LDNU)<br />(Disampaikan dalam Istighotsah bulanan di depan gedung PBNU bersama Al-Habib Munzir bin Fuad Al-Musawa)<br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://www.nu.or.id/"> http://www.nu.or.id/</a><br /><span><br /></span></span></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.comtag:blogger.com,1999:blog-7777542220174490465.post-45365169228629595752010-06-24T01:16:00.000-07:002010-06-26T03:18:17.869-07:00PROSESI PERIKAHAN ISLAMI<div style="text-align: center;"><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7FguOsPmvhimyHuzXb-42BXcrRJZ6UHOZQE51ygGZTj3GizDuZe8lN_h4FPHZ1v-aISbaAA0vwWImjod8Ry7LH-qLXe8fSeSjTkjgILgZPge6-_jKyobuNLTvz4NUY5SdwoEoVz_zoVo/s1600/foto+nik2.jpg"><img style="margin: 0px auto 10px; display: block; text-align: center; cursor: pointer; width: 217px; height: 162px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg7FguOsPmvhimyHuzXb-42BXcrRJZ6UHOZQE51ygGZTj3GizDuZe8lN_h4FPHZ1v-aISbaAA0vwWImjod8Ry7LH-qLXe8fSeSjTkjgILgZPge6-_jKyobuNLTvz4NUY5SdwoEoVz_zoVo/s320/foto+nik2.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5487016566362106674" border="0" /></a><span style="font-size:78%;"><span style="color: rgb(102, 0, 0); font-style: italic;">ilustrasi prosesi akad nikah</span></span><br /></div><span style="text-decoration: underline;"><br /></span>Al hamdulillah setelah aku cari-cari dapet juga artikelnya dari blog tetangga tentang Prosesi Pernikahan Islami tentunya semoga ber manfaat amin.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">UPACARA PRA-NIKAH:</span><br /><br />- PENYERAHAN CALON PENGANTIN LAKI-LAKI OLEH WAKIL KELUARGA LAKI-LAKI<br /><br />- KEPADA WAKIL KELUARGA PEREMPUAN UNTUK DINIKAHKAN (KELUARGA <br /> LAKI-LAKI DAN PEREMPUAN BERDIRI BERHADAP-HADAPAN).<br /><br />- PENERIMAAN OLEH WAKIL KELUARGA PENGANTIN PEREMPUAN DAN SIAP AKAN<br /><br />- SEGERA DINIKAHKAN (LALU SEMUA HADIRIN DUDUK).<br /><br />- PENGECEKKAN SURAT-SURAT DAN KELENGKAPAN PERNIKAHAN (OLEH PENGURUS)<br /><span class="fullpost"><br /><span style="font-weight: bold;">URUTAN UPACARA PERNIKAHAN:</span></span><br /><span class="fullpost"><br />1. PEMBUKAAN DAN PENGANTAR PEMBAWA ACARA</span><a onblur="try {parent.deselectBloggerImageGracefully();} catch(e) {}" href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDs2L51Lr30O6IPafLRTphQVh2OMTjhk71UQp3gckxPcaovfy2rdDb08J1P2d40BJIRtaFLw_FJJ22v7hti1zZzriv6mcXEW2BXQjrzEU4E7nNiFZD3ZgFHDDLrg5UEHOfQ82l5_vsBys/s1600/foto+nikah.jpg"><img style="margin: 0pt 0pt 10px 10px; float: right; cursor: pointer; width: 158px; height: 218px;" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgDs2L51Lr30O6IPafLRTphQVh2OMTjhk71UQp3gckxPcaovfy2rdDb08J1P2d40BJIRtaFLw_FJJ22v7hti1zZzriv6mcXEW2BXQjrzEU4E7nNiFZD3ZgFHDDLrg5UEHOfQ82l5_vsBys/s200/foto+nikah.jpg" alt="" id="BLOGGER_PHOTO_ID_5487005107560297698" border="0" /></a><br /><span class="fullpost"></span><span class="fullpost"><br />2. PEMBACAAN AYAT AL QUR’AN DAN TERJEMAHANNYA<br /><br />3. PEMBACAAN SYAHADAT BAGI KEDUA MEMPELAI<br /><br />4. MINTA DOA RESTU OLEH PENGANTIN PUTRI<br /><br />5. DITANYA KESIAPAN KEDUA MEMPELAI<br /><br />6. IJAB QOBUL (WALI SALAMAN DENGAN PENGANTIN<br /> LAKI-LAKI)<br /><br />7. DILANJUTKAN DOA DAN SHOLAWAT<br /><br />8. CIUM TANGAN ISTRI KEPADA SUAMI<br /><br />9. PENYERAHAN MAS KAWIN (DIBUKA DAN CINCIN DIPAKAI)<br /><br />10. PEMBACAAN KEWAJIBAN SUAMI<br /><br />11. TANDA TANGAN SURAT NIKAH (SUAMI, ISTRI, WALI, SAKSI)<br /><br />12. KHUTBAH NIKAH<br /></span><div style="text-align: justify;"><span class="fullpost"><br />13. PENUTUP <span style="color: rgb(204, 0, 0);font-size:78%;" ><span style="font-size:85%;"> </span> </span></span><br /></div><span class="fullpost"><br />14. UCAPAN SEAMAT DAN SALAM-SALAMAN SERTA FOTO BERSAMA<br /><br /><span style="font-weight: bold;"><br />DETAIL URUTAN UPACARA PERNIKAHAN ISLAM</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pembukaan (oleh Pembawa acara)</span><br /><br />Assalaamu ‘alaikum wr.wb.<br />Hadirin sekalian, Rasulullah SAW dalam suatu hadistnya menyatakan bahwa’ Annikaahu sunnatii, faman roghiba ‘an sunnatii falaisa minnii (Nikah itu sunnahku, maka siapa yang tidak suka sunnahku bukanlah dari golonganku). Untuk itu, marilah kita buka bersama upacara pernikahan yang insya Allah sebentar lagi akan segera berlangsung ini dengan bacaan ‘Basmalah’. BISMILLAHIR RAHMAANIR RAHIIM. Selanjutnya bersama ini kami sampaikan susunan acara pernikahan sebagai berikut:<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pembacaan ayat suci Al-Qur’an dan terjemahannya</span><br /><br />Hadirin sekalian. Untuk menambah keagungan dan keberkahan upacara pernikahan ini, marilah kita dengarkan bersama pembacaan ayat-ayat suci Al Quran yang akan dibawakan oleh Sdr…………………………………….dan terjemahannya oleh Sdr………………………dengan mengambil surat…………..ayat …………….s/d ayat…………… Kepada mereka berdua kami persilahkan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Membaca Syahadah dan artinya (oleh penghulu diikuti kedua mempelai)</span><br /><br />Hadirin sekalian, khususnya kepada calon temanten berdua, marilah kita perbaharui janji dan kesaksian kita atas keesaan Allah agar iman kita selalu bertambah setiap saat. Kepada temanten berdua, marilah ikuti saya:<br />ASYHADU ALLAA ILAAHA ILLALAAH, WA ASYHADU ANNA MUHAMMADAR RASUULULLAAH (3x)<br />(Aku bersaksi bahwa tidak ada tuhan selain Allah, dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Meminta Doa Restu Orang Tua</span><br /><br />Hadirin sekalian, dalam suatu hadist juga disebutkan bahwa: ‘RidholLaahi fii ridlhal waalidain’ (Ridho Allah itu terletak pada keridhoan ke dua orang tuanya). Oleh karena itu sebelum menikah sebaiknya memohon maaf serta meminta izin kepada kedua orang tuanya. Namun bagi calon mempelai wanita yang orang tuanya belum Islam, hukum perwalian menjadi gugur sehingga izin orang tua tidak diperlukan. Mempelai wanita telah meminta Bapak Tachrir Fathoni sebagai wali hakim. Untuk itu saya minta ananda ……………….. mohon maaf dan memohon kepada walinya untuk menikahkannya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Mempelai Perempuan:</span><br /><br />Bismillaahir Rahmaanir Rahiim, Bapak Wali hakim, saat ini ananda mohon maaf atas segala kesalahan ananda baik yang ananda sengaja maupun yang tidak disengaja. Selanjutnya ananda mohon doa restu serta mohon Bapak nikahkan ananda dengan Mas …………………….. Ananda "Ikhlas", ananda ridho pernikahan ananda Bapak laksanakan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Bapak/ Wali:</span><br /><br />Ananda …………….., Sebagai Wali hakim yang ananda beri amanah, Bapak telah memaafkan segala kesalahanmu dan Bapak merestui pernikahanmu dengan Ananda ………………. Insya Allah sebentar lagi pernikahanmu akan Bapak laksanakan. Teriring doa semoga pernikahanmu penuh berkah dan kedamaian serta mendapatkan ridho Allah SWT, Amin ya Robbal alamin.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Kesiapan Kedua Mempelai</span><br />Penghulu:<br /><br />Bertanya kepada masing-masing calon suami/calon istri secara bergantian:<br />Ananda ………………/ ……………. Apakah ananda ………………/………………. dengan tulus ikhlas tanpa paksaan mencintai ananda ………………/ ………………. dan siap untuk dinikahkan secara Islam?<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pengantin:</span><br /><br />Ya, saya dengan tulus ikhlas tanpa paksaan mencintai ………………/……………….. dan siap untuk dinikahkan secara Islam.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Penghulu:</span><br /><br />Alhamdulillah, dengan disaksikan para tokoh masyarakat, alim ulama, para saksi serta hadirin sekalian, kedua calon mempelai telah bersedia menikah dengan kesadaran sendiri secara ikhlash tanpa paksaan. Untuk itu sampailah kita pada acara terpenting dalam kehudupan kedua mempelai yaitu Ijab Qobul. Kepada orangtua/Bapak Wali hakim kami persilahkan untuk menikahkan kedua mempelai.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ijab-Qobul Nikah</span><br /><br />Wali/Orang Tua (sambil berjabat tangan dengan mempelai lelaki) :<br />(sambil berjabat tangan dengan mempelai lelaki) :<br />(sambil berjabat tangan dengan mempelai lelaki) :<br /><br /><span style="font-weight: bold;">BISMILLAHIR RAHMAANIR RAHIIM.ANANDA …………………. BIN …………………….SAYA NIKAHKAN ENGKAU DENGAN ANANDA…………………… BINTI ……………………DENGAN MASKAWIN BERUPA</span><br /><span style="font-weight: bold;">…………………………………………………….</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Temanten pria :</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">SAYA TERIMA PERNIKAHAN SAYA DENGAN………………………… BINTI ……………………………DENGAN MASKAWIN BERUPA………………………………………………………………..</span><br /><br />Doa (Oleh Ustadz/penghulu)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">BaarokalLaahu Lakuma bi Barookatil Faatihah,</span><br /><span style="font-weight: bold;">A’UDZU BILLAHI MINASSYAITHONIR ROJIIM, BISMILLAHIR RAHMAANIR RAHIIM, ALHAMDULILLAHI ROBBIL ‘AALAMIIN, ARRAHMAANIR RAHIIM,</span><br /><span style="font-weight: bold;">MAALIKI YAUMIDDIIN, IYYAKA NA’BUDU WA IYYAKA NASTA’IIN, IHDINASSHIRAATAL MUSTAQIIM, SHIRAATHAL LADZIINA AN’AMTA ‘ALAIHIM, GHOIRIL MAGHDHUUBI ‘ALAIHIM, WALADDHOOLLIIN. .AMIEN.</span><br /><span style="font-weight: bold;">ALHAMDULILLAHI RABBIL ‘AALAMIIN, HAMDAN YUWAFII NI’AMAHU WAYUKAAFI’U MAZIIDAH, YAA RABBANAA LAKAL HAMDU, KAMA YAMBAGHI LIJALAALI WAJHIKALKAL KARIIM WA’ADHIIMI SULTHONIK, ALLAHUMMA SHOLLI ‘ALAA SAYYIDINAA MUHAMMAD WA’ALAA ALIHI WA ASHHAABIHI AJMA’IIN. ALLAHUMMA ALLIF BAINA …………… BIN ………………… WA …………………… BINTI …………………… KAMA ALLAFTA BAINA NABIYUKA ADAM WA HAWA, WA KAMA ALLAFTA BAINA ROSUULIKAL KARIIM MUHAMMAD S.A.W WA KHODIJAH AL- MUKARROMAH</span><br /><br />Allahumma, Yaa Allaah, satukanlah hati kedua mempelai ini sebagaimana Engkau telah menyatukan antara hati NabiMu Adam dan Hawa serta antara RasulMu yang mulia Muhammad SAW dan Siti Khodijah.<br /><br />Allahumma, Yaa Allaah, berkahilah kiranya kedua mempelai ini, dengan kehidupan yang penuh dengan kebahagiaan di dunia dan di akherah.<br /><br />Allahumma Yaa Allaah, anugerahilah kedua mempelai ini dengan keturunan yang saleh saleh, yang berbakti kepadamu, dan taat kepada kedua orang tuanya serta berguna bagi<br /><br />Agama, Bangsa dan Negara.<br /><br />Allahumma, Yaa Allah, rahmatilah kami semua yang hadir disini dengan kehidupan yang bahagia sejak di dunia sampai di akherat dan hindarkanlah kami dari siksa neraka. Robbanaa hab lanaa min azwaajinaa wa dzurriyyatinaa qurrota a’yun waj’alnaa lil muttaqiina imaama. Rabbana aatina fid dunyaa khasanah, wa fil akhirati khasanah waqinaa adzabannar, alhamdulillahi robbil aalamiin.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Penghulu:</span><br /><br />Hadirin sekalian, dengan disaksikan para saksi yang mulia serta hadirin sekalian yang terhormat, alhamdulillah upacara pernikahan serta ijab dan qobul telah berlangsung dengan lancar menurut agama Islam. Oleh karena itu, sejak selesainya ijab qobul tersebut, hubungan antara ananda …………… dengan ananda …………….. menurut agama Islam telah syah sebagai<br />suami istri. Mudah-mudahan hidup kedua mempelai ini diberkahi cucuran rakhmat dari Allah SWT, serta bahagia di dunia dan di akherat. Amiin.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">YAAA ROBBIGHFIR MUSTHOFAA, BALLIGH MAQOOSHIDANAA, WAGHFIRLANAA MAA MADHOO, YA WAASI’AL KAROMIII. (4x)</span><br /><br /><span style="font-weight: bold;">Cium Tangan & Penyerahan Maskawin</span><br /><br />Hadirin sekalian, selanjutnya, sebagai lambang kasih sayang serta ketaatan seorang istri kepada suami, saya minta Ananda …………. mencium tangan suaminya Mas ………………. Setelah itu suami menyerahkan maskawinnya dan memakaikan cincin kawin kepada isterinya.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Pembacaan kewajiban suami-istri (sighat takhliq)</span><br /><br />Selanjutnya kami mohon kesediaan kedua mempelai secara bergantian untuk mengucapkan janji setia serta kewajiban masing-masing kepada pasangannya. Janji dan kewajiban tersebut hendaknya selalu diingat baik-baik terutama apabila di kemudian hari nanti timbul permasalahan hubungan antara keduanya. (Teks kewajiban suami istri, lihat Isi sighat takhliq dibawah)<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Tanda tangan berkas pernikahan</span><br /><br />Hadirin sekalian, acara berikutnya penandatangan berkas pernikahan. Untuk itu, kami mohon kedua mempelai, wali nikah, serta para saksi maju ke depan untuk menandatangani dokumen pernikahan.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Khutbah nikah (oleh Ustadz)</span><br /><span style="font-weight: bold;">Penutup (oleh Pembawa acara)</span><br /><br />Hadirtin sekalian, dengan telah selesainya khutbah nikah tersebut, maka seluruh rangkian upacara pernikahan menurut ajaran Islam telah selesai dilaksanakan. Kita doakan bersama semoga kedua mempelai tersebut selalu mendapatkan hidayah dan cucuran rahmat dari Allah SWT serta diberikan kebahagian di dunia ini sampai di kelak kemudian hari. Marilah acara ini kita tutup bersama dengan bacaan ‘HAMDALAH’. Alhamdu Lillahi Robbil ‘Aalamiin. Wassalaamu ‘alaikum wr.wb.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Ucapan selamat dan foto bersama</span><br /><br />Seluruh hadirin dimohon berdiri untuk memberikan ucapan selamat kepada<br />mempelai berdua dan keluarganya diiringi dengan bacaan sholawat. Kemudian<br />dilanjutkan foto bersama.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">ISI SHIGAT TAKHLIQ</span><br /><br />Bismillahirrohmanirrohim Sesudah akad nikah, saya ……………… bin ……………… Berjanji dengan sesungguh hati, bahwa saya akan menepati kewajiban saya sebagai suami, dan akan saya pergauli isteri saya bernama ……………… dengan baik (mu’asyarah bil ma’ruf) menurut ajaran syari’at Islam.<br />Selanjutnya saya membaca sighat ta’lik atas isteri saya itu sebagai berikut :<br />Sewaktu-waktu saya :<br /><br />1. Meninggalkan isteri saya tersebut dua tahun berturut-turut,<br />2. Atau saya tidak memberi nafkah wajib kepadanya tiga bulan lamanya,<br />3. Atau saya menyakiti badan/jasmani isteri saya itu,<br />4. Atau saya membiarkan (tidak memperdulikan) isteri saya itu enam bulan lamanya,<br /><br />Kemudian isteri saya tidak ridla dan mengadukan halnya kepada Pengadilan Agama atau petugas yang diberi hak mengurus pengaduan itu, dan pengaduannya dibenarkan serta diterima oleh pengadilan atau petugas tersebut, dan isteri saya itu membayar uang sebesar Rp. 1000,- (seribu rupiah) sebagai ‘iwadl (pengganti) kepada saya, maka jatuhlah talak saya satu kepadanya. Kepada pengadilan dan petugas tersebut tadi saya kuasakan untuk menerima uang ‘iwadl (pengganti) itu dan kemudian menyerahkannya kepada Badan Kesejahteraan Masjid (BKM) Pusat untuk keperluan ibadah sosial.<br />Suami.<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KEWAJIBAN SUAMI TERHADAP ISTERI</span><br /><br />1. Berlaku sopan santun terhadap isteri<br />2. Memberi penuh perhatian terhadap isteri, dan selalu bermuka manis<br />3. Berlaku adil, sabar dan mengemong/membimbing terhadap isteri atas kekurangan budi pekertinya<br />4. Berusaha mempertinggi kecerdasan dan keimanan isteri dan memberikan pengertian dalam segala hal yang sangat berguna, dengan cara yang mungkin dilaksanakan<br />5. memelihara kewibaan sebagai suami dengan jalan yang tidak menggu-nakan kekerasan<br />6. Memberi kebebasan kepada isterinya untuk bergaul dan bergerak di tengah-tengah masyarakat, asal saja berjalan di atas hokum Allah<br />7. Melarang isteri dari melakukan pekerjaan yang mungkin berakibat ma’siat dan kemungkaran<br />8. Tidak memberi perintah yang memberatkan isteri dan yang tercela/terlarang<br />9. Memberi nafkah menurut kekuatan dari hasil usaha suami<br />10. Berusaha agar segara keperluan rumah tangga dapat cukup walaupun sederhana atas dasar tolong menolong<br />11. Menghormati dan bersikap sopan santun terhadap keluarga<br /><br /><span style="font-weight: bold;">KEWAJIBAN ISTRI TERHADAP SUAMI</span><br /><br />1. Taat dan patuh kepada suami dalam segala hal yang tidak menyimpang dari ajaran Islam<br />2. Berlaku sopan santun terhadap suami<br />3. Tidak menyiksa perasaan suami dan mempersulitnya<br />4. Tidak berlaku cemburu yang tidak beralasan<br />5. Berlaku adil, jujur dan sabar terhadap suami/keluarganya dan atas keku-rangan budi pekerti mereka<br />6. Berhias dan bersolek untuk menyenangkan suami<br />7. Berlaku hemat, cermat dan tidak pemboros<br />8. Berlaku sebagai ibu dari putera-puterinya, selalu mendidik dan melaya-ninya dan berlaku adil dan jujur terhadap mereka<br />9. Minta izin dan bermusyawarah kepada suami apabila hendak berbuat sesuatu di luar tugasnya sebagai isteri<br />10. Mengatur dan menyusun rumah tangga<br />11. Bersikap ridho dan syukur<br />12. Membantu suami dalam memimpin keselamatan dan kebahagiaan seluruh keluarga terutama bagi anak-anaknya<br /><br /><span style="font-weight: bold;">Semoga bermanfaat</span><br /><br /><span style="font-style: italic;">Sumber :<a href="http://cetakundangan.blogsome.com/"> http://cetakundangan.blogsome.com/</a><br /></span><br /></span>ibnu kundarihttp://www.blogger.com/profile/01295919346276253556noreply@blogger.com